Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2020

103. Evaluasi Pendidikan Pasca Covid19 #2. Reward, Punishment dan Membangun Kesadaran

Kelajutan tulisan dari   https://embunpetakdanum.blogspot.com/2020/05/102-aksesoris-dan-esensi-evaluasi.html "Orang kita, kalau gak dihukum, gak taat" "Pemerintah gak tegas sih" Kalimat di atas tak ada yang salah. Inilah kondisi realitas masyarakat kita. Tapi, bukankah tidak dalam kondisi pandemik juga seperti ini ? Ya, sama. Kondisi tak jauh berbeda. Perliaku kita di masa sulit itu menunjukkan apa yang kita dapat dalam pendidikan/pengasuhan. Pendidikan kita tidak dibangun dengan membangun kesadaran dengan alasan dan cinta, tapi lebih mengedepankan reward dan punishment (ini sudah saya bahas di tulisan-tulisan sebelumnya). Pendidikan yang transaksional. Aku dapat apa, jika melakukan. Kurang lebih seperti itu. Hal ini sudha menjadi jamak di pendidikan kita, baik di rumah maupun di sekolah. Untuk urusan shalat, hingga urusan mengerjakana PR. Transaksional. Anak disogok dengan sesuatu agar mau melakukan, atau diancam agar mau melakukan. Pendidikan seperti ini

102. Aksesoris dan Esensi, Evaluasi Pendidkan Indonesia Pasca Covid19

Menggemaskan memang, melihat banyak masyarakat dengan mudahnya melanggar protokol PSBB. Dengan mudah berkerumun di pasar untuk membeli baju lebaran, memaksakan shalat ied dan cipaka-cipiki di lapangan tanpa memperhatikan protokol lagi. Alasannya cuma satu. Gak enak, gak biasa. Merasa tidak nyaman karena memang biasanya jika lebaran akan membeli baju, akan pulang kampung. Tentang shalat berjamaah di masjid atau di lapangan, seenarnya juga sudah banyak ulama yang melarangnya dengan tegas. Dari yang moderat, hingga yang konservatif. Dari yang aswaja, hingga salafy. Semua sama pendapatnya. Sebenarnya, ini tidak mengagetkan, dan sudah banyak yang memprediksi ini. Bahwa masyarakat akan banyak melanggar. Terlepas tidak tegasnya pemerintah sebagai pengambil kebijakan, ada hal lain menurut saya yang bisa membuat kondisi ini seperti sekarang ini. Apa itu ? Pendidikan menurut saya. Saya akan kupas secara sederhana di bawah ini.  Pendidikan di Indonesia sejak lama mengagungkan hal-hal yang

101. Pandemik, Menerima Kondisi (Acceptance) dan Inovasi

Kamis, 14 Mei 2020 adalah hari pertama saya memberikan kuliah tentang inovasi dalam pembelajaran di masa wabah pandemik covid19. Peserta dari Sumatera Barat hingga Maluku. Kemarin adalah kuliah perdana dari 4 rangkaian yang sudah saya susun. Di pertemuan perdana, saya tak ingin langsung masuk pada inovasi itu sendiri, baik pada tataran definisii ataupun teknis. Karena, menurut saya, tidak semua orang merasa perlu untuk melalukan inovasi, karena bagi sebagian, kondisinya malah tidak siap untuk inovasi. Bahkan jangankan memikirkan inovasi, tapi menjadi lebih mager (malas gerak) dalam hal apapun termasuk berpikir. Atau baper, dengan menyalahkan ini dan itu. Tahun 1969, seorang ilmuwan bernama Kubler Ross, melakukan penelitian pada manusia yang mendapatkan berita buruk, atau mendapatkan kondisi yang buruk. Sama dengan kondisi yang kita alami sekarang ini. Situasi tidak nyaman yang membuat perasaan kita gelisah, bingung, cemas, marah dll.  Perasaan ini juga muncul pada peserta pelat

100. Menyiapkan Kegagalan

Anni Pattak terkejut ketika teman Raghav Pattak menelpon dirinya, mengabarkan bahwa Raghav melompat dari apartmen. Raghav mencoba bunuh diri. Sejak beberapa pekan, Raghav merasa cemas menunggu pengumuman penerimaan mahasiswa baru di Indian Institute of Technology (IIT), sebuah kampus favorit di India dan merupakan kampus tempat ayah dan ibunya dulu. Raghav sangat memimpikan untuk kuliah di sana, dan sudah menyiapkan segalanya. Belajar dan bahkan mengurangi waktu bersama ayahnya. Dan, di hari ini tenyata bukan kata-kata lulus yangi dia dapat, tapi "Semoga sukses lain waktu". Raghav terpukul dan merasa dirinya pecundang. Tak tahan dengan tekanan dalam dirinya, Raghav memutuskan untuk melompat dari apartemnya. Saya tidak akan berpanjang lebar tentang film ini, Anda bisa menyaksikannya di internet, baik yang berbayar maupun yang bajakan (he he he). Intinya film ini menarik untuk ditonton. Hampir 3 jam, dan tak ada joget ala film India lainnya. Nah, ini kok malah bahas film.