"Buk, buk, tumbas " saya memangging-manggil penjual seragam sekolah Sumber Busana, yang jaraknya dari rumah kami sekitar 500 meter. Kami di Pandean, sedangkan Sumber Busana di Ledok Jagalan. Oh ya, ini bukan toko yang saya ketok, kalau toko Sumber Busana ada di pasar, tapi ini gudang pembuatannya yang menjadi satu dengan rumah pemiliknya.
"Opo maneh ? Balak-balik ae, engkok jam 6 ae"
Apalagi ? Bolak-balik aja, nanti aja jam 6 pagi, ini kurang lebih jawaban dari ibu tua yang ada di rumah itu.
Ya, bada shubuh sekitar jam 5 pagi saya datang ke rumah itu, mengetuk pintu bagian belakang rumah untuk membeli entah tu dasi, hasduk, topi merah putih atau aksesoris seragam lainnya. Dan mungkin yang membuat kesal penunggu gudang itu adalah saya datang jam 5 pagi dan bukan satu kali, tapi sebulan bisa lebih dari 1 kali datang ke rumah itu.
Entahalah, sering sekali di hari Senin saya kebingungan mencari entah itu topi merah putih, dasi atau kaos kaki putih. Padahal, saya merasa membawa pulang semua aksesoris itu dari sekolah. Sedangkan di hari Jumat, sering kehilangan hasduk (aksesori pramuka). Bukan sekali, tapi berkali-kali.
Nah ini bagian dari hidup saya di masa kecil selain Kisah Kemiri dan Ketumbar yang ada di cerita sebelumnya. Saya merasa ini bagian dari hidup saya, karena saya merasa sangat ingat bahwa setiap hari Senin shubug saya sudah mulai cemas, apakah aksesoris itu ada atau tidak. Oh ya, mengapa Senin ? Karena Senin adalah hari upacara yang semua aksesoris selalu diperiksa di lapangan upacara, dan sialnya, saya jga sering menjadi petugas upacara, sebagai pemimpin upacara. Tidak lucu bukan ketika pemimpin upacara tidak memakai topi atau dasi.
Kehilanga topi dan aksesoris seragam bukanlah satu-satunya masalah saya. Tapi kehilangan buku catatan, atau lupa membawa buku ke sekolah adalah hal yang juga sering terjadi pada diri saya.
Jefri, adalah teman saya, anak kepala SDN sebelah yang sering saya datangi rumahnya di malam hari untuk meminjam catatannya untuk saya salin karena buku catatan saya hilang. Kehilangan buku catatan adalah mimpi buruh bagi generasi saya, karena catatan akan diperiksa oleh guru dan hukuman akan terjadi jika catatan kita tidak lengkap.
Jefri ingat betul kalau saya datang malam hari dengan becak ke rumahnya, "Mau pinjam catatan apalagi ? Matematika, PMP atau olahraga ?"
Entahlah mengapa saya seperti itu. Tapi, saya cukup beruntung karena hampir tidak pernah mendapatkan marah dan hukuman dari guru karena masalah-masalah ini. Selalu lolos dari masalah ini. Entah ketika topi tak ada, tidak ada pemeriksaan. Atau ketika catatan hilang, guru tidak jadi memeriksa atau kadang juga pernah ketahuan tidak membawa buku sama sekali di dalam tas, tapi kebetulan gurunya adalah pak Saiful, beliau adalah pengasuh saya ketika saya kecil dan menjadi guru ketika saya sudah SD. Pak Saiful mengganti tugas hari itu dengan menulis halus, yang buku tulisnya bisa saya beli di koperasi sekolah, sedangkan belajar yang menggunakan buku pelajaran ditiadakan dulu hari itu. Cukup beruntung bukan ?
Menteng-Jekan Raya, 13 September 2020
Rizqi Tajuddin
#BabahAca
Komentar
Posting Komentar