Masalah pendidikan
di Indonesia sangatlah rumit. Mulai dari pungutan ilegal sampai
percaloan untuk masuk ke sekolah-sekolah favorit. Bukan hanya itu,
keluhan dari orang tua tentang gonta-gantinya buku teks pelajaran
adalah salah satu masalah yang sudah menahun. Hampir setiap tahun ada
keluhan seperti ini. Tidak seperti di tahun 1980an, buku paket zaman
itu adalah turunan dari kakak kelas ataupun kakak kandung kita
sendiri. Memang ada wacana di Kurikulum 2013, siswa tidak membeli buku paket, tapi dibelikan oleh sekolah dari dana BOS.
Sebenarnya pernahkah
kita berhitung berapa banyak sumber daya yang telah kita gunakan
untuk me. mbeli buku paket dalam setahun? Mungkin sudah pernah, tapi
tidak ada salahnya kalo saya membahas ulang. Saya akan bahas dari dua
sisi, dari sisi uang dan banyak kertas yang dikeluarkan.
Pertama,
dari berapa banyak uang. Dalam satu tahun anggap saja minimal 1 murid
membeli atau dibelikan dari dana bos lima buku paket. IPA, IPS, Matematika, Bahasa Indonesia dan Agama. Rata-rata harga buku terbitan penerbit swasta sekitar 40 ribu per buku per semester. Jika ada lima buku artinya 40 ribu x 5 yaitu sekitar 200 ribu. Jika dalam setahun 2 kali membeli maka akan memakan biaya 400 ribu. Dan sering juga sekolah meminta murid membeli LKS. Anggap aja biaya LKS 100 ribu per tahun. Maka per tahun siswa memerluka 500 ribu rupiah untuk membeli buku dan LKS, jika dalam satu sekolah terdapat 200
murid maka uang yang dibelanjakan untuk membeli buku paket adalah 100
juta rupiah.
Wow! Fantastis. Kemudian tahun depan, uang yang dikeluarkan adalah
100 juta lagi (atau bahkan lebih karena buku paket setiap tahun
naik). Jadi, dalam setiap angkatan (dari masuk hingga lulus) di
sekolah dasar, akan menghabiskan dana sekitar 600
juta..
Uang
sebesar ini bisa untuk membuat gedung perpustakaan senilai 100 juta
dengan erkon, komputer dan software pendukung. 500 juta sisanya bisa
digunakan untuk membeli buku referensi, buku cerita dan alat peraga.
Dan. uang sebesar 500 juta ini dapat digunakan untuk membeli sekitar
5
ribu – 10 ribu
buku/alat peraga.
Kedua, adalah dari
sisi lingkungan. 1 buku paket beratnya sekitar 300 gram, jadi jika
murid membeli buku Sains, agama, sosial, PKN, matematika saja (karena
ada juga yang membeli buku paket olahraga dan seni) maka total
beratnya adalah 1,5 kg. Jika ada 200 murid maka kertas yang digunakan
oleh sekolah tersebut untuk buku paket adalah 300 kg. Dan ini setara
dengan 3 – 4 pohon (1 pohon dapat menjadi 80 kg kertas). Bayangkan
jika dalam ada 10 sekolah, 100 sekolah dan 100 sekolah. Ribuan pohon
yang bisa kita hemat.
Lalu, ke mana semua
larinya buku paket itu tahun depan? Buku paket itu tahun depan akan
menjadi penghuni gudang pengap dan makanan tikus, atau paling banter
akan menjadi barang kiloan yang nilainya jauh dibadingkan dengan buku
itu sendiri. Karena, bisa dijamin hampir tidak ada murid yang mau
menggunakan buku paket bekas dari kakak-kakaknya.
Apakah ada solusi untuk ini. Menurut pengalaman saya menjadi kepala sekolah di 2 sekolah. Di Aceh dan di Palangka Raya, saya akan katakan ada solusi untuk itu. Apa solusinya ? Solusinya adalah sekolah tidak lagi menggunakan buku paket sebagai bahan ajar siswa.
Bisakah sekolah tanpa buku paket? Harusnya bisa jika :
1. Sekolah fokus untuk mengembangkan fasilitas di perpustakaan sekolah. Baik dari isinya hingga pengelolaannya.
2. Sekolah memfasilitasi guru untuk memperdalam isi kurikulum dan tahapan perkembangan anak. Karena dengan 2 hal ini guru akan tahu materi A bagaimana baiknya menyampaikan ke anak sesuai dengan tahapan perkembangannya.
Bisakah ? Ini sebuah terobosan. Di luar mainstream memang. Tapi gak ada salahnya dicoba.
