Langsung ke konten utama

70. Kitalah Penentunya



Sering kita marah dan melampiaskan ketidakbahagiaan kita karena perilaku orang lain. Bisa suami/istri yang kita salahkan. Atau pengendara di jalan, anak kita, atasan kita, bawahan kita atau bahkan tak jarang kita menyalahkan keadaan yang ada.
"Gara-gara bos bikin aturan baru, gue jadi ilfil"
"Ah, pegawai payah, bikin hariku buruk aja"
Begitulah kira-kira kalimat yang kita lampiaskan.
Jadi, seakan keadaan eksternal lah yang menyebabkan kondisi kita baik atau buruk. Memang benar, sebagian dari keadaan eksternal yang mempengaruhi keadaan diri kita. Tapi kita perlu ingat bahwa kitalah yang menentukan akan kita jadikan apa keadaan dari luar itu.
Jika ditanya, di mana letak bahagia ? Kita pasti akan menunjuk dada kita. Karena memang, di dalam dirilah letak kebahagiaan itu. Bukan di luar diri kita.
Keadaan dari luar memang akan mempengaruhi, bahkan kadang akan membuat kita jatuh dan patah. Tapi, kitalah yang kemudian menentukan berapa lama keadaan itu mempengaruhi kita.
Seorang istri yang terus mengeluh tentang keadaan suaminya yang membuat dirinya tak bahagia, itu sebenarnya juga pilihan. Karena jika ingin merasakan kebahagiaan, tentu ada yang harus dilakukan. Misal, jika merasa suaminya sudah tak sevisi, tak bisa dirubah dll dan membuat dirinya terpuruk mengapa tidak memutuskan berpisah ? Lalu jika tidak mau memilih berpisah, mengapa tak mau memperbaiki komunikasi dengan pasangannya ? Jika komunikasi juga merasa sulit untuk diperbaiki, mengapa tak menurunkan ekspektasi atau harapan agar bisa berdamai dengan keadaan suaminya ? Masih banyak jalan untuk mencari kebahagiaan. Tentu semua itu juga dipengaruhi oleh masa lalu kita, bagaimana kita diasuh di usia 0-15 tahun. Pengasuhan itu juga yang akan mempengaruhi penyikapan kita pada kondisi dari luar itu.
Contoh lain adalah seorang karyawan yang mengeluh terus dengan keadaan di luar. Kondisi teman yang kurang baik, mempengaruhi kinerjanya. Perubahan aturan, mempengaruhi kebahagiaanya. Padahal, jika ingin memilih, dia bisa resign dari kerjanya, jika masih menginginkan kerjaan itu, maka adaptasi dan kondisi luar harusnya tak banyak mempengaruhi keadaan diri dan kinerjanya.
Sesungguhnya, sangatlah rugi jika kemudian keadaan luar  yang banyak mempengaruhi kita. Karena kita menjadi manusia yang tak merdeka. Manusia yang terjajah dengan keadaan. Kita diciptakan Tuhan sebagai hamba yang merdeka. Kitalah yang memilih, bahagia atau tidak. Bukan orang lain.

Bangil, 1 Juni 2018

Rizqi Tajuddin
#BabahAca

Komentar

Postingan populer dari blog ini

15. Tentang Tim Penagak Disiplin Sekolah

Di beberapa sekolah ada Tim yang bertugas untuk menegakkan disiplin di lingkungan sekolah. Biasanya, tim ini dipilih oleh guru dari beberapa siswa yang memiliki kriteria tertentu. Bisa karena perilakunya yang baik, menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik dan lain sebagainya. Tugas dari tim ini bermacam-macam, masing-masing sekolah memiliki perbedaan. Ada yang bertugas mencatat kesalahan yang dilakukan siswa, menegur siswa yang masbuk dalam shalat, yang bermain-main dalam shalat,ada juga yang hanya tugasnya memotivasi anak lain atau menjadi model bagi anak lain. Disiplin bagi anak bukanlah perkara membalik telapak tangan. Displin bagi anak adalah proses jangka panjang yang dipengaruhi banyak faktor. Rumah, sekolah, lingkungan, teman dan banyak hal lain yang bisa mempengaruhi perilaku anak. Kalau sekarang, mungkin TV, gadget dan game perlu dimasukkan dalam hal yang mempengaruhi anak.Bahkan, benda-benda itu kadang lebih dominan dalam mempengaruhi perilaku anak dibandingkan orang t

97. Saatnya Kita Berbenah

Mengapa Masih Terjadi Kekerasan dalam Sekolah Saya menulis ini bukan ingin menunjuk dan menyalahkan pihak-pihak yang berada sebagai stake holder. Tapi ini murni agar kita bisa refleksi dan memperbaiki ini semua. Saya melihat, ada 4 hal yang harusnya menjadi perhatian. Pertama, msalah pola asuh Bahwa tak bisa dipungkiri, bahwa sudah sangat banyak yang penelitian yang menyimpulkan bahwa pola asuh sangat berhubungan dengan perilaku manusia. Anak yang diasuh dengan pengasuhan yang patut akan tumbuh dengan jiwa yang lebih sehat, sebaliknya dengan anak yamg diasuh dengan keras dan pengabaian memyebabkan anak lebih rapuh. Bisa cenderung pasif, bisa pula sangat agresif. Dan sayangnya, masalah utama ini belum menjadi perhatian serius kita. Hampir tak ada kurikulum kita yang menyiapkan anak untuk menjadi orang tua. Begitu juga di sekolah, tak banyak sekolah yang mengadakan parenting secara rutin. Kedua, masalah pengetahuan guru tentang ilmu anak, jiwa dan keguruan. Masih ada guru-gu

16. Rapor Deskripsi

Rapor deskripsi sebenarnya sudah mulai sejak 2006. Sejak diperlakukan kurikulum 2006 seharusnya rapor sudah dalam bentuk deskripsi. Namun, sedikit sekali sekolah yang menerapkan rapor deskripsi sejak tahun 2006. Banyak hal mengapa belum diterapkan. Salah satunya adalah kesulitan dalam membuatnya. Perlu energi ekstra dan pelatihan dan evaluasi yang terus menerus. Proses edit dari kepala sekolah atau wakil sekolah dalam hal tata bahasa dan kepatutan juga menjadi hal yang penting. Saya ingin berbagi mengenai rapor deskripsi yang telah kami lakukan di Sahabat Alam. Rapor deskripsi ini kami bikin sejak awal sekolah ini berdiri tahun 2010. Dan terus mengalami perbaikan setiap semester. Di tulisan ini saya akan berbagi sedikit tentang apa yang dilakukan di Sahabat ALam Palangka Raya. Tentu masih banyak juga kekurangan yang kami lakukan. Silahkan beri masukan tulisan ini. Selamat menikmati 1. Rapor harusnya menggambarkan secara gamblang bagaimana kondisi capaian anak. Jadi ketika orang t