Langsung ke konten utama

84. Apa Pilihan Anda ?


Ada cerita seorang ayah tentang anaknya yang mau mencuci piringnya sendiri di sekolah, tapi tidak melakukan hal yang sama di rumah.

Ayah ini bingung, apa yang dilakukan di sekolah ternyata tak berefek di rumah.

Ada banyak kemungkinan tentunya tentang ini. Tapi, saya hanya akan membahas tentang hubungan perilaku pada nurutnya seorang anak dan tanggung jawab. Sebuah kegiatan dilakukan oleh anak, bisa karena dua alasan ini. Dilakukan karena nurut, atau dilakukan karena bertanggung jawab. Ini sesuatu yang berbeda.

Kita sebagai guru atau orang tua, sering sekali memiliki target , yang penting apa yang kita harapkan dikerjakan. Bangga anak mau melakukan pekerjaan, tanpa kita evaluasi apakah dia melakukan karena penurut, atau karena dia bertanggung jawab pada sesuatu yang menjadi tanggung jawabnya.

Meminta anak untuk mengerjakan, tapi kemudian ada "hadiah" di belakangnya, itu hanyalah motivasi eksternal yang sifatnya sementara, bukan jangka panjang. Hadiah tak melulu berupa barang, tapi bisa rayuan, ancaman tak disayang, ancaman hukuman (jika anak tak melakukan), bintang yang diberikan di sekolah juga bagian dari hadiah ini.

Efek ini biasanya cepat atau bahkan seketika dikerjakan ketika perintah diberikan pada anak. Tapi, ini tak berdampak jangka panjang pada anak. Kenapa ? Karena motivasi anak melakukan hanyalah pada "hadiah" yang diberikan. Ketika "hadiah" tak diberikan di rumah, maka anak tak mau mencuci piringnya di rumah. Tak ada reward di rumah, tak ada pula hukuman dari ortu. Tapi bukan berarti kita akan memberikan reward dsn hukuman agar mereka mau melakukan di rumah.

Ada hal yang jauh lebih efektif. Yaitu , dengan cinta/kasih sayang dan reason (alasan) mengapa anak perlu mencuci piringnya sendiri. Bisa jadi ini akan makan waktu yang lebih panjang dan mungkin sebagian orang tua dianggap berbelit-belit.

Membuat anak mau melakukan dengan bertanggung jawab perlu dialog tentang apa alasan mengapa hal itu perlu dilakukan.Dialog, bukan instruksi satu arah.

Mana yang akan Anda pilih ?


Palu, 28 Juli 2019

Rizqi Tajuddin
#BabahAca
#pengasuhanpatut
embunpetakdanum.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

15. Tentang Tim Penagak Disiplin Sekolah

Di beberapa sekolah ada Tim yang bertugas untuk menegakkan disiplin di lingkungan sekolah. Biasanya, tim ini dipilih oleh guru dari beberapa siswa yang memiliki kriteria tertentu. Bisa karena perilakunya yang baik, menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik dan lain sebagainya. Tugas dari tim ini bermacam-macam, masing-masing sekolah memiliki perbedaan. Ada yang bertugas mencatat kesalahan yang dilakukan siswa, menegur siswa yang masbuk dalam shalat, yang bermain-main dalam shalat,ada juga yang hanya tugasnya memotivasi anak lain atau menjadi model bagi anak lain. Disiplin bagi anak bukanlah perkara membalik telapak tangan. Displin bagi anak adalah proses jangka panjang yang dipengaruhi banyak faktor. Rumah, sekolah, lingkungan, teman dan banyak hal lain yang bisa mempengaruhi perilaku anak. Kalau sekarang, mungkin TV, gadget dan game perlu dimasukkan dalam hal yang mempengaruhi anak.Bahkan, benda-benda itu kadang lebih dominan dalam mempengaruhi perilaku anak dibandingkan orang t

97. Saatnya Kita Berbenah

Mengapa Masih Terjadi Kekerasan dalam Sekolah Saya menulis ini bukan ingin menunjuk dan menyalahkan pihak-pihak yang berada sebagai stake holder. Tapi ini murni agar kita bisa refleksi dan memperbaiki ini semua. Saya melihat, ada 4 hal yang harusnya menjadi perhatian. Pertama, msalah pola asuh Bahwa tak bisa dipungkiri, bahwa sudah sangat banyak yang penelitian yang menyimpulkan bahwa pola asuh sangat berhubungan dengan perilaku manusia. Anak yang diasuh dengan pengasuhan yang patut akan tumbuh dengan jiwa yang lebih sehat, sebaliknya dengan anak yamg diasuh dengan keras dan pengabaian memyebabkan anak lebih rapuh. Bisa cenderung pasif, bisa pula sangat agresif. Dan sayangnya, masalah utama ini belum menjadi perhatian serius kita. Hampir tak ada kurikulum kita yang menyiapkan anak untuk menjadi orang tua. Begitu juga di sekolah, tak banyak sekolah yang mengadakan parenting secara rutin. Kedua, masalah pengetahuan guru tentang ilmu anak, jiwa dan keguruan. Masih ada guru-gu

16. Rapor Deskripsi

Rapor deskripsi sebenarnya sudah mulai sejak 2006. Sejak diperlakukan kurikulum 2006 seharusnya rapor sudah dalam bentuk deskripsi. Namun, sedikit sekali sekolah yang menerapkan rapor deskripsi sejak tahun 2006. Banyak hal mengapa belum diterapkan. Salah satunya adalah kesulitan dalam membuatnya. Perlu energi ekstra dan pelatihan dan evaluasi yang terus menerus. Proses edit dari kepala sekolah atau wakil sekolah dalam hal tata bahasa dan kepatutan juga menjadi hal yang penting. Saya ingin berbagi mengenai rapor deskripsi yang telah kami lakukan di Sahabat Alam. Rapor deskripsi ini kami bikin sejak awal sekolah ini berdiri tahun 2010. Dan terus mengalami perbaikan setiap semester. Di tulisan ini saya akan berbagi sedikit tentang apa yang dilakukan di Sahabat ALam Palangka Raya. Tentu masih banyak juga kekurangan yang kami lakukan. Silahkan beri masukan tulisan ini. Selamat menikmati 1. Rapor harusnya menggambarkan secara gamblang bagaimana kondisi capaian anak. Jadi ketika orang t