Salah satu impian seorang lelaki ketika menikah dengan seorang perempuan tentunya (no LGBT ya .... ) adalah memiliki seorang anak. Mereka merindukan ketika adanya panggilan Ayah dari seorang anak.
Semua calon ayah, memimpikan memiliki anak yang kemudian bisa "mewarisi" kehebatannya. Banyak ayah yang membanggakan anaknya. "Itu anakku". Begitu juga anak, sering kita lihat bangga pada sosok ayahnya, meski kadang ayahnya bukanlah ayah yang terlalu baik bagi dirinya.
Namun, kadang mimpi ini tak selalu menjadi kenyataan. Takdir kadang berkata lain. Ayah ternyata mendapatkan kondisi pada anaknya tak sesuai dengan impiannya. Bisa jadi itu didapat ketika mereka lahir, atau kadang juga beberapa tahun kemudian ayah baru menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda pada anaknya.
Tak mudah menghadapi kondisi seperti ini, karena tak ada dalam doa seorang ayah untuk mendapatkan anak dengan kondisi yang berbeda dengan sebagaian besar anak lainnya. Apalagi jika itu permanen hingga seumur hidup anaknya. Hancur, remuk perasaan seorang ayah mendapatkan kondisi ini. Bahkan sebagian ada yang kemudian "menghukum" Tuhan dengan menyesali apa yang diberikan-Nya. Merasa tak diperlakukan adil, merasa bahwa Tuhan "jahat", merasa bahwa Tuhan ini dan itu.
Tak mudah memang menghadapi situasi ini, apalagi bagi seorang ayah yang memiliki ego. Malu. Marah. Kecewa.
Tak mudah memang, namun izinkanlah saya berbagi tentang apa yang bisa kita lakukan ayah....
Ayah, tahukah bahwa kita adalah satu-satunya sosok yang ditunggu oleh anak-anak laki-laki kita untuk menjadi pahlawan bagi mereka ?
Ayah, tahukah bahwa kita adalah satu-satunya sosok yang ditunggu oleh anak-anak perempuan kita sebagai cinta pertama mereka ?
Apapun kondisi mereka. Apakah ADHD, Autism, atau bahkan ketika mereka menderita penyakit ganas yang menahun. Hanya itu impian mereka pada kita. Menjadi pahlawan dan cinta pertama bagi mereka.
Ayah, hidup ini adalah pilihan. Bahwa mereka adalah anak kita, itu ada sebuah pemberian. Namun bagaimana sikap kita itu adalah pilihan. Bukan hal mudah untuk menerima keadaa ini, namun sebenarnya kondisi inilah yang seharusnya membuat kita dapat terus melangkah, karena ada anak-anak yang membutuhkan sentuhan kita. Ada anak-anak yang menunggu sosok seorang ayah hadir dan menerima dirinya dalam kondisi apapun.
Hidup ini memang pilihan. Kita bisa memilih ini sebagai kesulitan bagi hidup kita karena menganggap ini sebagai beban bagi hidup kita, karena mungkin ukuran kita adalah kenyamanan dan impian-impian kita. Namun, kita juga bisa mengguanakan perspektif lain bahwa hidup bukanlah sekedar mengejar kebahagiaan tapi juga menjadikan sekitar kita menjadi lingkungan yang lebih baik. Ketika kita memilih langkah ini dan menganggap bahwa ini adalah anugerah dari Allah SWT karena tak semua orang dapat kesempatan ini karena hanya sebagian kecil saja ayah di dunia ini yang mendapatkan kesempatan ini, itulah awal keberhasilan kita dan anak kita untuk menatap masa depan yang lebih baik.
Ketika kita memilih untuk terus melangkah, mengorbankan ego kita, mengikhlaskan hidup kita dan memberikan kesempatan pada anak kita untuk mendapatkan kebutuhannya di atas kebutuhan kita, sebenarnya itulah sebenar-benarnya ayah. Dan sekali lagi, tak semua ayah di dunia ini merasakan apa yang kita rasakan dan seharusnya kita bangga karena dipilih oleh Allah SWT untuk menjadi ayah yang sebenar-benarnya.
Ayah, kondisi apapun pada anak kita. Apakah ADHD, Autism, kanker, disabilitas indra atau lainnya, tugas kita sebanarnya sederhana, yakni menghargai mereka pada kondisi apapun keadaannya, mengasuh dengan fleksibilitas karena pasti kondisi mereka tidaklah sama dengan anak-anak lainnya, dan seharusnya mereka tumbuh bersama dengan kita ayahnya. Karepadna, pada kenyataannya merekalah yang mengajarkan pada kita bagaimana menjadi ayah sesungguhnya, ayah yang tak lari dari kenyataan tapi ayah yang menegakkan kepalanya menghadapi kenyataan.
Pilihan sekarang pada ayah. Maju terus mengasuh anak kita apapun kondisinya, atau lari dari kenyataan untuk menjadi ayah yang sesungguhnya bersama ayah-ayah lainnya.
* Dari seorang ayah yang diberi anugerah
- anak pertama yang menderita prekoks pubertas (karena adanya tumor di hipofisenya)
- anak ketiga yang meninggal setelah dirawat di RS selama 1 bulan.
Untuk ayah-ayah di Indonesia yang memiliki anak-anak spesial.
