Langsung ke konten utama

15. Tentang Tim Penagak Disiplin Sekolah





Di beberapa sekolah ada Tim yang bertugas untuk menegakkan disiplin di lingkungan sekolah. Biasanya, tim ini dipilih oleh guru dari beberapa siswa yang memiliki kriteria tertentu. Bisa karena perilakunya yang baik, menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik dan lain sebagainya. Tugas dari tim ini bermacam-macam, masing-masing sekolah memiliki perbedaan. Ada yang bertugas mencatat kesalahan yang dilakukan siswa, menegur siswa yang masbuk dalam shalat, yang bermain-main dalam shalat,ada juga yang hanya tugasnya memotivasi anak lain atau menjadi model bagi anak lain.
Disiplin bagi anak bukanlah perkara membalik telapak tangan. Displin bagi anak adalah proses jangka panjang yang dipengaruhi banyak faktor. Rumah, sekolah, lingkungan, teman dan banyak hal lain yang bisa mempengaruhi perilaku anak. Kalau sekarang, mungkin TV, gadget dan game perlu dimasukkan dalam hal yang mempengaruhi anak.Bahkan, benda-benda itu kadang lebih dominan dalam mempengaruhi perilaku anak dibandingkan orang tua maupun gurunya sendiri.
Bagi anak, perilaku adalah cerminan dari perilaku orang dewasa sekitarnya. Ayah, bunda dan guru yang baik akan dicerminkan oleh anak melalui perilakunya.
Bagi saya, menempatkan siswa sebagai pengawas disiplin bagi siswa lainnya agak kurang tepat. Ini diibaratkan menjadikan anak menjadi mata-mata bagi siswa yang lain. Banyak hal yang akan menjadi bias di lapangan. Anak belumlah memiliki flesibilitas berpikir seperti orang dewasa. Jika anak melihat anak-anak bercakap-cakap ketika shalat, mereka gak paham mengapa temannya berbuat seperti itu, atau juga teman yang bercakap-cakap juga gak paham mengapa dirinya sulit mengendalikan diri untuk tidak bercakap-cakap ketika shalat. Anak yang menjadi tim penegak disiplin hanya melihat hitam putih saja. Anak bicara tanpa tahu sebabnya. Anak terlambat tanpa tahu sebabnya.
Jika itu konteksnya untuk pembelajaran siswa menjadi pemimpin, maka kita perlu tahu bahwa sifat pemimpin yang paling utama adalah kebijaksanaannya dalam memaafkan kesalahan bawahannya, bukan seseorang yang mencari-cari kesalahan bawahannya. Kalaupun anak-anak itu melakukan kesalahan, harusnya ada mekanisme pembelaan dari apa yang diperbuatnya. Gak bisa dengan kaca mata kuda melihatnya, kesalahan anak tidak hitam putih, pun orang dewasa. Seseorang yang mencuri bisa saja lolos dari hukuman jika alasannya untuk bertahan hidup kan ?
Disiplin anak ditumbuhkan dengan memberi rasa kepercayaan pada dirinya, karena hal itu akan menumbuhkan harga dirinya. Anak-anak yang tumbuh dengan kepercayaan dari orang dewasa di sekitarnya akan tumbuh menjadi anak yang memiliki harga diri yang baik. Sebaliknya, anak yang tumbuh dengan rasa curiga dan ketidakpercayaan akan rusak pula harga dirinya.

Sekedar berbagi
Rizqi Tajuddin
Palangka Raya. 17 September 2014

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

97. Saatnya Kita Berbenah

Mengapa Masih Terjadi Kekerasan dalam Sekolah Saya menulis ini bukan ingin menunjuk dan menyalahkan pihak-pihak yang berada sebagai stake holder. Tapi ini murni agar kita bisa refleksi dan memperbaiki ini semua. Saya melihat, ada 4 hal yang harusnya menjadi perhatian. Pertama, msalah pola asuh Bahwa tak bisa dipungkiri, bahwa sudah sangat banyak yang penelitian yang menyimpulkan bahwa pola asuh sangat berhubungan dengan perilaku manusia. Anak yang diasuh dengan pengasuhan yang patut akan tumbuh dengan jiwa yang lebih sehat, sebaliknya dengan anak yamg diasuh dengan keras dan pengabaian memyebabkan anak lebih rapuh. Bisa cenderung pasif, bisa pula sangat agresif. Dan sayangnya, masalah utama ini belum menjadi perhatian serius kita. Hampir tak ada kurikulum kita yang menyiapkan anak untuk menjadi orang tua. Begitu juga di sekolah, tak banyak sekolah yang mengadakan parenting secara rutin. Kedua, masalah pengetahuan guru tentang ilmu anak, jiwa dan keguruan. Masih ada guru-gu...

26. Mundur sebagai PNS ...

Suatu malam pada September 2010 saya menghadiri acara musyawarah sebuah ormas. Saya duduk sambil memangku anak kedua saya, Qawwam, yang saat itu baru berusia dua tahun. Di dekat saya duduk juga Pak Irwan Rinaldi yang jauh-jauh kami datangkan dari Depok, Jawa Barat, ke Palangkara, Kalimantan Tengah, untuk mengisi acara malam ini. Pak Irwan adalah seoarang tokoh ayah nasional. Ia punya kepedulian yang amat besar pada peran ayah dalam mendidik anak-anak. Satu persatu tamu undangan berdatangan. Beberapa di antaranya adalah walimurid Sahabat Alam, sekolah yang kami dirikan sejak Mei 2010. Saat itu Sekolah Sahabat Alam baru memiliki 22 murid. Sekolah sederhana ini adalah alasan kami—saya dan keluarga—pindah ke Kalimantan. Bukan sekolah swasta mewah yang memiliki investor berlimpah. Meski demikian, sekolah ini disokong oleh orang-orang  yang ikhlas. Ada yang meminjamkan tanahnya, menyumbang kayu untuk bangunan sekolah, dan lain sebagainya. "Ini Haji Imuh, Pak. Beliau wa...