Langsung ke konten utama

A. 1. Sesederhana reframing *) (Kisah Residen yang Positif Covid19)

  Kakinya ringan saja menapaki pagi itu. Sebagai seorang residen, sebutan bagi peserta pendidikan dokter spesialis, long weekend tanpa tugas jaga adalah surga yang sangat dirindukan. Membayangkan pertemuan dan cengkerama hangat dengan keluarga, mengukir sungging senyumnya. Bahagianya membuncah tatkala membayangkan si sulung tampan menyambut kedatangannya, si tengah yang penuh perhatian dan ceria, serta tangan mungil bungsu berlesung pipit yang memeluk erat tubuhnya. Entah sudah berapa purnama berlalu dirinya tidak bisa memeluk tiga mutiara hatinya ini. 

Ah, pandemi dengan segala ketidakpastiannya ini semoga segera enyah, batinnya. Sengaja dirinya singgah di sebuah rumah sakit yang bersebelahan dengan asrama haji di kotanya. Mengambil hasil pemeriksaan laboratorium sebagai syarat menunggang si burung besi, sebelum menuju bandara. Petugas yang menelponnya beberapa hari lalu mengatakan hasil pemeriksaan bisa diambil dan hasilnya negatif. Perlahan dibukanya amplop berisi selembar kertas itu. POSITIF. Dibacanya ulang. Hasil pemeriksaan RT-PCR : POSITIF. 


Sesaat dirinya seperti limbung, mencari sandaran, kemudian jatuh terduduk di kursi lipat yang sedari tadi bersiap siaga disampingnya seolah tahu yang akan terjadi. Bayangan keluarganya mendadak lenyap tergantikan oleh bayangan sejawatnya yang kemarin berinteraksi dengannya, berbincang jadwal ilmiah, berdiskusi tentang progres pasien-pasiennya. Berkelindan pula teman-teman kostnya yang kemarin upacara bendera secara virtual dan memintanya merekam semuanya. Tetiba terngiang ucapan asisten rumah tangga di kost yang mengatakan sebaiknya para dokter penghuni kost yang berinteraksi dengan pasien covid, mencari hunian lain saja. Cemas. Rasa bersalah. Takut. Marah. Sedih. Olahan rasa itu menjelma menjadi bening yang mengalir dari sudut mata. 

Diraihnya ponsel. “Kak, aku confirmed covid19”. Terkirim ke suaminya. “Mas, aku positif”. Terkirim ke kakak sejawatnya. “swab”, tambahnya setelah menyadari pesannya bisa berdampak membingungkan. Ditekannya nomor ponsel koordinator program studi, mengabarkan jika dirinya harus mengambil jeda dalam proses pendidkan karena hasil pemeriksaan ini. Berikutnya, mengabarkan ke pemilik kost, yang sepertinya menderita OCD sejak pandemi, bahwa dirinya harus meninggalkan kost sebagaimana kesepakatan (sepihak) sebelumnya. Terakhir, menghubungi sejawatnya di puskesmas untuk tracing rekan-rekan kostnya. Fiuuuh….kepalanya menengadah, mencegah buliran bening agar tidak semakin deras mengalir.

Ah, seandainya saja dirinya tidak mengiyakan tawaran swab sahabatnya. Dirinya sebenarnya bisa pulang dengan membawa hasil rapid serology yang negatif beberapa waktu sebelumnya. Seandainya saja…eh apa? Seandainya? Stop. Cukup. Tiba-tiba dirinya teringat perbincangan dengan sejawatnya tentang teknik reframing dalam sesi terapi  beberapa waktu lalu. Reframing merupakan sebuah teknik membingkai ulang suatu peristiwa dengan sudut pandang yang lebih positif. Baiklah kawan, tidak ada salahnya kita coba, gumamnya. Pikirannya kembali tertuju pada keluarganya. Bukannya justru beruntung ya jika tidak jadi pulang. Membayangkan dirinya mendekap dan menularkan virus menggemaskan ini ke suaminya yang baru saja pasang dua ring di pembuluh darah jantungnya. Yang benar saja, pikirnya. Baiklah Tuhan, segala puji untukMu, gumamnya.

Teman sejawat pasti akan kecewa dan menyalahkan dirinya. Sumber cluster. Label mengerikan, sungguh. Eh tunggu, mengapa merasa bersalah? Bukannya selama ini dirinya sangat patuh dengan protokol kesehatan. Bukannya ikhtiarnya sudah optimal? Protokol tracing tambal sulam seperti saat ini menyulitkan untuk mengetahui siapa menulari siapa bukan? Sejawat tidak akan memperoleh layanan pemeriksaan skrining rutin. Hanya jika ada riwayat kontak erat tanpa APD standar saja yang akan diperiksa. Barangkali ini kesempatan menolong rekan sejawatnya memperoleh hak untuk dilayani kesehatannya, pikirnya. Baiklah Tuhan, segala puji untukMu, gumamnya.

