Langsung ke konten utama

86. Di Mana Para Pejantan Tangguh



Pagi tadi, saya buka-buka timeline di fb. Berbagai macam berita, dari politik, pendidikan, konten tak berguna hingga tentang urusan pendidikan. Ada banyak hal menarik, tapi ada yang sangat menjadi perhatian saya. Timeline dari seorang guru yang membagi status dari akun sekolahnya. Status tentang drama Ibrahim-Ismail yang sedang diperankan di sebuah sekolah usia dini.
Yang menarik adalah, guru-guru bermain drama dan para siswa melihat dengan antusias. Terlihat dari wajah dan gemuruh sambutan siswa pada guru-guru itu. Menarik dan kreatif menurut saya. Karena mengenalkan sejarah dengan cara yang sangat kongkret.
Tapi, ada sesuatu yang kemudian saya menjadi sedikit agak bingung. "Ibu-ibu guru yang kreatif" tertulis di status itu. Saya lihat dengan seksama. Ternyata peran laki-laki (mungkin peran Ismail atau Ibrahim) diperankan oleh ibu-ibu ! Allahi Akbar ! Ada yang kurang tepat menurut saya.
Sesaat itu juga, saya buka messenger dan kirim pesan ke pemilik akun. Dialog di messenger dan lanjut di wa bersama pemilik akun dan pengurus sekolah. Intinya, mereka berterima kasih karena pesan saya dan meminta saran ke depan agar tidak terjadi lagi, karena semua guru di sekolah ini perempuan ! Tak ada laki-laki satupun.
Saya yang awalnya ingin mengkritik kebijakan ini, kemudian jadi empati dan menyalahkan diri saya sebagai aktifis pendidikan. Empati karena sebenarnya ini bukan kesalah ibu-ibu itu berperan sebagai peran laki2, itu kreatifias mereka pada kesulitan mereka pada tak adanya sdm laki-laki.
Saya juga marah dan malu sebagai lelaki. Ke mana para lelaki hingga membiarkan perempuan berjuang sendirian di pendidikan usia dini. Sudah bukan rahasia umum bahwa di negeri ini, pendidikan usia dianggap sebagai wilayah ibu-ibu. Sedikit sekali lelaki yang berjuang di bagian ini.
Saya malu pada diri saya sebagai lelaki. Ke mana kaum lelaki, kaum saya, hingga membiarkan ibu-ibu berpeluh keringat dan darah di pendidikan usia dini.
Kita ingin memiliki lelaki tangguh, tapi kita tak buktikan keseriusan kita mengasuh mereka di usia dini. Bukan hanya guru lekaki yang sedikit. Tapi juga di acara parenting dan  pengambilan raportpun para ayah jarang terlihat dengan berribu macam alasan. Dari urusan kerja hingga urusan reneh seperti reuni dan memancing.
Wahai lelaki, tak perlu kita menunggu para ibu guru hebat itu meminta kita turun membantu mereka mengasuh anak-anak kita di usia dini. Tapi gunakan rasa kita, buka pandangan kita.
Kisah ini bisa jadi tak hanya terjadi di satu sekolah hari ini, tapi mungkin bisa di ribuan sekolah lain di negeri ini.
Teringat saya pada cerita seorang pakar keayahan yang pernah diminta mundur dari kerjanya di sebuah universitas ternama hanya karena diminta oleh seorang ulama untuk menjadi guru TK. Ya, guru TK. Ulama tersebut tak ingin anak-anak tumbuh tanpa sosok lelaki di usia dininya. Beliau tak ingin umat ini melahirkan lelaki lemah karena kurang keterlibatan laki-laki di pendidikan usia dini.
Wahai para ayah, sudah terlaku banyak catatan sejarah bahwa para ayah tempo dulu punya peran pada anak-anaknya di usia dini. Dari kisah Ibrahim dab kelgnya, Lukman dan anaknya, hingga Muhammad saw dan keluarganya.
Momentum Iedul Qurban ini yang lekat pada kisah Ibrahim dan Ismail, harusnya menjadi lecutan bagi kita sebagai lelaki bahwa kita harus turun ke rumah-rumah kita, turun ke sekolah-sekolah kita.


