Hampir di setiap kegiatan parenting, selalu saja ada yang bertanya ttg surga dan neraka selepas saya menyampaikan tentang penelitian terkini tentang reward dan punishment. Pertanyaan yang mengkaitkan bahwa Tuhan memberikan reward dan punishment, lalu bagaimana dengan teori terbaru sekarang yang reward dan punishment tidak diperlukan dalam pendidikan ?
Saya coba berusaha menjawab dengan pengetahuan saya yang sederhana.
Pertama
Tidak aple to aple menyamakan surga dengan hadiah yang diberikan oleh kita ketika anak-anak melakukan kebaikan.
Memang Allah memberikan surga dan neraka sebagai reward dan punishment. Namun, itukan tidak di dunia. Tapi di akherat. Tdk ada bukti fisik dan empirisnya di dunia. Semuanya murni keimanan. Orang yang menjalankan amal, tdk otomatis dapat reward fisikal, misalkan otomatis pasti mudah rizkinya. Sebaliknya, yg maksiyat otomatis jadi seret rizki. Malahan, banyak ahli maisiyat yg sejahtera secara materi dan org soleh yang susah hidupnya.
Kedua
Faktanya, tidak ada dampak buruk ketika manusia dijanjikan syurga.
Tapi, banyak fakta yang menunjukkan anak yang kemudian menjadikan hadiah sebagai senjata atau transaksional dengan orang tuanya. "Aku mau shalat, kalo dibeliin es krim", "aku mau ngerjakan PR kalo dibeliin permen", "Aku mau belajar agar juara kelas, tapi nanti aku minta hadiah sepeda" dll.
Dalam Islam berharap syurga Allah itu bukan kesalahan atau bukan bukti tidak ikhlas, tapi itu bukti kecintaan pada Allah. Namun sebaliknya, harapan hadiah pada perbuatan baik yang dilakukan dalam Islam ini disebut sebagai riya' atau ketidakikhlasan dan ini terlarang bukan ?
Ketiga
Kita masuk syurga bukan hanya karena amalan kita saja ukurannya, tapi karena rahmat Allah SWT yang ukurannya semua manusia tidak memgetahuinya. Itu adalah hak preogratif Allah.
Allah memberikan hadiah syurga itu tidak segera, tapi panjang bahkan tidak bisa dirasakan oleh manusia dengan indranya di dunia.
Berbeda dengan hadiah yang kita berikan, biasanya segera atau sesaat sebelum dan sesudah anak melakukan kebaikan. Ini jika dalam konsep islam yang disebut riya' bukan ?
Keempat
Lalu bagiamana dengan hukuman dipukul bagi anak yan tidak mengerjakaj shalat di usia 10 tahun. Bukankah itu hukuman juga ?
Ya itu hukuman. Tapi kita lihat bahwa perintah tentang ini hanya untuk shalat dan dilakukan ketika sudah 3 tahun orang tua mengajarkan, dari usia 7 hingga 10 tahun.
Abdullah Nasih Ulwan, memberikan beberapa syarat tentang memukul ini :
- dilakukan semdiri oleh ortunya
- dilakukan tanpa menyakiti jiwa dan fisiknya
- dilakukan di bawah lutut
- dilakukan ketika orang tua tidak dalam keadaan emosi
- dilakukan setelah orang tua melakukan banyak hal untuk mendidik anaknya
Syarat yang sulit bukan ?
Lalu, apa yang dilakukan agar anak punya perilaku yang baik tanpa memberikan hadiah dan hukuman ?
Love and reason. Cinta dan dialogkan alasannya mengapa anak perlu melakukan sesuatu atau kebaikan. Ini bisa jadi menjadi sesuatu yang lebih panjang prosesnya tapi akan lebih bertahan pada diri anak karena ini akan menstimulasi motivvasi internal anak. Hadiah dan hukuman adalah motivasi ekternal. Selama motivasi ekternal itu ada, maka anak akan melakukan, tapi jika tidaj ada maka anak tidak akan melakukan.
Lalu, apakah kita tidak boleh memberi hadiah pada anak ? Boleh dong, tapi hadiah itu bukan syarat. Hadiah yang kita berikan bukan "sogokan" agar anak mau melakukan sesuatu. Hadiah yang kita berikan adalah bukti cinta kita pada anak. Titik. Tanpa embel-embel. Sama seperti ketika kita memberi hadiah istri kita, apakah setelah memberi hadiah kemudian kita akan berkata, "Sayang, ini hp dari aku, ini aku kasi agar kamu mau masak yang enak untukku"
Bangil, 25 Novemver 2019
Rizqi Tajuddin
#BabahAca
Selamat hari guru.
