Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2018

80. Guru dan Hak Anak akan ASI

Rizqi Tajuddin: Tahun 2013 saya pernah berkunjung ke sebuah sekolah di bilangan Jakarta Selatan. Waktu itu, saya melihat hal unik di kelas. Seorang ibu sedang mengajar dan di lantai juga ada bayi berusia kurang dari 6 bulan. Spontan saya bertanya pada pemilik sekolah, "anak siapa itu Bu ?" "Oh, itu anak ibu guru yang sedang mengajar itu pak," jawab pemilik sekolah. Sekolah ini bukan sekolah murah. Tahun 2013 SPP nya sudah hampir 1,5 juta per bulan. Pasti anak-anak orang berada di situ. Itu yang menggelitik saya untuk bertanya lagi, "Apa orang tua gak komplain Bu ? Apa nanti dianggap gak profesional?" Cecar saya. "Alhamdulillah tidak pak. Kalopun ada yang bertanya, kami jawab bahwa bukankah ini bonus dari kami pak" jawab beliau lagi. "Bonus Bu?" Tanya saya sambil menarik alis mata saya ke atas. Bingung dengan jawaban ini. "Iya pak bonus. Ortu bayar SPP itu agar anaknya belajar matematika, bahasa, dll. Mereka membayar bukan un

79. Hukuman karena Terlambat

Rizqi Tajuddin: Rizqi Tajuddin: Rizqi Tajuddin: Hukuman untuk Anak Terlambat Ada yang bertanya pada saya tentang tulisan sebelumnya, apakah saya setuju dengan hukuman pada anak yang terlambat. Terlebih hukumannya berupa menulis puluhan kali , "Saya tidak akan mengulangi lagi" dan atau mencuci toilet. Sebelum menjawab, setuju atau tidak, sebaiknya pembaca membaca tulisan saya ini. Ok, tentang anak terlambat, terutama pada anak usia dini, ada beberapa hal yang menyebabkan mereka terlambat. Umumnya karena bangun terlalu siang atau tidak segera menyiapkan diri untuk mandi atau makan. Pertanyaannya adalah, mereka bangun terlalu siang ? Bisa jadi karena tidur terlalu malam, sehingga pagi hari masih belum cukup porsi tidurnya. Lalu, apa yang sudah orang tua lakukan ketika anaknya belum bisa tidur jam 20 malam ? Dibiarkan ? Difasilitasi dengan permainan ? Diberi makan ? Atau apa ? Dari banyak pengalaman, Orang tua punya peran besar mengapa anaknya tidak segera tidur di mala

78. Hukuman itu.....

Seorang ibu dari ujung Timur pulau Jawa bertanya ke saya melalui WA, " Maaf pak mau tanya. Gmn cara ngasih masukan atau dialog sama guru anak saya (SD) ya. Jd betapa khawatirnya anak saya jika telat ke sekolah padahal rumah kami lumayan jauh. Ternyata gurunya menyampaikan bahwa jika telat akan dihukum mencuci toilet atau menulis sehalaman buku dgn kalimat :saya tdk akan mengulangi . Bukankah itu cara menghukum jaman saya sekolah. Gimana ya saya diskusikan itu?" Lalu, kurang lebih saya jawab seperti ini. Ini menurut saya bu - sekolah atau guru pasti punya pendapat dan keyakinan yang dianggap oleh mereka benar. Kita sebagai orang tua dianggap sudah mengetahui kebijakan-kebijakan sekolah. Memang agak sulit jika orang tua yang bicara. Guru atau sekolah yang masih punya pandangan seperti ini , bisa jadi karena pengetahuan tentang anaknya berbeda dengan kita. Mungkin bisa jadi, mereka mendapatkan pelatihan yang berbeda. Buat sa

77. Hari Anak itulah Momentumnya (Seharusnya)

Sekitar pukul 16:30 di L300 Pandaan-Bangil, ada telp dari Pak Nata salah seorang reporter RRI Palangka Raya. "Sore pak Rizqi, saya Nata pak. Mau wawancara sebentar" begitu beliau membuka pembicaraan. "Hari ini kan Hari Anak pak, menurut pak Rizqi sebaiknya dijadikan momentum apa pak ?" Lanjut beliau. Menurut saya, hari anak ini bisa dijadikan momentum serius untuk mengembalikan pendidikan pada relnya. Bahwa pendidikan haruslah holistik. Bahwa pendidikan haruslah memenuhi kebutuhan anak akan raganya, jiwanya dan akalnya. Raga itu bukan hanya semata makan & minum saja. Tapi kebutuhan raga itu juga memenuhi kebutuhan motor (gerak) dan 7 sensor (Indra) anak yang terdiri dari panca indera yang kita tahu plus Vestibular & propioseptik. Menurut Maslow dalam teori hierarki kebutuhan pokok, kebutuhan fisik (raga) adalah kebutuhan pertama sebelum kebutuhan akan rasa aman, cinta, harga diri dan aktualisasi diri. Artinya, jika kebutuhan pertama belum ter

76. Belajar dari Kesalahan (Bagaimana Qassam n Qawwam berperan sebagai ayah)

Salah satu hak anak yang juga kebutuhan pokoknya adalah kebutuhan akan pembelajaran. Salah satu yang dianggap memenuhi kebutuhan pembelajaran adalah diberinya kesempatan oleh orang tuanya untuk melakukan kesalahan. Karena dari kesalahan itu anak akan belajar. Anak akan mencoba lagi agar dirinya merasa berhasil. Prestasi adalah ketika akhirnya ada progres positif dari kesalahan yang dibuatnya. Lihat saja bagaimana anak belajar berjalan. Entah berapa puluh kali mencoba dan terjatuh. Dan kita sabar menunggu dan memberi apresiasi dan motivasi pada mereka. Yang dibutuhkan anak yang melakukan kesalahan atau kegagalan bukanlah kritikan, bukan juga omelan apalagi hukuman. Anak butuh respon positif dari orang tuanya. Respon positif itu bisa berupa memberi rasa aman bahwa gagal atau salah itu biasa. Bukan berarti kemudian kesalahan itu dibiarkan, anak tetap akan bertanggung jawab pada kesalahan yang dibuatnya. Misal seperti kasus yang terjadi pada Gaza tadi malam. Tadi malam

75. Jasad & Jiwa Juga Penting

Jam 7 pagi hari Kamis lalu (5/07/2018) ketika saya keluar dari loby sebuah hotel di Lampung, saya merasakan keteduhan karena adanya hujan yang turun shubuh tadi. Masih terasa sejuknya udara, segarnya nafas yang menghirup bau hujan yang kemudian membuat jiwa ini lebih tenang. Hujan adalah salah satu anugerah Allah SWT yang membuat kita mengoptimalkan seluruh potensi kita sebagai manusia. Akal kita menjadi segar, jasad kita merasakan kesejukan dan jiwa kita menjadi lebih tenang. Manusia menurut banyak versi, memang terdiri dari 3 unsur. Api, air, dan tanah.. eh itu Naruto ya... Yang benar, akal, jasad dan jiwa. Itu istilah yang digunakan oleh Islam. Menurut teori pendidikan modern, manusia terdiri dari afektif yang bisa dianggap sebagai jiwa atau ruh, kognitif yang bisa berarti akal dan psikomotor yang bisa dianggap sebagai jasad. Dan dalam teori tentang manusia dalam pandangan apapun, semua mempunyai kebutuhan masing-masing. Akal punya kebutuhan. Jasad punya kebutuhan begitu juga r