Langsung ke konten utama

77. Hari Anak itulah Momentumnya (Seharusnya)


Sekitar pukul 16:30 di L300 Pandaan-Bangil, ada telp dari Pak Nata salah seorang reporter RRI Palangka Raya.
"Sore pak Rizqi, saya Nata pak. Mau wawancara sebentar" begitu beliau membuka pembicaraan.
"Hari ini kan Hari Anak pak, menurut pak Rizqi sebaiknya dijadikan momentum apa pak ?" Lanjut beliau.
Menurut saya, hari anak ini bisa dijadikan momentum serius untuk mengembalikan pendidikan pada relnya. Bahwa pendidikan haruslah holistik. Bahwa pendidikan haruslah memenuhi kebutuhan anak akan raganya, jiwanya dan akalnya.
Raga itu bukan hanya semata makan & minum saja. Tapi kebutuhan raga itu juga memenuhi kebutuhan motor (gerak) dan 7 sensor (Indra) anak yang terdiri dari panca indera yang kita tahu plus Vestibular & propioseptik. Menurut Maslow dalam teori hierarki kebutuhan pokok, kebutuhan fisik (raga) adalah kebutuhan pertama sebelum kebutuhan akan rasa aman, cinta, harga diri dan aktualisasi diri. Artinya, jika kebutuhan pertama belum terpenuhi maka motivasi anak dalam melakukan kegiatan adalah untuk memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi.
Selain raga, jiwa juga punya kebutuhan. Selain karena kematangan sensor & motoriknya yang juga akan mempengaruhi kematangan emosi/jiwa anak, jiwa juga membutuhkan rasa cinta, rasa sayang, pelukan, respon positif ketika anak gagal, kebutuhan untuk dihormati dan juga kebutuhan untuk dianggap unik dan tidak dibandingkan dengan anak lain.
Ada hal menarik, bahwa anak-anak yang kebutuhan jiwanya tidak dipenuhi dengan patut, cenderung untuk melakukan bully di sekolah.
Anak TK yang suka memukul temannya, bisa jadi bukan untuk menyakiti tapi untuk berkomunikasi dengan temannya, tapi karena tidak tahu caranya maka dia menggunakan cara yang negatif. Niatnya sudah benar, berteman, caranya yang salah.
Jadi, seharusnya pendidikan itu mengurus semuanya. Kalau menurut istilah kerennya, pendidikan itu holistik. Bukan melulu mengurus tantangan untuk akal saja, apalagi jika hanya terbatas pada masalah akademis dan lebih sempit lagi hanya mengurus soal-soal ujian semata. Mungkin kita bisa membantah bahwa kita tidak seperti itu, namun nyatanya pendidikan di Indonesia memang masih seperti ini. Lebih banyak mengurus akademis. Karena faktanya, evaluasi terbesar itu untuk nilai ujian. Bukan hanya negara yang melakukan, sekolah juga sama. Target-target itu sebatas pada kemampuan akademis siswa.
Di hari anak ini, kita bisa jadikan momentum mengembalikan pendidikan pada ruh yang dicita-citakan Ki Hajar, bahwa pendidikan itu mengolah raga, mengolah akal, mengolah jiwa & rasa.

Bangil, 24 Juli 2018
Rizqi Tajuddin
#BabahAca

Komentar

Postingan populer dari blog ini

15. Tentang Tim Penagak Disiplin Sekolah

Di beberapa sekolah ada Tim yang bertugas untuk menegakkan disiplin di lingkungan sekolah. Biasanya, tim ini dipilih oleh guru dari beberapa siswa yang memiliki kriteria tertentu. Bisa karena perilakunya yang baik, menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik dan lain sebagainya. Tugas dari tim ini bermacam-macam, masing-masing sekolah memiliki perbedaan. Ada yang bertugas mencatat kesalahan yang dilakukan siswa, menegur siswa yang masbuk dalam shalat, yang bermain-main dalam shalat,ada juga yang hanya tugasnya memotivasi anak lain atau menjadi model bagi anak lain. Disiplin bagi anak bukanlah perkara membalik telapak tangan. Displin bagi anak adalah proses jangka panjang yang dipengaruhi banyak faktor. Rumah, sekolah, lingkungan, teman dan banyak hal lain yang bisa mempengaruhi perilaku anak. Kalau sekarang, mungkin TV, gadget dan game perlu dimasukkan dalam hal yang mempengaruhi anak.Bahkan, benda-benda itu kadang lebih dominan dalam mempengaruhi perilaku anak dibandingkan orang t

97. Saatnya Kita Berbenah

Mengapa Masih Terjadi Kekerasan dalam Sekolah Saya menulis ini bukan ingin menunjuk dan menyalahkan pihak-pihak yang berada sebagai stake holder. Tapi ini murni agar kita bisa refleksi dan memperbaiki ini semua. Saya melihat, ada 4 hal yang harusnya menjadi perhatian. Pertama, msalah pola asuh Bahwa tak bisa dipungkiri, bahwa sudah sangat banyak yang penelitian yang menyimpulkan bahwa pola asuh sangat berhubungan dengan perilaku manusia. Anak yang diasuh dengan pengasuhan yang patut akan tumbuh dengan jiwa yang lebih sehat, sebaliknya dengan anak yamg diasuh dengan keras dan pengabaian memyebabkan anak lebih rapuh. Bisa cenderung pasif, bisa pula sangat agresif. Dan sayangnya, masalah utama ini belum menjadi perhatian serius kita. Hampir tak ada kurikulum kita yang menyiapkan anak untuk menjadi orang tua. Begitu juga di sekolah, tak banyak sekolah yang mengadakan parenting secara rutin. Kedua, masalah pengetahuan guru tentang ilmu anak, jiwa dan keguruan. Masih ada guru-gu

16. Rapor Deskripsi

Rapor deskripsi sebenarnya sudah mulai sejak 2006. Sejak diperlakukan kurikulum 2006 seharusnya rapor sudah dalam bentuk deskripsi. Namun, sedikit sekali sekolah yang menerapkan rapor deskripsi sejak tahun 2006. Banyak hal mengapa belum diterapkan. Salah satunya adalah kesulitan dalam membuatnya. Perlu energi ekstra dan pelatihan dan evaluasi yang terus menerus. Proses edit dari kepala sekolah atau wakil sekolah dalam hal tata bahasa dan kepatutan juga menjadi hal yang penting. Saya ingin berbagi mengenai rapor deskripsi yang telah kami lakukan di Sahabat Alam. Rapor deskripsi ini kami bikin sejak awal sekolah ini berdiri tahun 2010. Dan terus mengalami perbaikan setiap semester. Di tulisan ini saya akan berbagi sedikit tentang apa yang dilakukan di Sahabat ALam Palangka Raya. Tentu masih banyak juga kekurangan yang kami lakukan. Silahkan beri masukan tulisan ini. Selamat menikmati 1. Rapor harusnya menggambarkan secara gamblang bagaimana kondisi capaian anak. Jadi ketika orang t