sukorejo, 10 Agustus 2019 sehari menjelang Ied Adha

Rizqi Tajuddin
#BabahAca
embunpetakdanum.blogspot.com

Komentar

  1. Allhamdulillah di pkbm berkah alam mandiri perbandingan guru laku laki dan perempyan berimbang begitu pula saat kegiatan pertemuan orang tua dan pengambilan rapot para ayah sangat berperan aktif

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

15. Tentang Tim Penagak Disiplin Sekolah

Di beberapa sekolah ada Tim yang bertugas untuk menegakkan disiplin di lingkungan sekolah. Biasanya, tim ini dipilih oleh guru dari beberapa siswa yang memiliki kriteria tertentu. Bisa karena perilakunya yang baik, menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik dan lain sebagainya. Tugas dari tim ini bermacam-macam, masing-masing sekolah memiliki perbedaan. Ada yang bertugas mencatat kesalahan yang dilakukan siswa, menegur siswa yang masbuk dalam shalat, yang bermain-main dalam shalat,ada juga yang hanya tugasnya memotivasi anak lain atau menjadi model bagi anak lain. Disiplin bagi anak bukanlah perkara membalik telapak tangan. Displin bagi anak adalah proses jangka panjang yang dipengaruhi banyak faktor. Rumah, sekolah, lingkungan, teman dan banyak hal lain yang bisa mempengaruhi perilaku anak. Kalau sekarang, mungkin TV, gadget dan game perlu dimasukkan dalam hal yang mempengaruhi anak.Bahkan, benda-benda itu kadang lebih dominan dalam mempengaruhi perilaku anak dibandingkan orang t

97. Saatnya Kita Berbenah

Mengapa Masih Terjadi Kekerasan dalam Sekolah Saya menulis ini bukan ingin menunjuk dan menyalahkan pihak-pihak yang berada sebagai stake holder. Tapi ini murni agar kita bisa refleksi dan memperbaiki ini semua. Saya melihat, ada 4 hal yang harusnya menjadi perhatian. Pertama, msalah pola asuh Bahwa tak bisa dipungkiri, bahwa sudah sangat banyak yang penelitian yang menyimpulkan bahwa pola asuh sangat berhubungan dengan perilaku manusia. Anak yang diasuh dengan pengasuhan yang patut akan tumbuh dengan jiwa yang lebih sehat, sebaliknya dengan anak yamg diasuh dengan keras dan pengabaian memyebabkan anak lebih rapuh. Bisa cenderung pasif, bisa pula sangat agresif. Dan sayangnya, masalah utama ini belum menjadi perhatian serius kita. Hampir tak ada kurikulum kita yang menyiapkan anak untuk menjadi orang tua. Begitu juga di sekolah, tak banyak sekolah yang mengadakan parenting secara rutin. Kedua, masalah pengetahuan guru tentang ilmu anak, jiwa dan keguruan. Masih ada guru-gu

16. Rapor Deskripsi

Rapor deskripsi sebenarnya sudah mulai sejak 2006. Sejak diperlakukan kurikulum 2006 seharusnya rapor sudah dalam bentuk deskripsi. Namun, sedikit sekali sekolah yang menerapkan rapor deskripsi sejak tahun 2006. Banyak hal mengapa belum diterapkan. Salah satunya adalah kesulitan dalam membuatnya. Perlu energi ekstra dan pelatihan dan evaluasi yang terus menerus. Proses edit dari kepala sekolah atau wakil sekolah dalam hal tata bahasa dan kepatutan juga menjadi hal yang penting. Saya ingin berbagi mengenai rapor deskripsi yang telah kami lakukan di Sahabat Alam. Rapor deskripsi ini kami bikin sejak awal sekolah ini berdiri tahun 2010. Dan terus mengalami perbaikan setiap semester. Di tulisan ini saya akan berbagi sedikit tentang apa yang dilakukan di Sahabat ALam Palangka Raya. Tentu masih banyak juga kekurangan yang kami lakukan. Silahkan beri masukan tulisan ini. Selamat menikmati 1. Rapor harusnya menggambarkan secara gamblang bagaimana kondisi capaian anak. Jadi ketika orang t