Jadikan hari guru kali ini sebagai titik tolak kita untuk pendidikan yang lebih bermartabat
===
Trims pada ust Rofiqi atas beberapa referensinya
Saya coba berusaha menjawab dengan pengetahuan saya yang sederhana.
Pertama
Tidak aple to aple menyamakan surga dengan hadiah yang diberikan oleh kita ketika anak-anak melakukan kebaikan.
Memang Allah memberikan surga dan neraka sebagai reward dan punishment. Namun, itukan tidak di dunia. Tapi di akherat. Tdk ada bukti fisik dan empirisnya di dunia. Semuanya murni keimanan. Orang yang menjalankan amal, tdk otomatis dapat reward fisikal, misalkan otomatis pasti mudah rizkinya. Sebaliknya, yg maksiyat otomatis jadi seret rizki. Malahan, banyak ahli maisiyat yg sejahtera secara materi dan org soleh yang susah hidupnya.
Kedua
Faktanya, tidak ada dampak buruk ketika manusia dijanjikan syurga.
Tapi, banyak fakta yang menunjukkan anak yang kemudian menjadikan hadiah sebagai senjata atau transaksional dengan orang tuanya. "Aku mau shalat, kalo dibeliin es krim", "aku mau ngerjakan PR kalo dibeliin permen", "Aku mau belajar agar juara kelas, tapi nanti aku minta hadiah sepeda" dll.
Dalam Islam berharap syurga Allah itu bukan kesalahan atau bukan bukti tidak ikhlas, tapi itu bukti kecintaan pada Allah. Namun sebaliknya, harapan hadiah pada perbuatan baik yang dilakukan dalam Islam ini disebut sebagai riya' atau ketidakikhlasan dan ini terlarang bukan ?
Ketiga
Kita masuk syurga bukan hanya karena amalan kita saja ukurannya, tapi karena rahmat Allah SWT yang ukurannya semua manusia tidak memgetahuinya. Itu adalah hak preogratif Allah.
Allah memberikan hadiah syurga itu tidak segera, tapi panjang bahkan tidak bisa dirasakan oleh manusia dengan indranya di dunia.
Berbeda dengan hadiah yang kita berikan, biasanya segera atau sesaat sebelum dan sesudah anak melakukan kebaikan. Ini jika dalam konsep islam yang disebut riya' bukan ?
Keempat
Lalu bagiamana dengan hukuman dipukul bagi anak yan tidak mengerjakaj shalat di usia 10 tahun. Bukankah itu hukuman juga ?
Ya itu hukuman. Tapi kita lihat bahwa perintah tentang ini hanya untuk shalat dan dilakukan ketika sudah 3 tahun orang tua mengajarkan, dari usia 7 hingga 10 tahun.
Abdullah Nasih Ulwan, memberikan beberapa syarat tentang memukul ini :
- dilakukan semdiri oleh ortunya
- dilakukan tanpa menyakiti jiwa dan fisiknya
- dilakukan di bawah lutut
- dilakukan ketika orang tua tidak dalam keadaan emosi
- dilakukan setelah orang tua melakukan banyak hal untuk mendidik anaknya
Syarat yang sulit bukan ?
Lalu, apa yang dilakukan agar anak punya perilaku yang baik tanpa memberikan hadiah dan hukuman ?
Love and reason. Cinta dan dialogkan alasannya mengapa anak perlu melakukan sesuatu atau kebaikan. Ini bisa jadi menjadi sesuatu yang lebih panjang prosesnya tapi akan lebih bertahan pada diri anak karena ini akan menstimulasi motivvasi internal anak. Hadiah dan hukuman adalah motivasi ekternal. Selama motivasi ekternal itu ada, maka anak akan melakukan, tapi jika tidaj ada maka anak tidak akan melakukan.
Lalu, apakah kita tidak boleh memberi hadiah pada anak ? Boleh dong, tapi hadiah itu bukan syarat. Hadiah yang kita berikan bukan "sogokan" agar anak mau melakukan sesuatu. Hadiah yang kita berikan adalah bukti cinta kita pada anak. Titik. Tanpa embel-embel. Sama seperti ketika kita memberi hadiah istri kita, apakah setelah memberi hadiah kemudian kita akan berkata, "Sayang, ini hp dari aku, ini aku kasi agar kamu mau masak yang enak untukku"
Bangil, 25 Novemver 2019
Rizqi Tajuddin
#BabahAca
Selamat hari guru.
Jadikan hari guru kali ini sebagai titik tolak kita untuk pendidikan yang lebih bermartabat
===
Trims pada ust Rofiqi atas beberapa referensinya
Komentar
Posting Komentar