Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2019

86. PERUNDUNGAN, MUNGKINKAH HILANG DI SEKOLAH/PONDOK ATAU RUMAH KITA ?

Di sebuah grup perpesanan, ada salah satu anggota grup bertanya tentang bagaimana mengatasi perundungan (bully) di pesantren. Beberapa anggota grup lain merespon tentang perlunya sekolah bebas perundungan. *Pertama*, sebelum melangkah di pembahasan yang lebih dalam, saya ingin menjawab pertanyaan, “mungkinkah lingkungan kita (rumah, sekolah, pondok dll) menjadi lingkungan yang bebas perundungan ?” Jawabannya : bisa ! Dengan syarat : lingkungan yang ada bisa memenuhi kebutuhan dasar secara konsisten, lengkap dan secara utuh. Mungkinkah ada lingkungan seperti ini ? Jawabannya : tidak ! Apalagi di negeri yang krisis pemenuhan kebutuhan pokok/dasar. Artinya, perundungan pasti akan terjadi di manapun selama kita masih hidup di dunia ini. Membuat lingkungan yang bebas 100% dari perundungan adalah sebuah utopis. Bukan berarti kemudian kita menyerah dan tidak melakukan apa-apa. Tapi yang terpenting adalah bagaimana kita bisa membuat lingkungan yang aman fisik dan psikologis agar dapat memi

86. Di Mana Para Pejantan Tangguh

Pagi tadi, saya buka-buka timeline di fb. Berbagai macam berita, dari politik, pendidikan, konten tak berguna hingga tentang urusan pendidikan. Ada banyak hal menarik, tapi ada yang sangat menjadi perhatian saya. Timeline dari seorang guru yang membagi status dari akun sekolahnya. Status tentang drama Ibrahim-Ismail yang sedang diperankan di sebuah sekolah usia dini. Yang menarik adalah, guru-guru bermain drama dan para siswa melihat dengan antusias. Terlihat dari wajah dan gemuruh sambutan siswa pada guru-guru itu. Menarik dan kreatif menurut saya. Karena mengenalkan sejarah dengan cara yang sangat kongkret. Tapi, ada sesuatu yang kemudian saya menjadi sedikit agak bingung. "Ibu-ibu guru yang kreatif" tertulis di status itu. Saya lihat dengan seksama. Ternyata peran laki-laki (mungkin peran Ismail atau Ibrahim) diperankan oleh ibu-ibu ! Allahi Akbar ! Ada yang kurang tepat menurut saya. Sesaat itu juga, saya buka messenger dan kirim pesan ke pemilik akun. Dialog di mess

85. Pujian & Rasa Percaya Diri

Dalam penelitian yang dilakukan oleh psikolog Joan Grusec dan sekelompok peneliti lainnya, teramati bahwa anak-anak yang sering dipuji oleh ibunya ketika bersikap manis, cenderung kurang bersikap manis di kesehariannya dibandingkan anak lain. Mengapa bisa demikian ? Bisa karena pujian yang diberikan bukan pujian yang efektif. Pujian yang hanya menjadi motivasi eksternal bagi anak, hingga membuat anak hanya melakukan sesuatu dengan harapan mendapatkan pujian bukan karena dorongan dalam dirinya. Menurut Alfie Kohn, penulis buku PUNISHED by REWARD, mengatakan, "Setiap pujian yang kita berikan harus kita pertimbangkan apakah hal tersebut membantu individu merasa dapat mengendalikan hidupnya. Pujian yang tidak efektif hanya akan menjadikan candu. Pujian yang tidak efektif sama jahatnya sebenarnya dengan hukuman bagi anak. Hukuman hanya menjadikan anak melakukan sesuatu karena dorongan dari luar. Sama dengan pujian yang tidaj efekftif. Lalu, pujian seperti apa yang bisa dianggap efekt

84. Apa Pilihan Anda ?

Ada cerita seorang ayah tentang anaknya yang mau mencuci piringnya sendiri di sekolah, tapi tidak melakukan hal yang sama di rumah. Ayah ini bingung, apa yang dilakukan di sekolah ternyata tak berefek di rumah. Ada banyak kemungkinan tentunya tentang ini. Tapi, saya hanya akan membahas tentang hubungan perilaku pada nurutnya seorang anak dan tanggung jawab. Sebuah kegiatan dilakukan oleh anak, bisa karena dua alasan ini. Dilakukan karena nurut, atau dilakukan karena bertanggung jawab. Ini sesuatu yang berbeda. Kita sebagai guru atau orang tua, sering sekali memiliki target , yang penting apa yang kita harapkan dikerjakan. Bangga anak mau melakukan pekerjaan, tanpa kita evaluasi apakah dia melakukan karena penurut, atau karena dia bertanggung jawab pada sesuatu yang menjadi tanggung jawabnya. Meminta anak untuk mengerjakan, tapi kemudian ada "hadiah" di belakangnya, itu hanyalah motivasi eksternal yang sifatnya sementara, bukan jangka panjang. Hadiah tak melulu berupa bar

83. Apa Judulnya ?

Petang tadi, saya memesan taksi melalui apps. Muncul nama penjemputnya adalah Rivai. Tak sampai 5 menit mobil yang jemput tiba di Warung Mie Aceh di daerah Tawanjuka kota Palu. Kubuka pintu mobil dan sang sopir menyapa dengan mengucapkan selamat malam. Mobil ini bersih, harum dan ada gantungan kaligrafi kecil bertulis lafaz Allah. "Bapak asal dari mana ?" sapaan standar saya jika bepergian ke luar pulau Jawa. "Daerah Minahasa pak. " jawab beliau dengan logat Sulawesi yang kental. "Asli daerah minahasa pak ?" tanya saya lagi. "Iya pak. " jawabnya " Apa suku daerah sana pak ? " "Kalau suku sih Jawa pak ....." jawab bapak itu. Dan lalu beliau bercerita bahwa beliau ada keturunan kelima dari pasukan Kyai Mojo dan Pangeran Diponegoro yang dibuang Belanda pada tahun 1830 pasca kekalahan perang pasukan Diponegoro. 64 orang yang dibuang Belanda waktu itu ke daerah Minahasa. Dan semuanya laki-laki. Tak ada perempu