Langsung ke konten utama

50. Anak Saya Sulit diajak Shalat

Tulisan ini berdasarkan beberapa pertanyaan dari beberapa orang tua di beberapa tempat ketika saya mengisi kegiatan tentang pengasuhan. Ada yang pertanyaannya dikirim via WA atau telegram, ada juga pertanyaan langsung ketika acara berlangsung.
Beberapa orang tua ini ketika saya tanya berapa usia anaknya, sebagian menjawab sekitar 5-7 tahun, jadi fokus jawaban saya pada masalah ini adalah untuk rentang usia 5-7 tahun.
Pertama saya ingin jelaskan bahwa perkembangan anak itu tidak linear seperti pertumbuhannya. Anak tumbuh linear, semakin tambah bulan atau tahun, maka tinggi bada anak, posturnya dll akan mengalami peningkatan, kecuali jika ada masalah kesehatan. Sebaliknya, perkembangan anak tidaklah linear. Tapi jika bisa dibaratkan seperti obat nyamuk atau grafik cosinus yang naik turun. Misalkan ketika usia 2-3 tahun, anak suka sekali mandi, namun di usia 6-7 tahun sulit sekali meminta anak untuk mandi. Atau contoh lainnya, anak usia 5 tahun yang cenderung lebih mudah diminta melakukan sesuatu dibandingkan anak usia 7 tahun yang sudah cukup terpengaruh peer grupnya.
Kedua. Role model bagi anak adalah orang tuanya. Maka cara yang tepat adalah orang tua menunjukkan dengan konsisten untuk shalat tepat waktu dan dilakukan di masjid (untuk seorang ayah). Ini harus dilakukan sejak sedini mungkin. AYah dan bunda haruslah konsisten dengan meninggalkan segala aktifitasnya jika sudah waktu shalat. Konsisten juga ketika anak tetap bermain atau menonton, maka orang tua haruslah mengingatakan, "Maaf bang, ini sudah terdengar adzan, apa yang seharusnya abang lakukan ?", ini kita lakukan ketika anak sudah bisa diajak dialog. Pada anak usia 2-4 tahun, cukup kita katakan "Maaf bang, silahkan simpan mainannya, sekarang sudah waktunya shalat." Konsisten ini kita tunjukkan dengan tetap menunggu respon anak agar segera membereskan mainannya. Jika anak tidak mau juga, maka kita boleh katakan, "Abang mau bereskan 2 menit lagi atau 3 menit lagi ?" dan dia haruslah memilih dua pilihan itu. Jika tidak, maka kita pilihkan yang tercepat, biasanya kemudian anak akan memilih yang lebih lama. Dan setelah waktu selesai, kita ulang lagi agar mereka mau konsisten dengan pilihannya. Ini perlu konsistensi tingkat tinggi. Ayah bunda tidak boleh menyerah dengan rengekan, rayuan dan alasan yang dibuat-buat oleh anak. Tegas pada aturan akan membuat anak tahu pola asuh orang tuanya. Ini akan membuat anak akan lebih sehat jiwanya. Jika kita kalah dengan rengekan dan lain sebagainya, maka anak akan belajar dari pola ini dan akan memanfaatkan kelemahan kita.
Ketiga. Perintah rasul itu mengajarkan anak shalat pada usia 7-10 tahun. Artinya, 7 tahun x 365 hari x 5 kali waktu shalat. Panjang bukan ? Mengasuh anak membutuhkan kesabaran, konsistensi dan ketegasan (bukan keras). Jadi, jangan terlalu berharap anak usia 7-8 tahun kita bisa tiba-tiba rajin ke masjid. Sedikit saja kita abai pada konsistensi, maka anak akan belajar pada hal itu. Rasul memang memerintahkan kita untuk mengajari anak usia 7-10 tahun shalat, namun rasul sudah mengajak Hasan dan Husein sejak balita. Artinya ada tahapan sebelum mengajar, yakni menjadikan kita role model yang baik bagi anak usia balita kita dengan mengajaknya shalat di masjid. Pun, jangan berharap mereka menyelesaikan seluruh rangkain shalat, apalagi shalat tarawih yang lama. Mereka hadir dan shalat beberapa rakaat serta mau duduk di samping kita itu sudah perjuangan luar biasa bagi mereka.
Keempat. Beri apresiasi yang bervariatif. Jangan gunakan materi untuk menyogok mereka agar mau shalat. Buat senatural mungkin. Apresiasi yang ditunggu anak yang sesungguhnya adalah pelukan, ciuman, kata-kata positif dari ayah bundanya, bukan uang atau coklat ketika mereka melakukan kebaikan. Untuk anak usia menjelang baligh (9-10) tahun, mungkin ciuman dan pelukan sudah mulai berkurang, mereka membutuhkan yang lebih. Mereka membutuhkan tantangan yang lebih. Bisa dengan memberikan amanah agar anak usia ini yang mengajak adiknya berangkat shalat, membangunkan adiknya dan lain-lain. Penghargaan kita pada anak ini bisa dengan mengatakan "Abang, ketika kemarin kamu bangunkan adikmu, ayah merasa kamu telah meringankan tugas ayah di rumah ini". Anak usia ini perlu dibangun dalam dirinya perasaan bermanfaat bagi orang di sekitarnya, penghargaan dengan seperti itu dapat membangun sikap positif dalam dirinya.
Kelima. Ini yang terakhir dan paling penting menurut saya. Ayah bunda haruslah sevisi dalam masalah ini. Ayah bunda perlu diskusi dalam menentukan target-target yang perlu dikembangkan dalam diri anak termasuk dalam masalah shalat. Bukan hanya visi yang sifatnya abstrak, namun juga hingga hal teknis dalam menerapkan visi itu. Hal penting lainnya adalah dengan mengajak anak-anak diskusi tentang aturan shalat dan lainnya. Perlu ada family meeting dalam sosialisasi aturan atau bahkan orang tua bisa membuat aturan bersama anak. Tentu disesuaikan dengan tahapan perkembangan anak.

