Langsung ke konten utama

93. Sekolah Tanpa Ambisi (dianggap) Baik

Sekolah Tanpa Ambisi, ....

Beberapa hari lalu, seorang wali murid Sekolah Sahabat Alam posting di fb tentang respon beliau pada pementasan drama siswa Sahabat Alam dalam rangka menggalang dana untuk Palestina.
Saya copas di bawah ini statusnya.
=============
Pelajaran dasarnya Bahasa Indonesia

disisipi pelajaran sejarah, kesenian, PPKn, sosial dan budaya, nasionalisme de el el (pelajaran zaman saya)

yang tidak diketahui siswa tapi menjadi target para gurunya :
Siswanya tahu sejarah, mampu berbahasa dengan baik (dialog) dan puisi, mampu mengenal karakter para tokoh, membangun kepercayaan diri, membangun kebersamaan dan kekompakan, tahu cara menulis karya;  de el el

Hasil akhir :
kepedulian dan nilai-nilai kemanusiaan.

acara Sahabat Alam Untuk Palestina seluruh hasilnya didonasikan untuk kemanusiaan;

>> sekolah tanpa seragam, sekolah tanpa PR, sekolah tanpa ambisi "dianggap baik"

ditangan guru-guru kreatif, pelajaran itu menjadi mudah

#CatatanSaya
============

Ada kalimat menarik dalam postingan ini. Dan kemudian saya meresponnya. Yakni kalimat 'SEKOLAH TANPA AMBISI DIANGGAP BAIK'.
Respon saya atas kalimat ini adalah 'WOW KEREN, TANPA AMBISI DIANGGAP BAIK"

Kemudian, beliau merespon balik :
Karena tak ada piala-piala yang dipajang di sekolah.

Kalau saya melihat postingan Bapak Hidayat ini, beliau paham sekali dengan konsep sekolah yang dijalankan di sekolah ini. Termasuk kata-kata itu adalah bukti bahwa responnya sangat memahami tentang visi dan misi sekolah.
Memang, bagi kami, piala-piala itu adapah asesoris, bukan esesnsi dalam pendidikan dan pengasuhan. Lomba dan kompetisi-kompetisi bukanlah tujuan sekolah ini didirikan. Bahkan kami meyakini bahwa harusnya dalan pendidikan yang menjadi fokus utama adalah sinergi dan kolaborasi, bukan kompetis. Bukan program untuk saling mengalahkan. Tapi program bagaimana membuat proyek kebaikan bersama. Bahkan dengan sekolah lain. Karena kami juga menganggap bahwa sekokah lain adalah mitra untuk menyelesaikan masalah bangsa ini, bukan rival. Jadi, untuk melihat sekolah  baik atau belum, tidak perlu dilihat dari berapa banyak medali dan piala yang dikumpulkan. Bukan berapa banyak kemenangan yang diraih. Ini mungkin maksud bapak Hidayat di dalam postingannya. Sekolah yang gak sibuk dengan piala-piala.
Bu Ery Soekrosno, ketika masih membina sekolah yang saya pimpin di Aceh, dulu pernah mengatakan bahwa pendidikan itu proses, jika kita menjual piala-piala itu sebagai promo sekolah, maka sebenarnya kita telah menjual hasil akhir.
Bu Ery ketika tahun 2005-2008, banyak mengajarkan tentang sinergi dan kompetisi. Bahwa memang untuk pendidikan itu utamanya ya sinergi. Ada beberapa literatur sebenarnya yang menunjukkan bahwa kompetisi itu kurang baik dalam pendidikan, apalagi untuk anak di bawah usia 15 tahun
Karena juga faktanya di sekolah, kemenangan dan lomba-lomba itu lebih banyak obesi orang dewasa sebenarnya bak orang tua maupun guru, karena terkait citra dan nama baik sekolah.

Bangil, 9 Desember 2019

Rizqi Tajuddin
#BabahAca

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

15. Tentang Tim Penagak Disiplin Sekolah

Di beberapa sekolah ada Tim yang bertugas untuk menegakkan disiplin di lingkungan sekolah. Biasanya, tim ini dipilih oleh guru dari beberapa siswa yang memiliki kriteria tertentu. Bisa karena perilakunya yang baik, menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik dan lain sebagainya. Tugas dari tim ini bermacam-macam, masing-masing sekolah memiliki perbedaan. Ada yang bertugas mencatat kesalahan yang dilakukan siswa, menegur siswa yang masbuk dalam shalat, yang bermain-main dalam shalat,ada juga yang hanya tugasnya memotivasi anak lain atau menjadi model bagi anak lain. Disiplin bagi anak bukanlah perkara membalik telapak tangan. Displin bagi anak adalah proses jangka panjang yang dipengaruhi banyak faktor. Rumah, sekolah, lingkungan, teman dan banyak hal lain yang bisa mempengaruhi perilaku anak. Kalau sekarang, mungkin TV, gadget dan game perlu dimasukkan dalam hal yang mempengaruhi anak.Bahkan, benda-benda itu kadang lebih dominan dalam mempengaruhi perilaku anak dibandingkan orang t

97. Saatnya Kita Berbenah

Mengapa Masih Terjadi Kekerasan dalam Sekolah Saya menulis ini bukan ingin menunjuk dan menyalahkan pihak-pihak yang berada sebagai stake holder. Tapi ini murni agar kita bisa refleksi dan memperbaiki ini semua. Saya melihat, ada 4 hal yang harusnya menjadi perhatian. Pertama, msalah pola asuh Bahwa tak bisa dipungkiri, bahwa sudah sangat banyak yang penelitian yang menyimpulkan bahwa pola asuh sangat berhubungan dengan perilaku manusia. Anak yang diasuh dengan pengasuhan yang patut akan tumbuh dengan jiwa yang lebih sehat, sebaliknya dengan anak yamg diasuh dengan keras dan pengabaian memyebabkan anak lebih rapuh. Bisa cenderung pasif, bisa pula sangat agresif. Dan sayangnya, masalah utama ini belum menjadi perhatian serius kita. Hampir tak ada kurikulum kita yang menyiapkan anak untuk menjadi orang tua. Begitu juga di sekolah, tak banyak sekolah yang mengadakan parenting secara rutin. Kedua, masalah pengetahuan guru tentang ilmu anak, jiwa dan keguruan. Masih ada guru-gu

16. Rapor Deskripsi

Rapor deskripsi sebenarnya sudah mulai sejak 2006. Sejak diperlakukan kurikulum 2006 seharusnya rapor sudah dalam bentuk deskripsi. Namun, sedikit sekali sekolah yang menerapkan rapor deskripsi sejak tahun 2006. Banyak hal mengapa belum diterapkan. Salah satunya adalah kesulitan dalam membuatnya. Perlu energi ekstra dan pelatihan dan evaluasi yang terus menerus. Proses edit dari kepala sekolah atau wakil sekolah dalam hal tata bahasa dan kepatutan juga menjadi hal yang penting. Saya ingin berbagi mengenai rapor deskripsi yang telah kami lakukan di Sahabat Alam. Rapor deskripsi ini kami bikin sejak awal sekolah ini berdiri tahun 2010. Dan terus mengalami perbaikan setiap semester. Di tulisan ini saya akan berbagi sedikit tentang apa yang dilakukan di Sahabat ALam Palangka Raya. Tentu masih banyak juga kekurangan yang kami lakukan. Silahkan beri masukan tulisan ini. Selamat menikmati 1. Rapor harusnya menggambarkan secara gamblang bagaimana kondisi capaian anak. Jadi ketika orang t