Langsung ke konten utama

81. Cukup Itu Bagi saya

Cukup itu Bagi Saya


Malam itu,  bada tarawih,  saya berbincang ringan dengan beberapa pengurus masjid tempat saya itikaf bersama anak-anak saya. Ada pertanyaan ringan yang diajukan, "Jika ditanya,  mengapa itikaf di sini? Apa jawaban bapak? "
Saya spontan menjawab,  "Karena di sini anak-anak boleh bermain di dalam ruangan ibadah pak. " jawab saya spontan.
"Ya pak,  kami pengurus punya komitmen agar masjid ini ramah anak. " jawab pak Bintoro,  salah satu pengurus masjid.
"Kami bukan penguasa masjid,  tapi komitmen kami sebagai pelayan jamaah. " sambung pak Cipto.

Kemudian mengalirlah dari kedua pengurus ini tentang ide dan rencana menambah fasilitas wifi high speed agar bisa digunakan anak-anak,  remaja dan jamaah masjid.  Tentang ingin adanya pojok bermain dan lainnya.  Tentu yang terakhir ini pelrlu kerja leras karena sempitnya lahan dan mahalnya lahan jika perlu meluaskan bangunan masjid.  "Bengkel itu gak sampai 800 m2,  harganya 13 M pak. " kata salah seorang pengurus.

Jawaban saya yang spontan tadi,  ada landasannya.  Karena sebelumnya Gaza (5 tahun) bermain dengan melompati abang-abangnya yang tiduran.  Dengan mengambil ancang-ancang agak jauh,  dia berlari kemudian melompatj Qawwam yang tiduran di karpet masjid yang tebal dan wangi.
Nah,  padahal tak jauh dari situ,  sedang ada pengurus yang sedang menghitung hasil kotak amal.  Tapi,  tak ada satupun pengurus yang melaramgnya.  Begitu juga ketika beberapa anak bermain di sekitar mihrab masjid. Tak ada teriakan dan bentakan larangan dari pengurus masjid.

Dan alhamdulillah,  masjid yang ramah anak seakarng mulai bermumculan.  Bak jamur yang tumbuh di musim hujan.  Karena pengetahuan pengurus yang mulai memahami bahwa aset masjid ini bukan dari bangunannya,  tapi dari ramainya anak-anak bermain di masjid.

Masjid memang seharusnya ramah pada anak.  Masjid adalah salah satu pembangun peradaban.  Dan, anak-anak adalah aset masa depan peradaban.  Jika aset ini jauh dari masjid,  maka kita akan menjadi lebih khawatir tentang peradaban apa yang akan dibangun nanti.

Masjid Ash-shobirin Rungkut Mapan FD Surabaya,
25 Mei 2019

Rizqi Tajuddin
#BabahAca

Komentar

  1. semoga pak Rizqi Tajuddin dengan keluarga mendapatkan keberkahan dalam ber ibadah di masjid Ash Shoobiriin serta akan menjadikan sebuah inspirasi dalam pengembangan pendidikan Islam yang ramah ber martabat dan ber Taqwa

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

15. Tentang Tim Penagak Disiplin Sekolah

Di beberapa sekolah ada Tim yang bertugas untuk menegakkan disiplin di lingkungan sekolah. Biasanya, tim ini dipilih oleh guru dari beberapa siswa yang memiliki kriteria tertentu. Bisa karena perilakunya yang baik, menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik dan lain sebagainya. Tugas dari tim ini bermacam-macam, masing-masing sekolah memiliki perbedaan. Ada yang bertugas mencatat kesalahan yang dilakukan siswa, menegur siswa yang masbuk dalam shalat, yang bermain-main dalam shalat,ada juga yang hanya tugasnya memotivasi anak lain atau menjadi model bagi anak lain. Disiplin bagi anak bukanlah perkara membalik telapak tangan. Displin bagi anak adalah proses jangka panjang yang dipengaruhi banyak faktor. Rumah, sekolah, lingkungan, teman dan banyak hal lain yang bisa mempengaruhi perilaku anak. Kalau sekarang, mungkin TV, gadget dan game perlu dimasukkan dalam hal yang mempengaruhi anak.Bahkan, benda-benda itu kadang lebih dominan dalam mempengaruhi perilaku anak dibandingkan orang t

97. Saatnya Kita Berbenah

Mengapa Masih Terjadi Kekerasan dalam Sekolah Saya menulis ini bukan ingin menunjuk dan menyalahkan pihak-pihak yang berada sebagai stake holder. Tapi ini murni agar kita bisa refleksi dan memperbaiki ini semua. Saya melihat, ada 4 hal yang harusnya menjadi perhatian. Pertama, msalah pola asuh Bahwa tak bisa dipungkiri, bahwa sudah sangat banyak yang penelitian yang menyimpulkan bahwa pola asuh sangat berhubungan dengan perilaku manusia. Anak yang diasuh dengan pengasuhan yang patut akan tumbuh dengan jiwa yang lebih sehat, sebaliknya dengan anak yamg diasuh dengan keras dan pengabaian memyebabkan anak lebih rapuh. Bisa cenderung pasif, bisa pula sangat agresif. Dan sayangnya, masalah utama ini belum menjadi perhatian serius kita. Hampir tak ada kurikulum kita yang menyiapkan anak untuk menjadi orang tua. Begitu juga di sekolah, tak banyak sekolah yang mengadakan parenting secara rutin. Kedua, masalah pengetahuan guru tentang ilmu anak, jiwa dan keguruan. Masih ada guru-gu

16. Rapor Deskripsi

Rapor deskripsi sebenarnya sudah mulai sejak 2006. Sejak diperlakukan kurikulum 2006 seharusnya rapor sudah dalam bentuk deskripsi. Namun, sedikit sekali sekolah yang menerapkan rapor deskripsi sejak tahun 2006. Banyak hal mengapa belum diterapkan. Salah satunya adalah kesulitan dalam membuatnya. Perlu energi ekstra dan pelatihan dan evaluasi yang terus menerus. Proses edit dari kepala sekolah atau wakil sekolah dalam hal tata bahasa dan kepatutan juga menjadi hal yang penting. Saya ingin berbagi mengenai rapor deskripsi yang telah kami lakukan di Sahabat Alam. Rapor deskripsi ini kami bikin sejak awal sekolah ini berdiri tahun 2010. Dan terus mengalami perbaikan setiap semester. Di tulisan ini saya akan berbagi sedikit tentang apa yang dilakukan di Sahabat ALam Palangka Raya. Tentu masih banyak juga kekurangan yang kami lakukan. Silahkan beri masukan tulisan ini. Selamat menikmati 1. Rapor harusnya menggambarkan secara gamblang bagaimana kondisi capaian anak. Jadi ketika orang t