Seorang
ayah bertanya pada saya tentang perilaku anaknya. Beliau dan istrinya
cukup khawatir dengan perilaku anaknya. Anaknya sudah kelas enam,
tapi kurang suka belajar dan lebih sering browsing tentang bisnis
online.
Menurut
ayah tersebut, jadual sudah dibuat namun sering dilanggar. Dan sang
ayah menyediakan reward serta punishment untuk anak tersebut jika
melanggar atau melakukan jadual yang telah disepakati.
Jawaban :
Pertama,
saya memahami kekhawatiran ayah dan bunda anak tersebut, karena
memang jamak di masyarakat kita bahwa kelas 6 haruslah anak lebih
giat belajar karena mengadapi ujian nasional, dan seringnya di
sekolah lanjutan menggunakan nilai UN ini sebagai saringan masuk,
meski UN pada SD tidak menentukan kelulusan lagi.
Wah,
dari ujian nasional ini saja akan banyak hal yang bisa dibahas. Tapi,
saya tidak akan membahas tentang pro kontra ujian nasional.
Mengenai
hal ini, orang tua perlu diskusi dengan anak. Apa capaian yang
diinginkan anak pada semua pelajaran yang akan diujikan. Diskusikan
pula bagaimana cara dia dapat mencapai itu. Misal dia berkata perlu
belajar, maka orang tua perlu menanyakan bagaimana cara belajarnya,
berapa lama dan apa saja yang perlu dilakukan.
Orang
tua tidak perlu menunjukkan kekhawatiran tentang apa yang akan
dihadapi anak di Ujian Nasional. Kekhawatiran kita akan dirasakan
oleh anak dan ini tidak baik bagi psikologis orang tua dan anak.
Bagaimana jika anak dapat nilai jelek ? Nilai jelek pada ujian akhir
bukanlah akhir dari segalanya bagi anak. Tak ada jaminan bahwa anak
dengan nilai buruk tidak akan sukses kehidupannya nanti. Ini bukan
berarti kita membiarkan dia melakukan apa saja tanpa tangung jawab,
ini juga tidak benar. Yang paling penting adalah anak menjalankan apa
yang sudah disepakitnya dan diikrarkan olehnya.
Kedua,
tentang anak yang lebih senang
browsing dari pada belajar. Sebenanrnya ini adalah potensi yang bisa
dimanfaatkan oleh orang tua. Ini sebenarnya menunjukkan keinginan
belajar anak. Tentu perlu redefinisi belajar pada ayah bundanya.
Belajar itu tak melulu buku pelajaran, matematika, sains dan lain
lain. Mencari informasi yang sesuai dengan minatnya adalah belajar
juga. Jika ayah bunda dapat memfasilitasi dengan baik, bisa jadi ini
adalah awal dari prestasi anak di kemudian hari. Ayah bunda juga
perlu memahami bahwa ijazah dan persekolahan bukanlah segalanya bagi
anak. Tak harus kuliah di PT yang baik agar anak sukses, bahkan tanpa
kuliahpun anak dapat sukses bukan ? Namun bukan berarti anak dapat
sepuasnya menggunakan gadget untuk mencari infomrasi
sebanyak-banyaknya. Menurut American Pediatric Association,
waktu anak bersentuhan dengan layar (TV, telepon pintar, gem, dll)
maksimal 10 jam per pekan, dengan waktu maksimal per hari adalah 1
jam dan lebih lama sedikit di akhir pekan.
Nah,
di sinilah peran ortu. Bagaimana orang tua dapat konsisten mengatur
waktu layar ini. Konsisten dan konsekuensi sangatlah penting untuk
menegakkan aturan ini.
Awalnya
memang, orang tua perlu melakukan sosialisasi dan membahas aturan
ini. Mengapa ada aturan ini, dampaknya jika berlebihan dan lain
sebagainya.
Reward
dan punishment bukanlah cara terbaik dalam menegakkan aturan. Kedua
hal ini sudah lama ditinggalkan oleh banyak pengasuh.
Lalu
bagaimana caranya menegakkan aturan tanpa adanya reward dan
punishment ?
Ada
yang disebut konsekuensi. Konsekuensi sangatlah berbeda dengan
punishment dan reward. Konsekuensi itu haruslah berhubungan dengan
apa yang dilanggar. Misal ketika anak browsing lebih dari yang
dijadualkan hari itu, maka konsekuensinya anak akan kehilangan waktu
layar esoknya sepanjang waktu yang sudah dilanggarnya satu hari
sebelumnya. Dan ini perlu konsistensi dari orang tua agar anak tidak
meremehkan kebijakan yang diambil oleh orang tua.
Mengguanakan
layar bukanlah reward karena anak mau belajar atau melakukan kegiatan
baik lainnya. Menggunakan layar adalah rangkaian dari
kegiatan-kegiatan lainnya. Jadi, sebenarnya orang tua tidak boleh
mengatakan, "Nak, karena kamu mau belajar, sekarang ayah berikan
kamu bermain komputer." Ini adalah reward, dan tidak terlalu
penting bagi perkembangan diri anak. Jika waktu bermain komputer
adalah setelah waktu belajar, orang tua boleh mengatakan pada anak
yang bermain komputer padahal belum belajar dengan ungkapan seperti
ini , "Maaf, sekarang bukan waktunya kamu menggunaakn komputer,
sekarang waktumu belajar. Jadi apa yang harus kamu lakukan ?"
atau ayah bunda bisa mengatakan, "Silakhan gunakan komputer
setalah kamu belajar." Bisa jadi mirip dan sama. Tapi dari
kalimat yang berbeda ini, akan ditangkap maknanya berbeda. Yang
pertama adalah reward, dan yang kedua adalah bagian dari kegiatan
keseluruhan.
Terakhir
dari saya, kita sebagai orang tua perlu meredefinisi apa itu belajar,
konsistensi dan konsekuensi bagi anak. Kita sebagai orang tua juga
perlu sering mendengarkan perasaan dan maksud anak, karena bisa jadi
apa yang kita inginkan adalah beban berat bagi anak yang tak baik
bagi perkembengannya ke depan.
Komentar
Posting Komentar