Sering kita marah dan melampiaskan ketidakbahagiaan kita karena perilaku orang lain. Bisa suami/istri yang kita salahkan. Atau pengendara di jalan, anak kita, atasan kita, bawahan kita atau bahkan tak jarang kita menyalahkan keadaan yang ada.
"Gara-gara bos bikin aturan baru, gue jadi ilfil"
"Ah, pegawai payah, bikin hariku buruk aja"
Begitulah kira-kira kalimat yang kita lampiaskan.
Jadi, seakan keadaan eksternal lah yang menyebabkan kondisi kita baik atau buruk. Memang benar, sebagian dari keadaan eksternal yang mempengaruhi keadaan diri kita. Tapi kita perlu ingat bahwa kitalah yang menentukan akan kita jadikan apa keadaan dari luar itu.
Jika ditanya, di mana letak bahagia ? Kita pasti akan menunjuk dada kita. Karena memang, di dalam dirilah letak kebahagiaan itu. Bukan di luar diri kita.
Keadaan dari luar memang akan mempengaruhi, bahkan kadang akan membuat kita jatuh dan patah. Tapi, kitalah yang kemudian menentukan berapa lama keadaan itu mempengaruhi kita.
Seorang istri yang terus mengeluh tentang keadaan suaminya yang membuat dirinya tak bahagia, itu sebenarnya juga pilihan. Karena jika ingin merasakan kebahagiaan, tentu ada yang harus dilakukan. Misal, jika merasa suaminya sudah tak sevisi, tak bisa dirubah dll dan membuat dirinya terpuruk mengapa tidak memutuskan berpisah ? Lalu jika tidak mau memilih berpisah, mengapa tak mau memperbaiki komunikasi dengan pasangannya ? Jika komunikasi juga merasa sulit untuk diperbaiki, mengapa tak menurunkan ekspektasi atau harapan agar bisa berdamai dengan keadaan suaminya ? Masih banyak jalan untuk mencari kebahagiaan. Tentu semua itu juga dipengaruhi oleh masa lalu kita, bagaimana kita diasuh di usia 0-15 tahun. Pengasuhan itu juga yang akan mempengaruhi penyikapan kita pada kondisi dari luar itu.
Contoh lain adalah seorang karyawan yang mengeluh terus dengan keadaan di luar. Kondisi teman yang kurang baik, mempengaruhi kinerjanya. Perubahan aturan, mempengaruhi kebahagiaanya. Padahal, jika ingin memilih, dia bisa resign dari kerjanya, jika masih menginginkan kerjaan itu, maka adaptasi dan kondisi luar harusnya tak banyak mempengaruhi keadaan diri dan kinerjanya.
Sesungguhnya, sangatlah rugi jika kemudian keadaan luar yang banyak mempengaruhi kita. Karena kita menjadi manusia yang tak merdeka. Manusia yang terjajah dengan keadaan. Kita diciptakan Tuhan sebagai hamba yang merdeka. Kitalah yang memilih, bahagia atau tidak. Bukan orang lain.
Bangil, 1 Juni 2018
Rizqi Tajuddin
#BabahAca
Komentar
Posting Komentar