Langsung ke konten utama

51. Tegas Bukan Berarti Keras, Tak Keras bukan Berarti Membiarkan

Mengasuh adalah amanah dari Allah SWT pada kita, ayah bundanya. Mengasuh bukanlah hal yang mudah, karena dalam mengasuh kita memerlukan ilmu, kesabaran dan kekonsistenan. Mengasuh bukanlah seperti membalik sebelah tangan. Banyak hal yang terjadi di luar perkiraan kita.
Lebih sulit lagi, karena kita memang tidak disiapkan untuk mengasuh anak-anak kita. Kita menikah tanpa banyak memikirkan bagaimana nanti kita mengasuh anak-anak bersama pasangan kita. Sehingga, yang ada di kepala kita, mengasuh dan mendidik yang benar adalah mengasuh dengan cara yang diwariskan pendahulu kita. Baik orang tua, guru maupun kakek nenek kita.
Tak jarang, kita kesulitan membedakan antara ketegasan dan kekerasan. Karena memang kita tak pernah belajar tentang pengasuhan. Kita anggap, menjadi ayah yang keras itu sama dengan ayah yang tegas. Padahal dari terminologi saja, keduanya berbeda. Tegas dan keras bukanlah satu kesatuan. Keduanya berbeda. Bisa jadi ayah yang tegas tanpa melakukan kekerasan, namun bisa jadi sebaliknya, keras namun tak tegas.
Sebagian kita juga terjebak, bahwa kalau tidak diberi ketegasan, maka anak akan seenaknya. Ya, jika tidak keras, berarti kita sebenarnya melakukan pembiaran. Namun sekali lagi, tidak keras tidak sama dengan tidak tegas.
Dalam tulisan ini, saya ingin menyederhanakan penjelesan itu dengan beberapa ilustrasi.

Ilustrasi 1

Tegas
Suatu hari Anda makan bersama sahabat-sahabat Ana, seorang anak kemudian mengambil makanan dengan tangan kiri. Anda kemudian menahan tangan kiri anak ini dan kemudian mengatakan, "Ambillah dengan tangan ini (sambil memberi petunjuk tangan kanan), sesungguhnya setan itu makan dengan tangan kiri (sambil menjelaskan tentang hadist rasul)

Keras
Non verbal : Anda akan memukul tangan kiri anak itu
Verbal : Anda akan mengatakan : "Makan itu pakai tangan kanan! Kayak setan aja"

Pembiaran
Anda tidak melakukan apa-apa karena merasa "Ah biarin aja, toch juga masih kecil, kasihan"

Dampak
Anak-anak (11 tahun ke bawah) masih berpikir sangat kongkret, bukan abstrak. Bagi anak-anak yang stimulasinya belum sempurna, kadang hingga usia 15 tahun mereka masih kesulitan berpikir abstrak, jadi perlu ditunjukkan dengan aksi yang kongkret pula dengan menahan tangannya dan memngambi tangan kananannya untuuk mengambil makanan. Namun, ketika kita keras maka yang dirasakan dan diingat paling kuat adalah sakitnya dipukul atau malu karena diledek di depan orang lain. Bisa jadi dampaknya kemudian sama, anak sama-sama tidak makan dengan tangan kiri. Namun, yang satu dengan tanpa tekanan, satu lagi dengan tekanan.
Apa dampak dari pembiaran ? Kongkretnya, anak melihat bahwa tindakannya diperbolehkan karena tidak ada yang menegur atau meluruskan. Ke depan, anak merasa tindakannya benar.


Ilustrasi 2
Ibaratkan Anda seorang Panglima Perang, kemudian ada seorang anak berusia 13 tahun datang sambil membawa pedang yang melebihi tinggi badannya.

Tegas
Anda akan menepuk-nepuk bahu anak itu sambil berkata, "Datanglah ketika tinggimu melebih pedang ini"

Keras
Anda akan mengatakan, "Anak kecil bisa apa ikut perang ? Pulang sana "

Pembiaran
Anda akan mengabaikan kehadirannya. Anak bisa mengartikan dua hal, Anda membolehkan, atau Anda gak peduli dengan kehadirannya.


Ilustrasi 3
Anda seorang yang kaya, bukan mustahik. Tiba-tiba Anda melihat anak Anda sedang memakan makanan yang menjadi hak mustahik.

Tegas
Anda akan mengatakan "Muntahkan nak, itu haram, bukan hak kita !"

Keras
Verbal : "Dosa. Haram itu. Tahu gak sich ! Jadi anak kok kayak gitu, kalau mau makan itu nanya-nanya dulu, jangan asal serobot aja"

Non Verbal : Anda akan menampar atau mencubit anak Anda sambil berkata untuk melarang memakan makanan itu

Pembiaran
Anda hanya melihat saja, tak memberikan respon apa-apa. Baik respon berupa bahasa tubuh dan mimik muka.