Pikirannya berpindah ke sahabat-sahabat kostnya yang sadar kesehatan itu. Beberapa waktu lalu mereka mengeluhkan akses dan harga pemeriksaan swab yang selangit. Bisa untuk bayar kost 4 bulan katanya. Hmmm … baiklah kawan, saatnya dirimu memperoleh kepedulian dari pemerintahmu yang sok sibuk itu, batinnya. Segaris senyum nampak menghiasi bibirnya. 

Ia menggeser tempat duduknya. Pikirannya juga bergeser kepada dirinya. Studinya. Penelitian dan beberapa tugas ilmiah dikebutnya siang hingga malam hampir tanpa jeda. Betapa inginnya sebagai seorang isteri dan ibu, dirinya dapat segera menyelesaikan pendidikan dan kembali berkumpul bersama keluarganya. Jeda artinya menambah masa studi. Ah, seandainya saja… tunggu, seandainya? lagi? Bukannya jeda ini yang tersirat dari bisikmu pada Tuhan di sepertiga malam untuk meredakan penat? Jeda sebagai energi untuk mencipta momentum yang sering dirimu inginkan? Baiklah Tuhan, segala puji untukMu, gumamnya.

Kakinya ringan saja menapaki pagi itu. Segaris senyum terukir di wajahnya yang tak lagi sembab. Reframing kawan. Sesederhana itu.


Frida Ayu

Penghujung Senja 22 Agustus 2020

Rooftop Graha Ara

(rumah singgah untuk residen yang OTG)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

15. Tentang Tim Penagak Disiplin Sekolah

Di beberapa sekolah ada Tim yang bertugas untuk menegakkan disiplin di lingkungan sekolah. Biasanya, tim ini dipilih oleh guru dari beberapa siswa yang memiliki kriteria tertentu. Bisa karena perilakunya yang baik, menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik dan lain sebagainya. Tugas dari tim ini bermacam-macam, masing-masing sekolah memiliki perbedaan. Ada yang bertugas mencatat kesalahan yang dilakukan siswa, menegur siswa yang masbuk dalam shalat, yang bermain-main dalam shalat,ada juga yang hanya tugasnya memotivasi anak lain atau menjadi model bagi anak lain. Disiplin bagi anak bukanlah perkara membalik telapak tangan. Displin bagi anak adalah proses jangka panjang yang dipengaruhi banyak faktor. Rumah, sekolah, lingkungan, teman dan banyak hal lain yang bisa mempengaruhi perilaku anak. Kalau sekarang, mungkin TV, gadget dan game perlu dimasukkan dalam hal yang mempengaruhi anak.Bahkan, benda-benda itu kadang lebih dominan dalam mempengaruhi perilaku anak dibandingkan orang t

97. Saatnya Kita Berbenah

Mengapa Masih Terjadi Kekerasan dalam Sekolah Saya menulis ini bukan ingin menunjuk dan menyalahkan pihak-pihak yang berada sebagai stake holder. Tapi ini murni agar kita bisa refleksi dan memperbaiki ini semua. Saya melihat, ada 4 hal yang harusnya menjadi perhatian. Pertama, msalah pola asuh Bahwa tak bisa dipungkiri, bahwa sudah sangat banyak yang penelitian yang menyimpulkan bahwa pola asuh sangat berhubungan dengan perilaku manusia. Anak yang diasuh dengan pengasuhan yang patut akan tumbuh dengan jiwa yang lebih sehat, sebaliknya dengan anak yamg diasuh dengan keras dan pengabaian memyebabkan anak lebih rapuh. Bisa cenderung pasif, bisa pula sangat agresif. Dan sayangnya, masalah utama ini belum menjadi perhatian serius kita. Hampir tak ada kurikulum kita yang menyiapkan anak untuk menjadi orang tua. Begitu juga di sekolah, tak banyak sekolah yang mengadakan parenting secara rutin. Kedua, masalah pengetahuan guru tentang ilmu anak, jiwa dan keguruan. Masih ada guru-gu

16. Rapor Deskripsi

Rapor deskripsi sebenarnya sudah mulai sejak 2006. Sejak diperlakukan kurikulum 2006 seharusnya rapor sudah dalam bentuk deskripsi. Namun, sedikit sekali sekolah yang menerapkan rapor deskripsi sejak tahun 2006. Banyak hal mengapa belum diterapkan. Salah satunya adalah kesulitan dalam membuatnya. Perlu energi ekstra dan pelatihan dan evaluasi yang terus menerus. Proses edit dari kepala sekolah atau wakil sekolah dalam hal tata bahasa dan kepatutan juga menjadi hal yang penting. Saya ingin berbagi mengenai rapor deskripsi yang telah kami lakukan di Sahabat Alam. Rapor deskripsi ini kami bikin sejak awal sekolah ini berdiri tahun 2010. Dan terus mengalami perbaikan setiap semester. Di tulisan ini saya akan berbagi sedikit tentang apa yang dilakukan di Sahabat ALam Palangka Raya. Tentu masih banyak juga kekurangan yang kami lakukan. Silahkan beri masukan tulisan ini. Selamat menikmati 1. Rapor harusnya menggambarkan secara gamblang bagaimana kondisi capaian anak. Jadi ketika orang t