Langsung ke konten utama

7. Memilih Anak, Bukan Memilih Baju


Salah satu masalah besar pendidikan di Indonesia adalah tidak meratanya pendidikan. Baik secara jumlah sekolah, jumlah guru, fasilitas hingga konsep yang baik. Tidak hanya di di daerah terpencil. Kesenjangan itu bahkan ada di kota-kota besar. Kesenjangan kadang bukan karena ketidaksengajaan atau karena kendala geografis atau alam yang sulit untuk dikontrol, tapi kesenjangan itu kadang memang dibuat dan dikreasi sendiri oleh negara. Contoh sederhana adalah dibentuknya sekolah RSBI atau SBI (yang pada akhirnya dibubarkan oleh MK), atau sekolah unggulan lainnya. Sama-sama sekolah negeri bahkan sama-sama di ibukota provinsi misalnya, tapi memiliki fasilitas yang jauh berbeda, baik fisik maupun kesiapan gurunya. Negara sibuk dengan membuat menara gading. Peraturan bahwa di setiap kabupaten harus ada satu sekolah bertaraf international adalah contoh peraturan menara gading itu.

Adanya perbedaan fasilitas dan kualitas yang jauh dari sekolah-sekolah ini mencipatkan ekses baru, yaitu berbondong-bondongnya orang tua wali murid untuk memasukkan anaknya ke sekolah-sekolah favorit itu. Ekses ini kemudian membuat ekses baru, bak sebuah permainan domino. Seleksi penerimaan murid barulah ekses berikutnya. Banyak sekolah dengan congkaknya menentang peraturan yang dibuat oleh pemerintah, bahkan sekolah negeripun melakukan hal yang sama. Seleksi muridsi anak berkembang dengan optimal dan sesuai dengan tahapannya, bukan sekolah yang menerima anak-anak pintar saja. baru di sekolah dasar yang harusnya tidak ada tes akademis dan calistung, tapi bagaikan memilih baju di pasar, sekolahpun melakukan hal yang sama dengan anak-anak. Dipilih yang baik, cerdas dan pintar untuk menjadi muridnya, sisanya silahan cari sekolah lain yang bukan sekolah favorit.

Sekolah dasar, namanya juga dasar, artinya yang diajarkan haruslah yang dasar-dasar. Dasar membaca, dasar berhitung, dasar berkomunikasi, dasar sains dan beberapa hal dasar lainnya. Artinya, guru di sekolah dasar harusnya siap untuk mengajarkan hal-hal dasar itu. Bukan memilih-milih anak yang sudah siap saja. Apalagi memilih anak-anak yang sudah siap untuk calistung saja. Anak yang tidak bisa membaca dan beritung tidak bisa menjadi murid sekolah-sekolah favorit atau unggulan. Kalo murid-murid yang sudah pintar, gak perlu bingung-bingung lagi ngajarin, tinggal jelasin satu kali beres semuanya. Sekolah seperti ini kok dibilang unggulan? Lha emang muridnya yang pintar kok, bukan gurunya yang pandai mengolah anak.

Sekolah unggulan itu harusnya sekolah yang menerima anak apa adanya dan akhirnya bisa membuat potensi anak berkembang dengan optimal dan sesuai dengan tahapannya, bukan sekolah yang menerima anak-anak pintar saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

15. Tentang Tim Penagak Disiplin Sekolah

Di beberapa sekolah ada Tim yang bertugas untuk menegakkan disiplin di lingkungan sekolah. Biasanya, tim ini dipilih oleh guru dari beberapa siswa yang memiliki kriteria tertentu. Bisa karena perilakunya yang baik, menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik dan lain sebagainya. Tugas dari tim ini bermacam-macam, masing-masing sekolah memiliki perbedaan. Ada yang bertugas mencatat kesalahan yang dilakukan siswa, menegur siswa yang masbuk dalam shalat, yang bermain-main dalam shalat,ada juga yang hanya tugasnya memotivasi anak lain atau menjadi model bagi anak lain. Disiplin bagi anak bukanlah perkara membalik telapak tangan. Displin bagi anak adalah proses jangka panjang yang dipengaruhi banyak faktor. Rumah, sekolah, lingkungan, teman dan banyak hal lain yang bisa mempengaruhi perilaku anak. Kalau sekarang, mungkin TV, gadget dan game perlu dimasukkan dalam hal yang mempengaruhi anak.Bahkan, benda-benda itu kadang lebih dominan dalam mempengaruhi perilaku anak dibandingkan orang t

97. Saatnya Kita Berbenah

Mengapa Masih Terjadi Kekerasan dalam Sekolah Saya menulis ini bukan ingin menunjuk dan menyalahkan pihak-pihak yang berada sebagai stake holder. Tapi ini murni agar kita bisa refleksi dan memperbaiki ini semua. Saya melihat, ada 4 hal yang harusnya menjadi perhatian. Pertama, msalah pola asuh Bahwa tak bisa dipungkiri, bahwa sudah sangat banyak yang penelitian yang menyimpulkan bahwa pola asuh sangat berhubungan dengan perilaku manusia. Anak yang diasuh dengan pengasuhan yang patut akan tumbuh dengan jiwa yang lebih sehat, sebaliknya dengan anak yamg diasuh dengan keras dan pengabaian memyebabkan anak lebih rapuh. Bisa cenderung pasif, bisa pula sangat agresif. Dan sayangnya, masalah utama ini belum menjadi perhatian serius kita. Hampir tak ada kurikulum kita yang menyiapkan anak untuk menjadi orang tua. Begitu juga di sekolah, tak banyak sekolah yang mengadakan parenting secara rutin. Kedua, masalah pengetahuan guru tentang ilmu anak, jiwa dan keguruan. Masih ada guru-gu

16. Rapor Deskripsi

Rapor deskripsi sebenarnya sudah mulai sejak 2006. Sejak diperlakukan kurikulum 2006 seharusnya rapor sudah dalam bentuk deskripsi. Namun, sedikit sekali sekolah yang menerapkan rapor deskripsi sejak tahun 2006. Banyak hal mengapa belum diterapkan. Salah satunya adalah kesulitan dalam membuatnya. Perlu energi ekstra dan pelatihan dan evaluasi yang terus menerus. Proses edit dari kepala sekolah atau wakil sekolah dalam hal tata bahasa dan kepatutan juga menjadi hal yang penting. Saya ingin berbagi mengenai rapor deskripsi yang telah kami lakukan di Sahabat Alam. Rapor deskripsi ini kami bikin sejak awal sekolah ini berdiri tahun 2010. Dan terus mengalami perbaikan setiap semester. Di tulisan ini saya akan berbagi sedikit tentang apa yang dilakukan di Sahabat ALam Palangka Raya. Tentu masih banyak juga kekurangan yang kami lakukan. Silahkan beri masukan tulisan ini. Selamat menikmati 1. Rapor harusnya menggambarkan secara gamblang bagaimana kondisi capaian anak. Jadi ketika orang t