Bahagia dunia
akhirat sering orang berkata seperti itu ketika ditanya apa
keinginanannya. Bahagia dan kebahagiaan adalah sesautu yang sulit
diukur dengan kuantitatif atau ukuran yang baku. Bahagia itu letaknya
ada di kalbu, sesuatu yang sangat abstrak. Sulit ngukurnya. Tapi
biasanya bisa dilihat dengan ekspresi wajah, perilaku dan sikapnya
pada lingkungan. Orang-orang yang bahagia biasanya ramah, murah
senyum dan sikapnya bersahabat dengan lingkungan atau orang lain.
Kebahagiaan biasanya adalah klaim pribadi, karena yang bisa merasakan
langsung adalah pribadi yang bersangkutan, orang lain atau lingkungan
hanya mendapat efeknya, bukan rasanya.
Sekarang, di
sekolah-sekolah, bahagia telah dimonopoli oleh guru, kepala sekolah,
yayasan, dinas pendidikan dan pemangku kebijakan pendidikan lainnya.
Orang tua menjadi salah satunya juga. Murid tidak bisa lagi
mendefinisikan kebahagiaan, mereka bukanlah pengambil kesimpulan
tentang kebahagiaan bahkan untuk dirinya sendiri. Orang dewasalah
yang menentukan bahagia seperti apa tanpa pernah menanyakan pada anak
apakah mereka bahagia atau tidak.
Sekarang kebahagian
menurut orang dewasa adalah lulus UN dengan nilai terbaik maka
sekarang sekolah berlomba-lomba agar murid-muridnya mendapat nilai
terbaik di UN dengan segala cara. Drilling soal, remedial,
hafalan-hafalan yang banyak, PR-PR yang menumpuk, LKS yang banyak,
bahkan sekolah mengeluarkan uang yang banyak untuk membayar konsultan
untuk UN. Satu yang tidak ditanyakan, apakah anak-anak bahagia dengan
itu semua?
Kebahagiaan sekarang
adalah ketika anak sudah menguasai bahasa asing di usia dininya. Maka
banyak sekolah yang telah mengajarkan bahasa asing sejak usia dini
bahkan ketika bahasa ibunya belum dapat dikuasai anak dengan baik.
Sekolah membayar mahal untuk dapat mendapat soal-soal, buku paket
dengan brand international. Sekali lagi, satu hal yang tidak
ditanyakan, apakah mereka bahagia dengan itu semua? Bahasa seharusnya
diajarkan sesuai dengan tahapan perkembangannya, anak usia dini
harusnya menguasai bahasa ibunya dahulu agar dia dapat berkomunikasi
dengan lingkungan sekitarnya secar baik, dan ini akan membuatnya
bahagia karena komunikasi yang baik antara AUD dengan lingkungan akan
membuatnya berharga dan bahagia.
Definisi bahagia
sekarang adalah ketika anak mempunyai prestasi juara di berbagai
ajang kompetisi. Maka sekarang sekolah rajin mengirim murid-muridnya
berkomptesi, apapun kompetisinya. Dari seni hingga akademis. Guru,
orang tua dan pejabat bangga ketika melihat piala-piala mampir dan
bertengger di lemari-lemari pajangan. Mereka tidak pernah menanyakan
apakah anak bahagia atau tidak. Mereka juga tidak pernah berpikir
bagaimana dampak dari yang kalah dari kompetisi. Sekolah, guru, orang
tua dan pejabat sekarang menari-nari bahagia di atas tarian anak-anak
mereka. Tanpa pernah bertanya, mengapa mereka menari dengan wajah
muram dan tanpa senyum? Tapi itu bukanlah hal penting lagi bagi
orang dewasa, karena senyum dan keramahan bukanlah hal yang lebih
penting dari lulus UN, jura-juara, kemampuan bahasa asing. Mengapa?
Karena dengan senyum tidak bisa mendapatkan piala dan sertifikat yang
dapat ditunjukkan pada orang lain. Senyum bukanlah sesuatu yang dapat
diukur katanya, lulus UN dapat diukur kualitasnya. Entahlah.
Komentar
Posting Komentar