*Tulisan ini terinspirsi dari web father.com, dengan ditulis ulang dengan bahasa sendiri.
Semua calon ayah, memimpikan memiliki anak yang kemudian bisa "mewarisi" kehebatannya. Banyak ayah yang membanggakan anaknya. "Itu anakku". Begitu juga anak, sering kita lihat bangga pada sosok ayahnya, meski kadang ayahnya bukanlah ayah yang terlalu baik bagi dirinya.
Namun, kadang mimpi ini tak selalu menjadi kenyataan. Takdir kadang berkata lain. Ayah ternyata mendapatkan kondisi pada anaknya tak sesuai dengan impiannya. Bisa jadi itu didapat ketika mereka lahir, atau kadang juga beberapa tahun kemudian ayah baru menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda pada anaknya.
Tak mudah menghadapi kondisi seperti ini, karena tak ada dalam doa seorang ayah untuk mendapatkan anak dengan kondisi yang berbeda dengan sebagaian besar anak lainnya. Apalagi jika itu permanen hingga seumur hidup anaknya. Hancur, remuk perasaan seorang ayah mendapatkan kondisi ini. Bahkan sebagian ada yang kemudian "menghukum" Tuhan dengan menyesali apa yang diberikan-Nya. Merasa tak diperlakukan adil, merasa bahwa Tuhan "jahat", merasa bahwa Tuhan ini dan itu.
Tak mudah memang menghadapi situasi ini, apalagi bagi seorang ayah yang memiliki ego. Malu. Marah. Kecewa.
Tak mudah memang, namun izinkanlah saya berbagi tentang apa yang bisa kita lakukan ayah....
Ayah, tahukah bahwa kita adalah satu-satunya sosok yang ditunggu oleh anak-anak laki-laki kita untuk menjadi pahlawan bagi mereka ?
Ayah, tahukah bahwa kita adalah satu-satunya sosok yang ditunggu oleh anak-anak perempuan kita sebagai cinta pertama mereka ?
Apapun kondisi mereka. Apakah ADHD, Autism, atau bahkan ketika mereka menderita penyakit ganas yang menahun. Hanya itu impian mereka pada kita. Menjadi pahlawan dan cinta pertama bagi mereka.
Ayah, hidup ini adalah pilihan. Bahwa mereka adalah anak kita, itu ada sebuah pemberian. Namun bagaimana sikap kita itu adalah pilihan. Bukan hal mudah untuk menerima keadaa ini, namun sebenarnya kondisi inilah yang seharusnya membuat kita dapat terus melangkah, karena ada anak-anak yang membutuhkan sentuhan kita. Ada anak-anak yang menunggu sosok seorang ayah hadir dan menerima dirinya dalam kondisi apapun.
Hidup ini memang pilihan. Kita bisa memilih ini sebagai kesulitan bagi hidup kita karena menganggap ini sebagai beban bagi hidup kita, karena mungkin ukuran kita adalah kenyamanan dan impian-impian kita. Namun, kita juga bisa mengguanakan perspektif lain bahwa hidup bukanlah sekedar mengejar kebahagiaan tapi juga menjadikan sekitar kita menjadi lingkungan yang lebih baik. Ketika kita memilih langkah ini dan menganggap bahwa ini adalah anugerah dari Allah SWT karena tak semua orang dapat kesempatan ini karena hanya sebagian kecil saja ayah di dunia ini yang mendapatkan kesempatan ini, itulah awal keberhasilan kita dan anak kita untuk menatap masa depan yang lebih baik.
Ketika kita memilih untuk terus melangkah, mengorbankan ego kita, mengikhlaskan hidup kita dan memberikan kesempatan pada anak kita untuk mendapatkan kebutuhannya di atas kebutuhan kita, sebenarnya itulah sebenar-benarnya ayah. Dan sekali lagi, tak semua ayah di dunia ini merasakan apa yang kita rasakan dan seharusnya kita bangga karena dipilih oleh Allah SWT untuk menjadi ayah yang sebenar-benarnya.
Ayah, kondisi apapun pada anak kita. Apakah ADHD, Autism, kanker, disabilitas indra atau lainnya, tugas kita sebanarnya sederhana, yakni menghargai mereka pada kondisi apapun keadaannya, mengasuh dengan fleksibilitas karena pasti kondisi mereka tidaklah sama dengan anak-anak lainnya, dan seharusnya mereka tumbuh bersama dengan kita ayahnya. Karepadna, pada kenyataannya merekalah yang mengajarkan pada kita bagaimana menjadi ayah sesungguhnya, ayah yang tak lari dari kenyataan tapi ayah yang menegakkan kepalanya menghadapi kenyataan.
Pilihan sekarang pada ayah. Maju terus mengasuh anak kita apapun kondisinya, atau lari dari kenyataan untuk menjadi ayah yang sesungguhnya bersama ayah-ayah lainnya.
* Dari seorang ayah yang diberi anugerah
- anak pertama yang menderita prekoks pubertas (karena adanya tumor di hipofisenya)
- anak ketiga yang meninggal setelah dirawat di RS selama 1 bulan.
Untuk ayah-ayah di Indonesia yang memiliki anak-anak spesial.
*Tulisan ini terinspirsi dari web father.com, dengan ditulis ulang dengan bahasa sendiri.
Komentar
Posting Komentar