Di sebuah FDG pendidik, saya memancing tentang perlunya sekolah untuk menerima anak-anak berkebutuhan khusus. Kalau bahasa kerennya adalah sekolah inklusif. Sekolah yang menempatkan pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus satu ruangan dengan anak-anak lainnya. Meski kadang anak-anak tersebut dipisahkan kelas karena beberapa hal, misal ketika tantrum, stimulasi atau ketika terapi. Tapi ketika kegiatan-kegiatan lain mereka bisa bersama dengan temannya.
Kebutuhan khusus sering dipahami oleh masyarakat atau bahkan para pendidik, hanya pada anak autis, downsyndrome atau hyperaktif. Padahal banyak sekali hal yang bisa dikatakan sebagai anak-anak berkebutuhan khusus. Slowlerner, borderline, superior (iq di atas rata-rata), lambat bicara, ADD. Sedangkan kebutuhan khusus yang berkaitan dengan fisik seperti tuna netra, tuna rungu danwicara, tuna daksa.
Menerima anak-anak berkebutuhan khusus ini sebenarnya adalah perintah agama. Jika kita menganggap bahwa membuat sekolah adalah sebuah bagian dari dakwah, yaitu dakwah pendidikan, maka sejatinya dakwah adalah tidak memilih siapa yang didakwahi. Tapi, siapa yang datang lebih dahululah yang dilayani, yang sudah mau menerima dakwahlah yang didahulukan. Kita bisa lihat surah abasa, surah yang sangat fenomenal karena rasulullah memalingkan muka ketika Abdullah Ummu Maktum yang buta datang kepada beliau, sedangkan Rasul kala itu sedang mendakwahi para petinggi Quraisy. Ayat ini turun untuk menegur Rasul karena hal tersebut. Ini sebenarnya pesan bahwa dakwah tidaklah memilih-milih, bahkan seorang yang butapun punya HAK untuk mendapatkan dakwah dari Rasul.
Ada beberapa hal lagi yang membuat mengapa kita perlu menerima mereka di sekolah-sekolah kita.
1. Pendidikan adalah hak semua anak
2. Kita tidak tahu siapa saja yang dipilih oleh Allah untuk menjadi orang tua dari anak-anak yang berkebutuhan khusus. Bisa jadi teman dekat kita, saudara kita, guru di sekolah kita atau bahkan kita sendiri yang mendapatkan kesempatan itu.
3. Fakta di lapanngan (menurut hasil penelitian dosen di Unesa), bahwa di sekolah-sekolah yang katanya sekolah model, unggulan dan lain sebagainya, ternyata masih saja ada anak berkebutuhan khusus, rangenya sekitar 6% dari populasi murid di sekolah.
4. Fakta di masyarakat bahwa populasi terdiri dari berbagai macam kondisi. Ketika hal yang ada di masyarakat ini dapat diimplementasikan di sekolah, ini adalah hal yang baik bagi pembelajaran anak-anak, karena mereka melihat apa yang terjadi di sekolah sebenarnya sama dengan apa yang ada di masyarakat.
Terus bagaimana dengan sekolah yang belum siap untuk menerima mereka ? Belum siap bisa beberapa hal. Belum siap karena masih adanya paradigma bahwa adanya mereka akan membuat citra sekolah turun, karena bisa mempengaruhi rata-rata nilai UN sekolah. Belum siap karena memang belum ada pemikiran untuk menerima mereka di sekolah kita, jika belum siap karena yang dua ini maka sampai kapanpun sekolah tidak akan siap. Atau belum siap karena sekolah sedang meyiapkan, baik dari SDM maupun sarana dan prasarananya.
Jika sekolah punya usaha untuk memikirkan dan menyiapkan untuk ikut olimpiade, lomba-lomba, seragam yang bagus, gedung, robotik, panahan, ekskul-ekskul, mengapa sekolah belum juga menyiapkan untuk menerima mereka ? Apakah semua itu jauh lebih penting daripada menerima anak-anak itu dengan hati kita yang terbuka ? Hanya kita yang tahu.
Rizqi/ Palangka 17 September 2014
Komentar
Posting Komentar