Langsung ke konten utama

88. Sekolah Kecil itu

Sekolah Kecil itu







Ada hal yang sangat menarik sepanjang perjalanan di Sumatera Barat dari tanggal 6-16 September lalu. Sebuah sekolah kecil di kota wisata yang indah Bukittinggi.

Sekolah ini rapi, baik di dalam kelas, halaman maupun kamar mandi. Semuanya ditata dengan detail dan manis. Terkesan mewah, tapi sebnarnya tidak mahal.

Tapi, kali ini, saya tidak ingin membahas tentang fisiknya. Tapi tentang konsistensi pengelolanya.

Selepas mengisi parenting, saya berbincang-bincang dengan salah seorang peserta. "Anaknya kelas berapa di sini pak ?" Tanya saya.
"Anak saya gak di sini pak, gak boleh pak Anto. Kata pak Anto muridnya sudah 12, gak bisa nambah lagi" jawabnya sambil tertawa renyah dan menepuk pundak pak Anto.
"Iya pak Rizqi, pas beliau daftarin anak, kuota kelas sudah terpenuhi." Jawab pak Anto, pengelola sekolah ini.

Iseng, saya bertanya ke pak Anto, mengapa tidak diterima saja anaknya, karena ternyata ayah anak ini cukup rajin datang ke acara parenting SA Bukittinggi meski anaknya tidak sekolah di situ.

Jawab pak Anto, bahwa itu komitmen dia dengan para fasilitator (sebutun untuk guru di sekolah ini). Bahwa tidak akan menambah jumlah murid hingga dapat fasitilitas tanah yang lebih luas, fasilitas  kelas yang mencukupi,  juga karena ingin guru benar-benar mumpuni dalam mengelola kelas dan siswa di sekolah. Tidak aji mumpung ada pendaftar yang banyak maka diterima semua. Padahal pengelola belum mampubsecara optimal untuk itu.

Sebagai informasi, luas sekolah ini 2000 m2 dengan jumlah murid 40 dan guru sekitar 12 orang (guru kelas dan pendamping abk, admjn dan kepsek).  Jadi total 50an orang di lahan 2000 m2 ini. Artinya, ada ruang 40 m2 untuk masing2 orang baik indoodr maupun outdoor di sekolah ini. Perbandingan yang ideal sekali.

Banyak dari pengelola sekolah tergoda untuk menambah murid ketika ada antusias dari warga. Tapi saya melihat tidak pada pak Anto. Beliau tidak tergoda untuk segera menambah murid selama sdm dan sumber daya lainnya belum terkelola dengan mumpuni. Idealis sekali memang. Tapi bukankah harusnya seperti itu sekolah. Karena yang dibangun adalah manusia, anaknya. Maka harusnya, yang disiapkan adalah sdm pengelola dan apakah fasilitas fisiknya terpenuhi atau tidak. Fisik itu bukan berarti bangunan. Tapi apakh cukup tersedia luas ruang kosong di sekolah, juga apakah tersedia pohon untuk siswa memanjat, apakah tersedia fasilitas untuk menstimulasi motoriknya atau tidak.

Pengelola sekolah yang tidak tergoda dengan banyaknya antusias masyarakat ini tak banyak. Dan saya melihat ini di SA Bukittinggi (SAKTI). Memegang idealisme di tengah himpitan pasar itu bukanlah hal yang mudah. Godaan selalu akam ada. Orang tua adalah pasar sesungguhnya dalam sekolah, bukan anak. Banyak sekolah yang tergoda dengan permintaan keinginan orang tua, bukan untuk pemenuhan kebutuhan anak.

Belajar itu tak harus dari sekolah besar. Tapi bisa dari sekolah kecil dan mungil seperti SAKTi yang usianya juga baru 3 tahun.

Jika SAKTI mampu memegang idealisme, bagaimana dengan sekolah Anda ?


Padang, 16 September 2019

Rizqi Tajuddin
#BabahAca

Komentar

Postingan populer dari blog ini

15. Tentang Tim Penagak Disiplin Sekolah

Di beberapa sekolah ada Tim yang bertugas untuk menegakkan disiplin di lingkungan sekolah. Biasanya, tim ini dipilih oleh guru dari beberapa siswa yang memiliki kriteria tertentu. Bisa karena perilakunya yang baik, menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik dan lain sebagainya. Tugas dari tim ini bermacam-macam, masing-masing sekolah memiliki perbedaan. Ada yang bertugas mencatat kesalahan yang dilakukan siswa, menegur siswa yang masbuk dalam shalat, yang bermain-main dalam shalat,ada juga yang hanya tugasnya memotivasi anak lain atau menjadi model bagi anak lain. Disiplin bagi anak bukanlah perkara membalik telapak tangan. Displin bagi anak adalah proses jangka panjang yang dipengaruhi banyak faktor. Rumah, sekolah, lingkungan, teman dan banyak hal lain yang bisa mempengaruhi perilaku anak. Kalau sekarang, mungkin TV, gadget dan game perlu dimasukkan dalam hal yang mempengaruhi anak.Bahkan, benda-benda itu kadang lebih dominan dalam mempengaruhi perilaku anak dibandingkan orang t

97. Saatnya Kita Berbenah

Mengapa Masih Terjadi Kekerasan dalam Sekolah Saya menulis ini bukan ingin menunjuk dan menyalahkan pihak-pihak yang berada sebagai stake holder. Tapi ini murni agar kita bisa refleksi dan memperbaiki ini semua. Saya melihat, ada 4 hal yang harusnya menjadi perhatian. Pertama, msalah pola asuh Bahwa tak bisa dipungkiri, bahwa sudah sangat banyak yang penelitian yang menyimpulkan bahwa pola asuh sangat berhubungan dengan perilaku manusia. Anak yang diasuh dengan pengasuhan yang patut akan tumbuh dengan jiwa yang lebih sehat, sebaliknya dengan anak yamg diasuh dengan keras dan pengabaian memyebabkan anak lebih rapuh. Bisa cenderung pasif, bisa pula sangat agresif. Dan sayangnya, masalah utama ini belum menjadi perhatian serius kita. Hampir tak ada kurikulum kita yang menyiapkan anak untuk menjadi orang tua. Begitu juga di sekolah, tak banyak sekolah yang mengadakan parenting secara rutin. Kedua, masalah pengetahuan guru tentang ilmu anak, jiwa dan keguruan. Masih ada guru-gu

16. Rapor Deskripsi

Rapor deskripsi sebenarnya sudah mulai sejak 2006. Sejak diperlakukan kurikulum 2006 seharusnya rapor sudah dalam bentuk deskripsi. Namun, sedikit sekali sekolah yang menerapkan rapor deskripsi sejak tahun 2006. Banyak hal mengapa belum diterapkan. Salah satunya adalah kesulitan dalam membuatnya. Perlu energi ekstra dan pelatihan dan evaluasi yang terus menerus. Proses edit dari kepala sekolah atau wakil sekolah dalam hal tata bahasa dan kepatutan juga menjadi hal yang penting. Saya ingin berbagi mengenai rapor deskripsi yang telah kami lakukan di Sahabat Alam. Rapor deskripsi ini kami bikin sejak awal sekolah ini berdiri tahun 2010. Dan terus mengalami perbaikan setiap semester. Di tulisan ini saya akan berbagi sedikit tentang apa yang dilakukan di Sahabat ALam Palangka Raya. Tentu masih banyak juga kekurangan yang kami lakukan. Silahkan beri masukan tulisan ini. Selamat menikmati 1. Rapor harusnya menggambarkan secara gamblang bagaimana kondisi capaian anak. Jadi ketika orang t