Langsung ke konten utama

100. Menyiapkan Kegagalan

Anni Pattak terkejut ketika teman Raghav Pattak menelpon dirinya, mengabarkan bahwa Raghav melompat dari apartmen. Raghav mencoba bunuh diri. Sejak beberapa pekan, Raghav merasa cemas menunggu pengumuman penerimaan mahasiswa baru di Indian Institute of Technology (IIT), sebuah kampus favorit di India dan merupakan kampus tempat ayah dan ibunya dulu. Raghav sangat memimpikan untuk kuliah di sana, dan sudah menyiapkan segalanya. Belajar dan bahkan mengurangi waktu bersama ayahnya. Dan, di hari ini tenyata bukan kata-kata lulus yangi dia dapat, tapi "Semoga sukses lain waktu". Raghav terpukul dan merasa dirinya pecundang. Tak tahan dengan tekanan dalam dirinya, Raghav memutuskan untuk melompat dari apartemnya.


Saya tidak akan berpanjang lebar tentang film ini, Anda bisa menyaksikannya di internet, baik yang berbayar maupun yang bajakan (he he he). Intinya film ini menarik untuk ditonton. Hampir 3 jam, dan tak ada joget ala film India lainnya. Nah, ini kok malah bahas film.

Ada kata-kata menarik dari Anni Pattack, ayah dari Raghav. Dia merasa bahwa semua perhatian sudah diberikan, dan bahkan sudah menyiapkan pesta keberhasilan jika nanti Raghav diterima di IIT. Dan karena itulah, Anni Pattack berkata , "Kita selalu menyiapkan keberhasilan untuk anak-anak kita, tapi melupakan kegagalan mereka." Nah, ini poin saya. Ini yang akan saya bahas kali ini.

Kita sering menyiapakan keberhasilan anak, padahal pada kenyataannya, kegagalan itu bisa jadi akan jatuh lebih sering pada diri kita dibandingkan keberhasilan. Sebelum anak bisa berjalan, berapa kali dia terjatuh ? Ratusan atau bahkan ribuan kali. Sebelum anak bisa mengendarai sepeda, berapa kali dia harus terjatuh dan terluka. Kita siap untuk itu. Tapi di usia selanjutnya, kita mulai tidak siap dengan itu. Contoh sederhana adalah, kita berharap agar anak kita yang sudah masuk SD segera bisa membaca, padahal ada beberapa anak yang punya kesulitan dalam membaca. Kita menekannya secara berlebihan, meski seringnya kita katakan, "Bunda gak papa kok kalo kamu belum bisa baca" tapi ekspresi wajah dan gesture kita tak bisa bohong dan mereka menangkap pesan itu.

Menyiapkan keberhasilah tidaklah salah, tapi yang kurang tepat adalah kita tak membicarakan apa yang bisa dilakukan ketika anak gagal. Kita menutup itu, karena kita takut diri kita terluka dengan kegagalan itu. Keberhasilan anak adalah energi bagi kita, dan kegagalan mereka nampak sebagai racun bagi kita. Padahal, bisa jadi sebaliknya bagi anak. Bagi anak, bukan berhasil atau gagal masalah utamanya, tapi penerimaan orang tua dalam posisi apapun hasil yang mereka dapatkan.

Ketakutan kita pada kegagalan anak, bisa kita lihat dari berlomba-lombanya orang tua untuk memberi hadiah (sogokan tepatnya) pada anak jika mereka berhasil pada rencana yang dibuat.
"Nanti kalau kamu juara, ayah belikan sepeda motor."
"Kalau kamu bisa dapat nilai 9, nanti ayah ajak jalan"
Dan kata-kata "motivasi" Lainnya. Kalimat-kalimat ini seberanya kita janjikan karena kita tidak ingin mereka gagal, padahal gagal itu adalah fitrah, keniscayaan. Pasti akan ada dalam beberapa rencana yang kita buat. Termasuk untuk masa depan anak kita. Tapi karena kita khawatir diri kita terluka karena kegagalan itu, maka segala daya upaya kita lakukan agar mereka berhasil. Dan lupa menyiapkan bagaimana ketika mereka gagal, Hal inilah yang kemudian membuat Mummy (teman Anni Pattack) kemudian menelpon anaknya, "Nak, ayah pernah berjanji membelikan dirimu sepeda motor kalau kamu juara kan ? Ayah mau bilang, ayah tetap membelikanmu sepeda motor meski kau gagal menjadi juara."

