Langsung ke konten utama

49. Ayah dan Anak-anak Spesial

Salah satu impian seorang lelaki ketika menikah dengan seorang perempuan tentunya (no LGBT ya .... ) adalah memiliki seorang anak. Mereka merindukan ketika adanya panggilan Ayah dari seorang anak.
Semua calon ayah, memimpikan memiliki anak yang kemudian bisa "mewarisi" kehebatannya. Banyak ayah yang membanggakan anaknya. "Itu anakku". Begitu juga anak, sering kita lihat bangga pada sosok ayahnya, meski kadang ayahnya bukanlah ayah yang terlalu baik bagi dirinya.
Namun, kadang mimpi ini tak selalu menjadi kenyataan. Takdir kadang berkata lain. Ayah ternyata mendapatkan kondisi pada anaknya tak sesuai dengan impiannya. Bisa jadi itu didapat ketika mereka lahir, atau kadang juga beberapa tahun kemudian ayah baru menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda pada anaknya.
Tak mudah menghadapi kondisi seperti ini, karena tak ada dalam doa seorang ayah untuk mendapatkan anak dengan kondisi yang berbeda dengan sebagaian besar anak lainnya. Apalagi jika itu permanen hingga seumur hidup anaknya. Hancur, remuk perasaan seorang ayah mendapatkan kondisi ini. Bahkan sebagian ada yang kemudian "menghukum" Tuhan dengan menyesali apa yang diberikan-Nya. Merasa tak diperlakukan adil, merasa bahwa Tuhan "jahat", merasa bahwa Tuhan ini dan itu.
Tak mudah memang menghadapi situasi ini, apalagi bagi seorang ayah yang memiliki ego. Malu. Marah. Kecewa.
Tak mudah memang, namun izinkanlah saya berbagi tentang apa yang bisa kita lakukan ayah....
Ayah, tahukah bahwa kita adalah satu-satunya sosok yang ditunggu oleh anak-anak laki-laki kita untuk menjadi pahlawan bagi mereka ?
Ayah, tahukah bahwa kita adalah satu-satunya sosok yang ditunggu oleh anak-anak perempuan kita sebagai cinta pertama mereka ?
Apapun kondisi mereka. Apakah ADHD, Autism, atau bahkan ketika mereka menderita penyakit ganas yang menahun. Hanya itu impian mereka pada kita. Menjadi pahlawan dan cinta pertama bagi mereka.
Ayah, hidup ini adalah pilihan. Bahwa mereka adalah anak kita, itu ada sebuah pemberian. Namun bagaimana sikap kita itu adalah pilihan. Bukan hal mudah untuk menerima keadaa ini, namun sebenarnya kondisi inilah yang seharusnya membuat kita dapat terus melangkah, karena ada anak-anak yang membutuhkan sentuhan kita. Ada anak-anak yang menunggu sosok seorang ayah hadir dan menerima dirinya dalam kondisi apapun.
Hidup ini memang pilihan. Kita bisa memilih ini sebagai kesulitan bagi hidup kita karena menganggap ini sebagai beban bagi hidup kita, karena mungkin ukuran kita adalah kenyamanan dan impian-impian kita. Namun, kita juga bisa mengguanakan perspektif lain bahwa hidup bukanlah sekedar mengejar kebahagiaan tapi juga menjadikan sekitar kita menjadi lingkungan yang lebih baik. Ketika kita memilih langkah ini dan menganggap bahwa ini adalah anugerah dari Allah SWT karena tak semua orang dapat kesempatan ini karena hanya sebagian kecil saja ayah di dunia ini yang mendapatkan kesempatan ini, itulah awal keberhasilan kita dan anak kita untuk menatap masa depan yang lebih baik.
Ketika kita memilih untuk terus melangkah, mengorbankan ego kita, mengikhlaskan hidup kita dan memberikan kesempatan pada anak kita untuk mendapatkan kebutuhannya di atas kebutuhan kita, sebenarnya itulah sebenar-benarnya ayah. Dan sekali lagi, tak semua ayah di dunia ini merasakan apa yang kita rasakan dan seharusnya kita bangga karena dipilih oleh Allah SWT untuk menjadi ayah yang sebenar-benarnya.
Ayah, kondisi apapun pada anak kita. Apakah ADHD, Autism, kanker, disabilitas indra atau lainnya, tugas kita sebanarnya sederhana, yakni menghargai mereka pada kondisi apapun keadaannya, mengasuh dengan fleksibilitas karena pasti kondisi mereka tidaklah sama dengan anak-anak lainnya, dan seharusnya mereka tumbuh bersama dengan kita ayahnya. Karepadna, pada kenyataannya merekalah yang mengajarkan pada kita bagaimana menjadi ayah sesungguhnya, ayah yang tak lari dari kenyataan tapi ayah yang menegakkan kepalanya menghadapi kenyataan.
Pilihan sekarang pada ayah. Maju terus mengasuh anak kita apapun kondisinya, atau lari dari kenyataan untuk menjadi ayah yang sesungguhnya bersama ayah-ayah lainnya.

