Langsung ke konten utama

96. Lalu, darimana Mereka Mendapatkan Rasa Aman dan Kasih Sayang ?

Lalu, oleh Siapa Mereka Dibina

Sering dalam perjalanan saya termenung dan berpikir, siapa yang akan memberikan kasih sayang dan rasa aman pada anak-anak yang dilabel sebagai anak nakal atau anak bermasalah.

Saya dan istri pernah menjadi konsultan di sekolah boarding, dan menyaksikan seorang aak akhirnya akan diputuskan untuk dikeluarkan karena poin pelanggarannya sudah melampaui batas. Saya sebenarnya kurang setuju dengan sistem ini, tapi kejadian itu ketika kami baru masuk ke sekolah boarding itu.

Di keputusan itu, saya memahami bahwa pengelola juga tidak mudah untuk mengambil keputusan itu. Pengelola pasti juga sudah berpikir panjang dampak pada santri lain, kekhawatiran mempengaruhi siswa lain, dianggap tidak tegas dan lain-lain. Saya juga memahami bahwa ada kekhawatiran karena lemahnya pengasuh dalam memberikan pengasuhan di sekolah. Mempertahankan beresiko, tapi mengeluarkan anak sebenarnya juga bukan solusi untuk kebaikan anak tersebut. Tidak ada jaminana bahwa mengeluarkan anak tersebut akan membuatnya lebih baik dibandingkan ketika dia masih bersekolah di tempat kita.

Anak-anak ini kadang dilahirkan di keluarga yang kurang beruntung. Bukan secara finansial, tapi dari kehangatan dan kasih sayang yang ada di dalamnya.

Seringnya pula, pelanggaran-pelanggaran dilakukn sebagai perlawanan karena menganggap dikirim ke boarding karena orang tua tidak sanggup mengasuh atau hal lainnya.

Keluarga yang kurang hangat dan kurang kasih sayang, dalam banyak penelitian dapat banyak menyebabkan masalah pada perilaku anak. Anak seperti ini harusnya mendapatkan rasa aman dan kasih sayang. Dan seringnya pula, kita di sekolah tak mampu memberikan itu bahkan mengeluarkannya. Bukan salah kita 100% memang.

Pendidikan harusnya membawa anak-anak itu dari kegelapan menuju cahaya. Dan itu kadang butuh waktu panjang dan kesabaran yang panjang. Sayangnya, kita (dan termasuk saya) tak sanggup berhadapan dengan waktu dan kesabaran itu. Lalu, jika kitapun akhirnya menyerah pada keadaan ini, lalu pada siapa mereka mendapatkan rasa aman dan kasih sayang ? Tentu rumput yang bergoyang karena hempasan kereta apipun tak mampu menjawabnya

KA Malabar Bandung - Ngawi, 20 Januari 2020

Rizqi Tajuddin
#BabahAca

Komentar

Postingan populer dari blog ini

15. Tentang Tim Penagak Disiplin Sekolah

Di beberapa sekolah ada Tim yang bertugas untuk menegakkan disiplin di lingkungan sekolah. Biasanya, tim ini dipilih oleh guru dari beberapa siswa yang memiliki kriteria tertentu. Bisa karena perilakunya yang baik, menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik dan lain sebagainya. Tugas dari tim ini bermacam-macam, masing-masing sekolah memiliki perbedaan. Ada yang bertugas mencatat kesalahan yang dilakukan siswa, menegur siswa yang masbuk dalam shalat, yang bermain-main dalam shalat,ada juga yang hanya tugasnya memotivasi anak lain atau menjadi model bagi anak lain. Disiplin bagi anak bukanlah perkara membalik telapak tangan. Displin bagi anak adalah proses jangka panjang yang dipengaruhi banyak faktor. Rumah, sekolah, lingkungan, teman dan banyak hal lain yang bisa mempengaruhi perilaku anak. Kalau sekarang, mungkin TV, gadget dan game perlu dimasukkan dalam hal yang mempengaruhi anak.Bahkan, benda-benda itu kadang lebih dominan dalam mempengaruhi perilaku anak dibandingkan orang t

97. Saatnya Kita Berbenah

Mengapa Masih Terjadi Kekerasan dalam Sekolah Saya menulis ini bukan ingin menunjuk dan menyalahkan pihak-pihak yang berada sebagai stake holder. Tapi ini murni agar kita bisa refleksi dan memperbaiki ini semua. Saya melihat, ada 4 hal yang harusnya menjadi perhatian. Pertama, msalah pola asuh Bahwa tak bisa dipungkiri, bahwa sudah sangat banyak yang penelitian yang menyimpulkan bahwa pola asuh sangat berhubungan dengan perilaku manusia. Anak yang diasuh dengan pengasuhan yang patut akan tumbuh dengan jiwa yang lebih sehat, sebaliknya dengan anak yamg diasuh dengan keras dan pengabaian memyebabkan anak lebih rapuh. Bisa cenderung pasif, bisa pula sangat agresif. Dan sayangnya, masalah utama ini belum menjadi perhatian serius kita. Hampir tak ada kurikulum kita yang menyiapkan anak untuk menjadi orang tua. Begitu juga di sekolah, tak banyak sekolah yang mengadakan parenting secara rutin. Kedua, masalah pengetahuan guru tentang ilmu anak, jiwa dan keguruan. Masih ada guru-gu

16. Rapor Deskripsi

Rapor deskripsi sebenarnya sudah mulai sejak 2006. Sejak diperlakukan kurikulum 2006 seharusnya rapor sudah dalam bentuk deskripsi. Namun, sedikit sekali sekolah yang menerapkan rapor deskripsi sejak tahun 2006. Banyak hal mengapa belum diterapkan. Salah satunya adalah kesulitan dalam membuatnya. Perlu energi ekstra dan pelatihan dan evaluasi yang terus menerus. Proses edit dari kepala sekolah atau wakil sekolah dalam hal tata bahasa dan kepatutan juga menjadi hal yang penting. Saya ingin berbagi mengenai rapor deskripsi yang telah kami lakukan di Sahabat Alam. Rapor deskripsi ini kami bikin sejak awal sekolah ini berdiri tahun 2010. Dan terus mengalami perbaikan setiap semester. Di tulisan ini saya akan berbagi sedikit tentang apa yang dilakukan di Sahabat ALam Palangka Raya. Tentu masih banyak juga kekurangan yang kami lakukan. Silahkan beri masukan tulisan ini. Selamat menikmati 1. Rapor harusnya menggambarkan secara gamblang bagaimana kondisi capaian anak. Jadi ketika orang t