Petang tadi, saya memesan taksi melalui apps. Muncul nama penjemputnya adalah Rivai. Tak sampai 5 menit mobil yang jemput tiba di Warung Mie Aceh di daerah Tawanjuka kota Palu.
Kubuka pintu mobil dan sang sopir menyapa dengan mengucapkan selamat malam. Mobil ini bersih, harum dan ada gantungan kaligrafi kecil bertulis lafaz Allah.
"Bapak asal dari mana ?" sapaan standar saya jika bepergian ke luar pulau Jawa.
"Daerah Minahasa pak. " jawab beliau dengan logat Sulawesi yang kental.
"Asli daerah minahasa pak ?" tanya saya lagi.
"Iya pak. " jawabnya
" Apa suku daerah sana pak ? "
"Kalau suku sih Jawa pak ....." jawab bapak itu.
Dan lalu beliau bercerita bahwa beliau ada keturunan kelima dari pasukan Kyai Mojo dan Pangeran Diponegoro yang dibuang Belanda pada tahun 1830 pasca kekalahan perang pasukan Diponegoro.
64 orang yang dibuang Belanda waktu itu ke daerah Minahasa. Dan semuanya laki-laki. Tak ada perempuan atau istri para pasukan itu.
Para pasukan itu kemudian menikah dengan para wanita Minahasa dan mengislamkannya. Semua tercatat di buku silsilah mereka menurut sopir taksi online ini.
"Jadi, nama moyang Bapak siapa pak ?" tanya saya
"Ahmad Rivai nama moyang saya pak. " jawab beliau.
Tak ada nama Jawa dari moyang sopir ini. Karena menurutnya, Ahmad Rivai memang awalnya bukan dari Jawa, tapi dari Timur Tengah. Dan kemudian mendirikan pssantren di daerah Kendal Jawa Tengah.
Di aplikasi, nama belakang sopir tersebut Rivai. Diambil dari nama moyangnya. Yang kemudian menjadi nama famili di semua keturunan Ahmad Rivai. Tentu bagi oramg Jawa ini tak lazim. Tapi menjadi biasa untuk suku minahasa dan keturunan timur tengah.
Menariknya, bapak ini tetap menceritakan silsilah dan sejarah moyangnya ke anak-anaknya. Ada buku silsilah keluarga katanya.
Menarik mendengar kisah-kisah seperti ini. Jika keluarga Rivai di Sulawesi masih memegang kuat kisah silsilah mereka, bagaimana dengan kisah keluarga Anda ?
Palu, 25 Juli 2019
Rizqi Tajuddin
#BabahAca
Komentar
Posting Komentar