Langsung ke konten utama

8. Kebahagiaan bukan Kepintaran


Ketika mengupload (nanti dicari padanan katanya) ke Fb gambar ini ada yang berkomentar mendukung ada juga yang tidak sepakat. Biasa memang, dalam setiap wacana ada yang setuju dan tidak. Di sini saya akan berusaha mendudukkan gambar ini secara proporsional agar penjelasan lebih mengkristal lagi. Berbahaggia berbeda dengan besenang-senang. Berbahagia maknanya jauh lebih hakiki dibandingkan dengan bersenang-senang. Bisa jadi orang yang bahagia, dalam hidupnya tidak bersenang-senang dan begitu sebaliknya orang yang bersenang-senang belum tentu bahagia hidupnya.
Mengapa saya menuliskan bahwa tujuan sekolah adalah kebahagiaan? Ya karena sesungguhnya tujuan manusia adalah kebahagiaan, dunia dan akhirat. Artinya dalam setiap aktivitas kita seharusnya juga bersandar pada hal itu. Mengapa kita shalat, mengapa kita bekerja, mengapa kita berkeluarga? Tentunya karena kita ingin bahagia. Sekolah adalah bagian dari kehidupan kita, maka seyogyanya bertujuan juga untuk kebagaian, bukan yang lain.
Bahagia adalah sesuatu yang relatif. Tidak ada ukuran yang pasti. Tapi biasanya bahagia dapat dilihat dari perilaku seseorang. Orang-orang yang bahagia cenderung untuk tenang, emosinya terkontrol, memaknai pemebrian dengan positif, tidak banyak mengeluh dan mudah tersenyum.
Bahagia tidak bisa diukur dengan harta dan materi. Bahagia adanya pada perilaku dan sikap dalam memaknai hidup, bukan pada ukuran fisik, titel, jabatan, dan gelar akademis.
Nah, kita lihat sekarang tujuan-tujuan sekolah pada umumnya. Sebagian besar memiliki asumsi bahwa anak perlu pintar agar bisa meneruskan ke pendidikan yang lebih tinggi, dan dengan pendidikan yang tinggi nanti akan mudah mendapat kerja, maka bahagialah nanti hidupnya. Sebagian besar, jika tidak mau dibilang semua sekolah. Artinya secara langsung, sekolah menganggap kebahagian berasal dari apa yang didapat oleh manusia. Artinya jika manusia tidak pintar maka sulit untuk meneruskan ke pendidikan selajutnya, dan akan sulit nantinya mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang layak untuk hidupnya.
Maka sekarang sekolah-sekolah berlomba membuat anak didiknya menjadi anak-anak yang pintar. Dibuatlah kurikulum untuk membuat mereka pintar tujuannya, tanpa memikirkan apakah anak-anak ini bahagia dengan cara yang seperti sekarang ini. Driling soal, pembeljaran yang hanya minds on tanpa adanya hands on, pembelajaran berpusat pada guru, pemebelajaran yang tidak mempertimbangkan tahapan perkembangan masing-masing anak, dan berwacana prestasi akademik. Apakah salah mempunyai anak yang pintar? Tidak salah. Tapi yang membuat kurang tepat adalah menjadikan kepintaran sebagai barometer keberhasilan.
Ketika tujuan sekolah adalah kebahagiaan, maka yang dipikirkan guru dan sekolah pertama ketika memberikan materi adalah apakah anak akan bahagia dengan apa yang kita berikann. Jangan artikan bahwa anak akan seenaknya dan yang penting bahagia, gak perlu belajar gak perlu bekerja keras, jangan artikan ke sana. Anak akan bahagia jika telah anak menyelesaikan masalahny tanpa banyak bantuan dari orang dewasa, bukan karena karena membebaskan sama sekali dari tanggung jawabnya. Jangan artikan pula nantinya anak tidak perlu belajar sama sekali, karena dianggap tidak belajar akan membuat anak bahagia, jangan artikan ke sana.
Jika tujuan sekolah adalah kebagahiaan, maka guru akan membuat tantangan yang sesuai dengan perkembangan anak, tidak membebani anak dengan tuntutan akademis yang tinggi dan juga tidak meletakkan citra sekolah pada pundak anak dengan mengeksplotasi dengan lomba-lomba dan kompetisi-kompetisi. Sekolah juga tidak akan menforsir siswa untuk menjadi pintar secara akademis seperti sekarang, karena memang tidak semua manusia diciptakan dengan tingkat kepintaran yang sama, ada banyak anak ditakdirkan dengan keterbatasan. Jika tujuan sekolah adalah kepintaran maka anak-anak ini tidak akan bahagia. Tapi jika tujuan adalah kebahagiaan, maka anak akan dihargai apapun hasilnya oleh orang dewasa di sekitarnya. Anak-anak yang dihargai seperti ini akan merasa dirinya berbahagia dan berharga.
Kebahagiaan adalah hal yang lebih penting dari kepintaran. Karena bahagia itu dibutuhkan oleh semua orang. Banyk orang yang pintar tapi tidak bahagia, tapi orang-orang yang sejak kecil dibiasakan untuk berbahagia, dia akan menikmati hidupnya meski tidak lebih pintar dari orang lain.
Ungkapan "Saya bahagia dengan hidup saya" adalah sebuah ungkapan kesederhanaan. Tapi mengatakan, "Saya memang orang yang pandai" adalah ungkapan kesombongan. Bahagia adalah klaim pribadi, tapi kalo pandai adalah penilaian orang lain. Jadi, jadikanlah anak-anak kita anak-anak yang bahagia karena dari kebahagiaan itu akan muncul berbagai macam potensi dirinya. Sesungguhnya yang benar datangnya hanya dari Allah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