Nah, ayah bunda, pilihan di tangan kita mau memilih yang mana untuk pengasuhan anak-anak kita. Kita menjadikan mereka tumbuh dengan ketegasan dan kebahagiaan atau dengan kekerasa dan pembiaran ? Mana yang kita pilih ?
Ketegasan itu membutuhkan sedikit ketegaan, karena bisa jadi ketika kita tegas, anak akan kecewa dan menangis karena pilihannya tidak dikabulkan ayahnya, dan ketika kita tidak tega, maka kita cenderung melakukan pembiaran. Ketegasan itu juga membutuhkan ketenangan emosional, karena ketika kita tidak tenang maka ketegasan kita akan mengarah menjadi kekerasan.

Catatan :Ayah bunda, ilustrasi ini sebagian saya ambil dari hadist, dan rasul melakukan hal yang pertama, yakni ketegasan. Yang hingga hari ini, menurut teoeri-teori pengasuhan dan pendidikan dibenarkan dan akan menumbuhkan kesadaran yang baik bagi anak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

15. Tentang Tim Penagak Disiplin Sekolah

Di beberapa sekolah ada Tim yang bertugas untuk menegakkan disiplin di lingkungan sekolah. Biasanya, tim ini dipilih oleh guru dari beberapa siswa yang memiliki kriteria tertentu. Bisa karena perilakunya yang baik, menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik dan lain sebagainya. Tugas dari tim ini bermacam-macam, masing-masing sekolah memiliki perbedaan. Ada yang bertugas mencatat kesalahan yang dilakukan siswa, menegur siswa yang masbuk dalam shalat, yang bermain-main dalam shalat,ada juga yang hanya tugasnya memotivasi anak lain atau menjadi model bagi anak lain. Disiplin bagi anak bukanlah perkara membalik telapak tangan. Displin bagi anak adalah proses jangka panjang yang dipengaruhi banyak faktor. Rumah, sekolah, lingkungan, teman dan banyak hal lain yang bisa mempengaruhi perilaku anak. Kalau sekarang, mungkin TV, gadget dan game perlu dimasukkan dalam hal yang mempengaruhi anak.Bahkan, benda-benda itu kadang lebih dominan dalam mempengaruhi perilaku anak dibandingkan orang t

97. Saatnya Kita Berbenah

Mengapa Masih Terjadi Kekerasan dalam Sekolah Saya menulis ini bukan ingin menunjuk dan menyalahkan pihak-pihak yang berada sebagai stake holder. Tapi ini murni agar kita bisa refleksi dan memperbaiki ini semua. Saya melihat, ada 4 hal yang harusnya menjadi perhatian. Pertama, msalah pola asuh Bahwa tak bisa dipungkiri, bahwa sudah sangat banyak yang penelitian yang menyimpulkan bahwa pola asuh sangat berhubungan dengan perilaku manusia. Anak yang diasuh dengan pengasuhan yang patut akan tumbuh dengan jiwa yang lebih sehat, sebaliknya dengan anak yamg diasuh dengan keras dan pengabaian memyebabkan anak lebih rapuh. Bisa cenderung pasif, bisa pula sangat agresif. Dan sayangnya, masalah utama ini belum menjadi perhatian serius kita. Hampir tak ada kurikulum kita yang menyiapkan anak untuk menjadi orang tua. Begitu juga di sekolah, tak banyak sekolah yang mengadakan parenting secara rutin. Kedua, masalah pengetahuan guru tentang ilmu anak, jiwa dan keguruan. Masih ada guru-gu

16. Rapor Deskripsi

Rapor deskripsi sebenarnya sudah mulai sejak 2006. Sejak diperlakukan kurikulum 2006 seharusnya rapor sudah dalam bentuk deskripsi. Namun, sedikit sekali sekolah yang menerapkan rapor deskripsi sejak tahun 2006. Banyak hal mengapa belum diterapkan. Salah satunya adalah kesulitan dalam membuatnya. Perlu energi ekstra dan pelatihan dan evaluasi yang terus menerus. Proses edit dari kepala sekolah atau wakil sekolah dalam hal tata bahasa dan kepatutan juga menjadi hal yang penting. Saya ingin berbagi mengenai rapor deskripsi yang telah kami lakukan di Sahabat Alam. Rapor deskripsi ini kami bikin sejak awal sekolah ini berdiri tahun 2010. Dan terus mengalami perbaikan setiap semester. Di tulisan ini saya akan berbagi sedikit tentang apa yang dilakukan di Sahabat ALam Palangka Raya. Tentu masih banyak juga kekurangan yang kami lakukan. Silahkan beri masukan tulisan ini. Selamat menikmati 1. Rapor harusnya menggambarkan secara gamblang bagaimana kondisi capaian anak. Jadi ketika orang t