Bisakah sekolah tanpa buku paket? Harusnya bisa jika :
1. Sekolah fokus untuk mengembangkan fasilitas di perpustakaan sekolah. Baik dari isinya hingga pengelolaannya.
2. Sekolah memfasilitasi guru untuk memperdalam isi kurikulum dan tahapan perkembangan anak. Karena dengan 2 hal ini guru akan tahu materi A bagaimana baiknya menyampaikan ke anak sesuai dengan tahapan perkembangannya.
Bisakah ? Ini sebuah terobosan. Di luar mainstream memang. Tapi gak ada salahnya dicoba.
Ok, coba kita bedah
isi buku paket sekarang. Saya akan mengambil contoh dari pelajaran
agama dan sains di sekolah dasar di kelas 1. Di materi agama islam
dalam buku terdapat materi tentang mempelajari huruf hijaiyah,
mengahal surah al-fatihah dan an-nas serta ada tata cara berwudhu dan
shalat. Bisakah tanpa buku paket? Jawabannya lugas dan tegas, bisa!
Anda mengajarkan huruf hijaiyah tidak perlu buku paket, yang anda
perlukan adalah metode yang tepat untuk mengajarkan dasar quran ini.
Ada beberapa yang sudah dikenal, ada iqro, qiroati dan ada juga yang
baru yaitu fonik baghdadi, atau metode apa aja yang sudah terbiasa
anda lakukan. Mengahfal surah yang perlu disediakan adalah quran
bukan buku paket. Sedangkan tata cara berwudhu, yang perlu anda
lakukan adalah praktek wudhu dan shalat, bukan penjelasan-penjelasan
teoritis yang bagi anak usia dini, karena mereka lebih mudah melalui
praktek langsung. Di materi sains ada pelajaran mengenai alat tubuh
diri, cara merawatnya, hidup sehat, lingkungan sehat. Saya rasa guru
bahkan orang tua yang bukan gurupun dapat menjelaskan tanpa buku
paket. Yang anda perlukan adalah buku cerita tentang alat di tubuh,
cara merawatnya, cerita tentang lingkungan, buku cerita tentang cuaca
dan lain sebagainya. Dan tak kalah pentingnya adalah anak-anak
merasakan langsung dengan cara yang kongkret, bukan sekedar di
awang-awang di buku paket dan soal-soal saja. Ini hanya sebagaian
contoh saja. Untuk yang level yang lebih tinggi juga kurang lebih
saja.
Coba saya akan ilustrasikan lagi pembelajaran yang ada di kelas 4 tentang macam-macam tanah dan lapisan tanah. Siswa bisa bereksperimen dengan mencangkul tanah bersama gurunya. Hinggal kedalaman tertentu dan kemudian mengambil berbagai macam tanah dari lapisan yang ada. Tak perlu dalam-dalam. Sekitar 50 cm kita bahkan sudah dapat melihat beberapa lapisan tanah. Nah, kemudian siswa akan mencari referensi yang ada di perpustakaan. Dari buku refernsi tentang tanah yang sudah disediakan oleh sekolah.
Dengan seperti ini, siswa akan belajar secara holistik. Mereaka akan belajar bahwa buku adalah salah satu refernsi. Ini cara ilmiah yang dilakukan oleh seorang ilmuwan. Luar biasa kan ?
Coba saya akan ilustrasikan lagi pembelajaran yang ada di kelas 4 tentang macam-macam tanah dan lapisan tanah. Siswa bisa bereksperimen dengan mencangkul tanah bersama gurunya. Hinggal kedalaman tertentu dan kemudian mengambil berbagai macam tanah dari lapisan yang ada. Tak perlu dalam-dalam. Sekitar 50 cm kita bahkan sudah dapat melihat beberapa lapisan tanah. Nah, kemudian siswa akan mencari referensi yang ada di perpustakaan. Dari buku refernsi tentang tanah yang sudah disediakan oleh sekolah.
Dengan seperti ini, siswa akan belajar secara holistik. Mereaka akan belajar bahwa buku adalah salah satu refernsi. Ini cara ilmiah yang dilakukan oleh seorang ilmuwan. Luar biasa kan ?
Belanja buku paket
adalah sebuah kepentingan bisnis yang menunggangi pendidikan tanpa
ada efek yang sangat berarti dan sangat kental manipulasinya, dengan
merubah kulit buku, mengotak-atik letak halaman dengan tujuan agar
dianggap berebeda namun ternyata sama saja.
Sekolah, orang tua
dan guru serta pengambil keputusan di negeri ini harus berani untuk
merubah ini, demi mencerdaskan pendidikan, bukan memperkaya penerbit
buku dengan cara yang kurang tepat. Begitu juga para penerbit buku
perlu mengalihkan bisnisnya ke bisnis yang lebih bermanfaat, buku
referensi, buku cerita dan buku-buku yang lebih berbobot lainnya.
Bukan menjadikan siswa sebagai pasar saja.
Komentar
Posting Komentar