* Dari seorang ayah yang diberi anugerah
- anak pertama yang menderita prekoks pubertas (karena adanya tumor di hipofisenya)
- anak ketiga yang meninggal setelah dirawat di RS selama 1 bulan.

Untuk ayah-ayah di Indonesia yang memiliki anak-anak spesial.

*Tulisan ini terinspirsi dari web father.com, dengan ditulis ulang dengan bahasa sendiri.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

15. Tentang Tim Penagak Disiplin Sekolah

Di beberapa sekolah ada Tim yang bertugas untuk menegakkan disiplin di lingkungan sekolah. Biasanya, tim ini dipilih oleh guru dari beberapa siswa yang memiliki kriteria tertentu. Bisa karena perilakunya yang baik, menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik dan lain sebagainya. Tugas dari tim ini bermacam-macam, masing-masing sekolah memiliki perbedaan. Ada yang bertugas mencatat kesalahan yang dilakukan siswa, menegur siswa yang masbuk dalam shalat, yang bermain-main dalam shalat,ada juga yang hanya tugasnya memotivasi anak lain atau menjadi model bagi anak lain. Disiplin bagi anak bukanlah perkara membalik telapak tangan. Displin bagi anak adalah proses jangka panjang yang dipengaruhi banyak faktor. Rumah, sekolah, lingkungan, teman dan banyak hal lain yang bisa mempengaruhi perilaku anak. Kalau sekarang, mungkin TV, gadget dan game perlu dimasukkan dalam hal yang mempengaruhi anak.Bahkan, benda-benda itu kadang lebih dominan dalam mempengaruhi perilaku anak dibandingkan orang t

97. Saatnya Kita Berbenah

Mengapa Masih Terjadi Kekerasan dalam Sekolah Saya menulis ini bukan ingin menunjuk dan menyalahkan pihak-pihak yang berada sebagai stake holder. Tapi ini murni agar kita bisa refleksi dan memperbaiki ini semua. Saya melihat, ada 4 hal yang harusnya menjadi perhatian. Pertama, msalah pola asuh Bahwa tak bisa dipungkiri, bahwa sudah sangat banyak yang penelitian yang menyimpulkan bahwa pola asuh sangat berhubungan dengan perilaku manusia. Anak yang diasuh dengan pengasuhan yang patut akan tumbuh dengan jiwa yang lebih sehat, sebaliknya dengan anak yamg diasuh dengan keras dan pengabaian memyebabkan anak lebih rapuh. Bisa cenderung pasif, bisa pula sangat agresif. Dan sayangnya, masalah utama ini belum menjadi perhatian serius kita. Hampir tak ada kurikulum kita yang menyiapkan anak untuk menjadi orang tua. Begitu juga di sekolah, tak banyak sekolah yang mengadakan parenting secara rutin. Kedua, masalah pengetahuan guru tentang ilmu anak, jiwa dan keguruan. Masih ada guru-gu

16. Rapor Deskripsi

Rapor deskripsi sebenarnya sudah mulai sejak 2006. Sejak diperlakukan kurikulum 2006 seharusnya rapor sudah dalam bentuk deskripsi. Namun, sedikit sekali sekolah yang menerapkan rapor deskripsi sejak tahun 2006. Banyak hal mengapa belum diterapkan. Salah satunya adalah kesulitan dalam membuatnya. Perlu energi ekstra dan pelatihan dan evaluasi yang terus menerus. Proses edit dari kepala sekolah atau wakil sekolah dalam hal tata bahasa dan kepatutan juga menjadi hal yang penting. Saya ingin berbagi mengenai rapor deskripsi yang telah kami lakukan di Sahabat Alam. Rapor deskripsi ini kami bikin sejak awal sekolah ini berdiri tahun 2010. Dan terus mengalami perbaikan setiap semester. Di tulisan ini saya akan berbagi sedikit tentang apa yang dilakukan di Sahabat ALam Palangka Raya. Tentu masih banyak juga kekurangan yang kami lakukan. Silahkan beri masukan tulisan ini. Selamat menikmati 1. Rapor harusnya menggambarkan secara gamblang bagaimana kondisi capaian anak. Jadi ketika orang t