Rumus sederhana dalam menyiapkan kegagalan anak adalah, mencintai mereka tanpa syarat. Cinta kita, kita berikan ke mereka tanpa syarat mereka berhasil atau gagal. Tak perlu ada sogokan agar mereka berhasil, tak perlu ada tangisan ketika mereka gagal dalam rencananya. Yang mereka harapkan adalah penerimaan kita pada keberhasilan atau kegagalan dari rencana mereka. Menerima mereka apa adanya.

"Jika ingin selalu juara, maka peliharalah kuda pacuan, bukan anak " Ram Sankar Nikumb dalam Taree Zamen Paar



Palangka Raya, Puasa ke 12 tahun 2020

Rizqi Tajuddin yang terlock down

#BabahAca

Komentar

Postingan populer dari blog ini

15. Tentang Tim Penagak Disiplin Sekolah

Di beberapa sekolah ada Tim yang bertugas untuk menegakkan disiplin di lingkungan sekolah. Biasanya, tim ini dipilih oleh guru dari beberapa siswa yang memiliki kriteria tertentu. Bisa karena perilakunya yang baik, menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik dan lain sebagainya. Tugas dari tim ini bermacam-macam, masing-masing sekolah memiliki perbedaan. Ada yang bertugas mencatat kesalahan yang dilakukan siswa, menegur siswa yang masbuk dalam shalat, yang bermain-main dalam shalat,ada juga yang hanya tugasnya memotivasi anak lain atau menjadi model bagi anak lain. Disiplin bagi anak bukanlah perkara membalik telapak tangan. Displin bagi anak adalah proses jangka panjang yang dipengaruhi banyak faktor. Rumah, sekolah, lingkungan, teman dan banyak hal lain yang bisa mempengaruhi perilaku anak. Kalau sekarang, mungkin TV, gadget dan game perlu dimasukkan dalam hal yang mempengaruhi anak.Bahkan, benda-benda itu kadang lebih dominan dalam mempengaruhi perilaku anak dibandingkan orang t

97. Saatnya Kita Berbenah

Mengapa Masih Terjadi Kekerasan dalam Sekolah Saya menulis ini bukan ingin menunjuk dan menyalahkan pihak-pihak yang berada sebagai stake holder. Tapi ini murni agar kita bisa refleksi dan memperbaiki ini semua. Saya melihat, ada 4 hal yang harusnya menjadi perhatian. Pertama, msalah pola asuh Bahwa tak bisa dipungkiri, bahwa sudah sangat banyak yang penelitian yang menyimpulkan bahwa pola asuh sangat berhubungan dengan perilaku manusia. Anak yang diasuh dengan pengasuhan yang patut akan tumbuh dengan jiwa yang lebih sehat, sebaliknya dengan anak yamg diasuh dengan keras dan pengabaian memyebabkan anak lebih rapuh. Bisa cenderung pasif, bisa pula sangat agresif. Dan sayangnya, masalah utama ini belum menjadi perhatian serius kita. Hampir tak ada kurikulum kita yang menyiapkan anak untuk menjadi orang tua. Begitu juga di sekolah, tak banyak sekolah yang mengadakan parenting secara rutin. Kedua, masalah pengetahuan guru tentang ilmu anak, jiwa dan keguruan. Masih ada guru-gu

16. Rapor Deskripsi

Rapor deskripsi sebenarnya sudah mulai sejak 2006. Sejak diperlakukan kurikulum 2006 seharusnya rapor sudah dalam bentuk deskripsi. Namun, sedikit sekali sekolah yang menerapkan rapor deskripsi sejak tahun 2006. Banyak hal mengapa belum diterapkan. Salah satunya adalah kesulitan dalam membuatnya. Perlu energi ekstra dan pelatihan dan evaluasi yang terus menerus. Proses edit dari kepala sekolah atau wakil sekolah dalam hal tata bahasa dan kepatutan juga menjadi hal yang penting. Saya ingin berbagi mengenai rapor deskripsi yang telah kami lakukan di Sahabat Alam. Rapor deskripsi ini kami bikin sejak awal sekolah ini berdiri tahun 2010. Dan terus mengalami perbaikan setiap semester. Di tulisan ini saya akan berbagi sedikit tentang apa yang dilakukan di Sahabat ALam Palangka Raya. Tentu masih banyak juga kekurangan yang kami lakukan. Silahkan beri masukan tulisan ini. Selamat menikmati 1. Rapor harusnya menggambarkan secara gamblang bagaimana kondisi capaian anak. Jadi ketika orang t