Ayah bunda, mengasuh anak bukanlah seperti sulap atau membalikkan sebelah tangan. Mengasuh anak peru kesabaran tingkat tinggi, konsistensi dan ketegasa, juga yang tak kalah pentingnya adalah doa agar mereka kita diberi kemudahan dalam mengasuh mereka.

Surabaya, 13 Juni 2016

Silahkan Join di
Chanel telegram : @sahabatsaura
Fanpage Fb : Pengasuhan Tsaura

untuk mendapatkan pesan-pesan pengasuhan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

15. Tentang Tim Penagak Disiplin Sekolah

Di beberapa sekolah ada Tim yang bertugas untuk menegakkan disiplin di lingkungan sekolah. Biasanya, tim ini dipilih oleh guru dari beberapa siswa yang memiliki kriteria tertentu. Bisa karena perilakunya yang baik, menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik dan lain sebagainya. Tugas dari tim ini bermacam-macam, masing-masing sekolah memiliki perbedaan. Ada yang bertugas mencatat kesalahan yang dilakukan siswa, menegur siswa yang masbuk dalam shalat, yang bermain-main dalam shalat,ada juga yang hanya tugasnya memotivasi anak lain atau menjadi model bagi anak lain. Disiplin bagi anak bukanlah perkara membalik telapak tangan. Displin bagi anak adalah proses jangka panjang yang dipengaruhi banyak faktor. Rumah, sekolah, lingkungan, teman dan banyak hal lain yang bisa mempengaruhi perilaku anak. Kalau sekarang, mungkin TV, gadget dan game perlu dimasukkan dalam hal yang mempengaruhi anak.Bahkan, benda-benda itu kadang lebih dominan dalam mempengaruhi perilaku anak dibandingkan orang t

97. Saatnya Kita Berbenah

Mengapa Masih Terjadi Kekerasan dalam Sekolah Saya menulis ini bukan ingin menunjuk dan menyalahkan pihak-pihak yang berada sebagai stake holder. Tapi ini murni agar kita bisa refleksi dan memperbaiki ini semua. Saya melihat, ada 4 hal yang harusnya menjadi perhatian. Pertama, msalah pola asuh Bahwa tak bisa dipungkiri, bahwa sudah sangat banyak yang penelitian yang menyimpulkan bahwa pola asuh sangat berhubungan dengan perilaku manusia. Anak yang diasuh dengan pengasuhan yang patut akan tumbuh dengan jiwa yang lebih sehat, sebaliknya dengan anak yamg diasuh dengan keras dan pengabaian memyebabkan anak lebih rapuh. Bisa cenderung pasif, bisa pula sangat agresif. Dan sayangnya, masalah utama ini belum menjadi perhatian serius kita. Hampir tak ada kurikulum kita yang menyiapkan anak untuk menjadi orang tua. Begitu juga di sekolah, tak banyak sekolah yang mengadakan parenting secara rutin. Kedua, masalah pengetahuan guru tentang ilmu anak, jiwa dan keguruan. Masih ada guru-gu

16. Rapor Deskripsi

Rapor deskripsi sebenarnya sudah mulai sejak 2006. Sejak diperlakukan kurikulum 2006 seharusnya rapor sudah dalam bentuk deskripsi. Namun, sedikit sekali sekolah yang menerapkan rapor deskripsi sejak tahun 2006. Banyak hal mengapa belum diterapkan. Salah satunya adalah kesulitan dalam membuatnya. Perlu energi ekstra dan pelatihan dan evaluasi yang terus menerus. Proses edit dari kepala sekolah atau wakil sekolah dalam hal tata bahasa dan kepatutan juga menjadi hal yang penting. Saya ingin berbagi mengenai rapor deskripsi yang telah kami lakukan di Sahabat Alam. Rapor deskripsi ini kami bikin sejak awal sekolah ini berdiri tahun 2010. Dan terus mengalami perbaikan setiap semester. Di tulisan ini saya akan berbagi sedikit tentang apa yang dilakukan di Sahabat ALam Palangka Raya. Tentu masih banyak juga kekurangan yang kami lakukan. Silahkan beri masukan tulisan ini. Selamat menikmati 1. Rapor harusnya menggambarkan secara gamblang bagaimana kondisi capaian anak. Jadi ketika orang t