Siang ini, saya memasak sop dengan lauk tahu goreng dan empal goreng bumbu ketumbar. Nikmat sekali, makan bersama 3 anak laki-laki. Tentu sambal kecap tak lupa menemani. Melihat ketumbar di meja, membawa ingatan saya pada masa kecil dulu, ketika usia awal-awal SD hingga akhir di sekolah dasar. Memori yang kuat sekali, karena mengalami peristiwa berkali-kali tentang ketumbar dan kemiri.
Hampir semua kita paham mana ketumbar dan mana kemiri. Gambar di bawah ini jelas menunjukkan bedanya. Dari ukuran saja jauh berbeda, juga warnanya. Mana yang ketumbar ? Mana yang kemiri ? Tak perlu saya tunjukkan bukan ?
Tapi, di masa kecil saya, keduanya menjadi semacam mimpi buruk, karena saya kesulitan membedakan. Terbolak-balik. Kemiri saya katakan ketumbar. Ketumbar saya katakan ukurannya yang besar. Dan lain sebagainya.
"Qi, belikan ibu ketumbar di pak Toyo" perintah ibu saya
Pak Toyo adalah pemilik warung serba ada dekat rumah, sekitar 50 meter dari rumah. Cukup lengkap isi tokonya.
"Berapa ?" tanya saya
"500 aja" sahut ibu.
Kemudian dengan berjalan menyusuri pinggiran jalan yang dulunya katanya Jalan Daendeles ini saya menuju toko pak Toyo.
"Ketumubar, ketumbar, ketumbar, ketumbar, " setiap langkah saya mengucapkan ini seperti orang berzikir.
"Qi, kate nang endi (mau ke mana) ?" tanya teman di jalan
"Nang pak Toyo." jawabku
Kemudian.....
"Kemiri, kemiri, kemiri, kemiri,..." zikirku berganti tanpa sadar
"Pak Toyo, beli kemiri 500" pintaku
"Kemiri, atau ketumbar ?" tanya pak Toyo khas karena hafal dengan masalahku.
"Hmmm, yang besar apa pak Toyo ?" tanyakku
"Kalau yang besar, itu kemiri" jawab pak Toyo
"Oh iya, berarti betul pak, beli kemiri 500." jawabku.
Oh ya, di otakku itu, ketumbar ukurannya lebih besar. Jadi selain zikiran ketumbar sepanjang jalan, yang ada di otakku adalah membeli bumbu yang ukurannya lebih besar. Tentu terbalik dengan pemahaman orang pada umumnya.
Tibalah di rumah...
"Ini bu ketumbarnya " kataku
"Qi, ini kemiri, bukan ketumbar, kamu beli yang salah" kata ibu
Dan kemudian kembalilah aku ke warung pak Toyo.
"Salah ya ? Ini ya maksudnya ? Ini ketumbar" pak Toyo sudah siap ketika aku datang kembali ke tokonya.
"Iya pak, salah." jawabku
Dan tentu aku kembali sekarang dengan benda yang sudah benar.
Tentu aku tak ingat sudah berapa kali aku melakukan kesalahan ini. Ratusan kali mungkin. Kadang, ibu membawakanku catatan agar tidak salah. Tapi, di tengah jalan sering pula aku PD dan membuang kertas itu.
Dan ketika sudah di depan pak Toyo...
"Ketumbar atau kemiri ya pak ?" tanyaku kebingungan
"Ada catatannya gak ?" tanya pak Toyo
"Sebentar, kucari dulu pak"
Kucari di saku, kucari di jalanan. Kadang ketemu, kadang tidak. Dan jika tidak ketemu, maka akan terjadi masalah, salah beli atau salah sebut.
Oh ya, ini juga kebiasaanku. Meremas kertas, merobek kecil-kecil kertas, atau apa aja. Dan ini pula yang membuatku pernah dihukum push up di St Depok Baru ketika kuliah, karena tiketku kurobek-robek dan masuk ke tong sampah. Dan... pas di pintu keluar ada pemeriksaan, selesai sudah.
Saya agak lupa mulai usia berapa sudah mulai agak benar tentang dua benda ini. Ketumbar dan kemiri. Tapi gak 100% benar sih. Karena sering pula, aku harus sedikit berpikir, ini ketumbar atau kemiri. Atau diam sejenak berpikir tentang kedua benda ini.
Pun siang ini. Yang tersaji adalah empal goreng bumbu ketumbar. Tapi di kepalaku ingin bercerita pada anak-anak, bahwa ketumbar itu seperti kelapa, ada minyaknya, dan dulu untuk minyak rambut. Pdahal, itu bukan ketumbar, tapi kemiri bukan ? Yang bentuknya lebih besar. Dan dalam menulis ini, berkali-kali salah tulis, maksudnya ketumbar, tapi kutulis kemiri. Atau memang benar menulis ketumbar, tapi bayangan di otakku adalah benda yang lebih besar, dan itu kemiri bukan ?
Ah sudahlah, itu takdir sudah dari Yang Maha Kuasa. Kelemahanku, di antara kelemahan-kelemahan yang lain. Dan itu keberuntungan bukan ? Karena bisa jadi aku sulit menghafal karena itu juga. Ah untung kan gak panda menghafal, karena yang punya hafalan kan biang teroris . Ehhh.
Menteng, 6 September 2020
Rizqi Tajuddin
#BabahAca
Komentar
Posting Komentar