Pagi ini sebelum mengakhiri kunjungan di Ponorogo, saya sempatkan mampir ke Sekolah Pelangi Alam. Ingin melihat progres yang sudah dilakukan oleh sekolah ini. Progres dari saran-saran yang saya sampaikan pada kunjungan sebelumnya.
Saya hanya berkata "wow, dahsyat" , karena banyak sekali menurut saya apa yang sudah mereka lakukan. Baik dari fisik, hingga bagaimana guru-gurunya menangani anak.
Ukuran yang saya pakai tentu ukuran sesuai dengan potensi yang mereka miliki tentunya.
Sekolah ini bukanlah sekolah dengan uang yang berlimpah. Bukan sekolah dengan potensi lahan yang luas. Sekolah yang diisi oleh orang-orang sederhana, yang memiliki semangat baja, visi yang kuat dan niat yang ikhlas menghadirkan sekolah yang lebih ramah anak.
Dari fisik, saya melihat keseriusan mereka dalam menghadirkan perpustakaan sederhana dengan jumlah buku yang sederhana pula. Saya tak melihat besarnya, tapi melihat keseriusannya, yang kadang di sekolah-sekolah besar tak dipikirkan, "Tak ada anggaran pak." Padahal, membeli erkon mereka mampu. Tapi di sekolah kecil ini, mereka cukup serius untuk menghadirkan sebuah perpustakaan.
Kran air juga mereka perhatikan. Pimpinan sekolah menceritakan bahwa mereka berniat membuat banyak kran air di dekat kelas, agar siswa mudah cuci kaki dan tangan. Saya menyarankan mereka membeli wastafel Stainles bekas. Tapi sungguh beruntung ada wali murid yang ahli landscape yang akan .embuatkan wastafel itu. Dahsyat kan. Karena tak semua sekolah menganggap hal ini penting.
Ah.. banyak sekali rencana mereka yang dahsyat, dan mereka bikin list itu. Mana yang akan mereka selesaikan terlebih dahulu, karena anggaran yang terbatas.
Oh ya, bahkan ruang laktasipun mereka pikirkan, agar guru lebih nyaman jika mengasuh anaknya.
Bagaimana dengan keadaan lainnya selain fisik ?
Saya melihat beberapa guru yang sudah menyanakan level mata ketika bicara, juga dengan suara yang lembut tanpa perlu dengan volume yang tinggi ketika bicara dengan siswa. Maka tak heran tak terdengar teriakan-teriakan siswa. Damai rasanya berada di sekolah mungil ini.
Bagaimana dengan anak-anaknya ? Foto-foto di bawah ini menggambarkan bagaimana wajah-wajah ceria mereka , mungkin karena diberinya kesempatan untuk eksplore yang "tanpa batas" di sekolah ini. Mungkin juga tak memberi tekanan-tekanan akademis yang gak perlu. (link foto)
Bukan hanya ceria, tapi bagaimana mereka bisa akrab satu sama lain. Bermain bersama, bergembira bersama. Bukankah menang itu tujuan utama pendidikan ? Yaitu menjadikan kebahagiaan sebagai unsur terpenting di dalamnya.
Kalau saya ingin ibaratkan dengan tempat menginap , dua hari di Ponorogo saya menginap di dua penginapan yang berbeda. Satu berbintang, satu lagi melati. Tapi ternyata yang melati lebih nyaman karena suasana yang dibuat adalah suasana rumah yang teduh, humble dan sederhana. Meski tetap dengan pelayanan yang standar.
Sekolah Pelangi Alam bukanlah sekolah bertabur bintang, tapi sekolah dengan kelas melati yang menebarkan keharuman bagi siapa saja yang berkunjung ke sana . Keharuman yang membuat kedamaian.
Ini jauh lebih penting daripada sekolah yang bertabur bintang di sana sini.
Saya rasa, sekolah seperti inilah yang dicita-citakan oleh Ki Hajar Dewantara. Sekolah yang sibuk berbenah menjadi sekolah yang ramah anak, bukan sekolah yang sibuk dengan aksesoris demi memenuhi ego orang dewasa.
Ponorogo, 2 Mei 2017
Hari Pendidikan Nasional
Rizqi Tajuddin
#BabahAca
-----
Salam hormat untuk Bu Farida Agustina, Dian Aulia Indah, pak Hakim, pak Imam Areyoque dan guru-guru lain serta wali murid dan yayasan.
Komentar
Posting Komentar