15. Tentang Tim Penagak Disiplin Sekolah

Di beberapa sekolah ada Tim yang bertugas untuk menegakkan disiplin di lingkungan sekolah. Biasanya, tim ini dipilih oleh guru dari beberapa siswa yang memiliki kriteria tertentu. Bisa karena perilakunya yang baik, menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik dan lain sebagainya. Tugas dari tim ini bermacam-macam, masing-masing sekolah memiliki perbedaan. Ada yang bertugas mencatat kesalahan yang dilakukan siswa, menegur siswa yang masbuk dalam shalat, yang bermain-main dalam shalat,ada juga yang hanya tugasnya memotivasi anak lain atau menjadi model bagi anak lain. Disiplin bagi anak bukanlah perkara membalik telapak tangan. Displin bagi anak adalah proses jangka panjang yang dipengaruhi banyak faktor. Rumah, sekolah, lingkungan, teman dan banyak hal lain yang bisa mempengaruhi perilaku anak. Kalau sekarang, mungkin TV, gadget dan game perlu dimasukkan dalam hal yang mempengaruhi anak.Bahkan, benda-benda itu kadang lebih dominan dalam mempengaruhi perilaku anak dibandingkan orang t

97. Saatnya Kita Berbenah

Mengapa Masih Terjadi Kekerasan dalam Sekolah Saya menulis ini bukan ingin menunjuk dan menyalahkan pihak-pihak yang berada sebagai stake holder. Tapi ini murni agar kita bisa refleksi dan memperbaiki ini semua. Saya melihat, ada 4 hal yang harusnya menjadi perhatian. Pertama, msalah pola asuh Bahwa tak bisa dipungkiri, bahwa sudah sangat banyak yang penelitian yang menyimpulkan bahwa pola asuh sangat berhubungan dengan perilaku manusia. Anak yang diasuh dengan pengasuhan yang patut akan tumbuh dengan jiwa yang lebih sehat, sebaliknya dengan anak yamg diasuh dengan keras dan pengabaian memyebabkan anak lebih rapuh. Bisa cenderung pasif, bisa pula sangat agresif. Dan sayangnya, masalah utama ini belum menjadi perhatian serius kita. Hampir tak ada kurikulum kita yang menyiapkan anak untuk menjadi orang tua. Begitu juga di sekolah, tak banyak sekolah yang mengadakan parenting secara rutin. Kedua, masalah pengetahuan guru tentang ilmu anak, jiwa dan keguruan. Masih ada guru-gu

16. Rapor Deskripsi

Rapor deskripsi sebenarnya sudah mulai sejak 2006. Sejak diperlakukan kurikulum 2006 seharusnya rapor sudah dalam bentuk deskripsi. Namun, sedikit sekali sekolah yang menerapkan rapor deskripsi sejak tahun 2006. Banyak hal mengapa belum diterapkan. Salah satunya adalah kesulitan dalam membuatnya. Perlu energi ekstra dan pelatihan dan evaluasi yang terus menerus. Proses edit dari kepala sekolah atau wakil sekolah dalam hal tata bahasa dan kepatutan juga menjadi hal yang penting. Saya ingin berbagi mengenai rapor deskripsi yang telah kami lakukan di Sahabat Alam. Rapor deskripsi ini kami bikin sejak awal sekolah ini berdiri tahun 2010. Dan terus mengalami perbaikan setiap semester. Di tulisan ini saya akan berbagi sedikit tentang apa yang dilakukan di Sahabat ALam Palangka Raya. Tentu masih banyak juga kekurangan yang kami lakukan. Silahkan beri masukan tulisan ini. Selamat menikmati 1. Rapor harusnya menggambarkan secara gamblang bagaimana kondisi capaian anak. Jadi ketika orang t