Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2017

67. Mengisi Parenting di Ibu-ibu Jauh Lebih Berisik, Mengapa ?

Apa beda mengisi parenting yang pesertanya ibu-ibu dibandingkan dengan peserta bapak-bapak ? Jika pesertanya ibu-ibu, jauh lebih berisik. Namun jika bapak-bapak pesertanya, suasana jauh lebih kondusif dan jauh lebih tenang. Ups... tunggu dulu, jangan berprasangka buruk pada saya he he he. Jangan anggap saya menyudutkan ibu-ibu. Di sini malah saya ingin membela ibu-ibu. Baik, kita lihat apa yang menyebabkan suasana kurang kondusif jika pesertanya ibu-ibu. Sebagian besar ibu-ibu membawa anak-anaknya ketika acara berlangsung. Mulai anak yang masih ASI hingga yang sudah sekolah kelas 1-2 sekolah dasar. Mulai dari tangisan anak, perkelahian, rebutan mainan, minta uang ke ibu, mondar-mandir di dalam ruangan, memainkan infokus, menumpahkan air dan hal-hal lain yang kadang membuat saya berhenti sebentar karena suara saya tidak terdengar atau konsentrasi peserta pindah pada tangisan atau teriakan anak-anak. Beda jika pesertanya para ayah. Hampir sebagian besar tidak membawa anak, kalaup

66. Waktu Individual

Banyak kasus yang terjadi pada anak, salah satunya merasa tidak diperhatikan oleh ayah atau bundanya, terutama ketika sang anak memiliki adik yang baru. Seakan-akan perhatian ayah dan bunda, dan orang-orang di sekitarnya hanya perhatian pada adiknya. Atau ketika salah satu anak membutuhkan perhatian khusus karena sakit atau lainnya, seakan ayah&bunda lupa memberikan perhatian dan waktu untuk anak lainnya. Jika dibiarkan, anak akan cemburu bahkan benci dengan saudaranya karena dianggap sebagai hama yang menghalangi cinta ayah&bunda padanya. Hal ini tentu tidak sehat bagi perkembangan anak. Baik yang merasa diabaikan ataupun anak yang diberi perhatian lebih. Saya sering mendapat pertanyaan tentang ini. Pun saya juga pernah mengalaminya. Karena anak pertama menderita prekoks pubertas (suatu saat akan saya ceritakan), maka perhatian kami sempat berlebihan pada anak pertama dan abai pada anak kedua. Ada tips sederhana yang saya dapatkan dari mentor saya Bu Ery Soekresno tenta

65. Aku Tak Tahu Kapan Mencintaimu

Kapankah aku mencintaimu, duhai istriku ... Aku tak tahu kapan tepatnya rasa cinta itu ada. Kami menikah tanpa pacaran terlebih dahulu, kami berkenalan di rumah kakak saya. Sederhana sekali, hanya bertukar selembar biodata dan ditemani air putih kemasan. Tak ada tatapan mata yang lama, hanya sesekali kumelihat wajahnya dengan kacamata besar itu. Hanya 5 menit saja kami bertemu, itupun ditemani kakak dan suaminya. bisa baca di sini Jadi, jika ada yang mengatakan "Aku mencintaimu sejak akad nikah itu", maka kami mengatakan, bahwa kami tidak saling mencintai meski akad nikah sudah berlangsung. Pernah kutanyakan, "Lalu mengapa kau mau ikut aku ke Aceh ? Meski kau tahu bahwa hidupmu akan susah di sana?" "Ketika seorang lelaki telah menerima dengan syah perempuan sebagai istrinya, sejak saat itulah ketaatanku padamu kuserahkan, cintaku pada Tuhanku lah yang membuat aku ikut dirimu, bukan karena mencintaimu, karena memang aku belum mencintaimu" jawabnya. Teg

64. Sekolah Kecil itu Banyak Berbenah

Pagi ini sebelum mengakhiri kunjungan di Ponorogo, saya sempatkan mampir ke Sekolah Pelangi Alam. Ingin melihat progres yang sudah dilakukan oleh sekolah ini. Progres dari saran-saran yang saya sampaikan pada kunjungan sebelumnya. Saya hanya berkata "wow, dahsyat" , karena banyak sekali menurut saya apa yang sudah mereka lakukan. Baik dari fisik, hingga bagaimana guru-gurunya menangani anak. Ukuran yang saya pakai tentu ukuran sesuai dengan potensi yang mereka miliki tentunya. Sekolah ini bukanlah sekolah dengan uang yang berlimpah. Bukan sekolah dengan potensi lahan yang luas. Sekolah yang diisi oleh orang-orang sederhana, yang memiliki semangat baja, visi yang kuat dan niat yang ikhlas menghadirkan sekolah yang lebih ramah anak. Dari fisik, saya melihat keseriusan mereka dalam menghadirkan perpustakaan sederhana dengan jumlah buku yang sederhana pula. Saya tak melihat besarnya, tapi melihat keseriusannya, yang kadang di sekolah-sekolah besar tak dipikirkan