Ketika sedang membereskan stan pasca festival, seseorang mendekati saya.
"Maaf pak, bisa ganggu waktunya?" tanya orang tersebut.
"Boleh. Maaf bapak siapa ?" jawab saya.
"Saya dari Kalteng Pos pak."
"oh ya pak silahkan."
"Apa pendapat bapak tentang acara Festival anak 2015 ini ?" pertanyaan pertama dari wartawan tersebut.
"Saya rasa, Festival ini acara terbaik untuk anak-anak yang ada di Kalimantan Tengah. Coba bapak lihat, wajah anak ceria dan tersenyum. Tidak ada lomba-lomba yang membuat anak tertekan, semua anak boleh mencoba semua permaianan yang ada di sini. Inting (engklek), gasing, lompat tali, terompah, menyusun karton bekas, mencoret dan berbagai macam kegiatan lain, bla bla bla .... " lanjut saya
Saya sedang tidak membual atau lip service saja, tapi ini memang harus saya akui bahwa acara Festival Anak yang digagas Bu Selvie adalah acara terbaik yang ada di Kalimantan Tengah. Tak ada anak menangis karena kalah dari perlombaan, tak ada ada yang memasang wajah sedih karena ditekan oleh guru dan ayah bundanya untuk mewarnai atau mencoret dengan baik dan benar, tak ada wajah murung anak karena karena merasa dirinya lebih baik tapi kalah dalam pertandingan. Tak ada itu semua. Semua bergembira. Semua merasakan bahwa dirinya berharga karena boleh mencoba semua wahana yang ada. Jika dapat digambarkan, acara ini mirip dengan Dunia Fantasi, namun jika di Dufan permainannya modern, di sini semua permainan tradisional dan kreatifitas. Di pojok sana gasing, di tengah inting, di sebelah sana lagi enggrang, ada juga pojok untuk terompah berjamaah.
Sekitar bulan Desember, Bu Selvie sebagai penggagas acaara ini datang ke Sahabat Alam, mengajak kami ikut berpartisipasi. Awalnya saya tidak langsung mengiyakan karena Desember- Januari acara di sekolah sangat padat. Mulai dari Penerimaan Murid Baru hingga Berkemah.
Bu Selvie datang menjelaskan bahwa acara ini dilaksanakan bersama dengan komunitas Earth Hour Palangka Raya kalau tidak salah. Teringat saya 2 tahun lalu kedatangan panitia Peringatan Earth Hour dari WWF Kalimantan Tengah. Rencana 2 tahun lalu yang akan memakai Lokasi Sahabat Alam sebagai lokasi peringatan. Tapi saya menolak, karena konsep acara yang saya tidak sepakat. Ada lomba-lomba dan kompetisi-kompetisi. Bahka lomba mewarnaipun dilakukan. Ini yang kami tidak sepakat. Dan karena panitia tidak mau mengubah konsep acara, mereka tidak jadi bekerja sama dengan kami. Hal ini saya jelaskan ke Bu Selvie. Bahwa jika konsep acara sama dengan konsep acara kegiatan-kegiatan lain yang ada lomba-lomba, Sahabat Alam tidak dapat berkontribusi dan turut serta meramaikan.
Luar biasa, ternyata Bu Selvie membawa ide yang sama dengan Sahabat Alam. Semua anak berbahagia konsepnya. Tak ada lomba-lomba yang membuat anak tertekan. Tak ada kompetisi yang membuat ayah bunda terlalu banyak turut campur. Tak ada saling mengalahkan. Yang ada hanya sinergi, dan bermain bersama. Sebuah konsep yang Sahabat Alam banget. Kita banget. Keren.
Dan ketika hari H, saya melihat konsep itu benar-benar berjalan dengan baik. Meski menurut pengakuan bu Selvie, ada juga orang-orang yang bertanya kenapa gak ada lombanya.
Lomba itu akan menyisakan tangisan di akhir bagi yang kalah. Kesal karena merasa dicurangi (meski tidak ada yang curang). Juga anak-anak yang tertekan karena keinginan orang dewasa yang ingin melihat anak-anaknya membawa piala ke rumah.
Luar biasa kerja relawan dan panitia, rapi dan bekerja dengan gigih. Pemerintah perlu belajar dari mereka bagaimana mengelola Festival yang ramah anak dan bagiaman mengelola kepanitian yang efektif tanpa banyak hal-hal yang tak penting yang dikerjakan.
Di akhir wawancara, wartawan tersebut bertanya, "Apakah Pak Rizqi akan melaksanakan kegiatan yang seperti ini juga ?"
Saya jawab, "Jika dalam skala sekolah kami sudah terbiasa dengan hal ini, namun jika dalam skala yang sebesar ini, kami cukup sebagai suporter dan penggembira saja. Karena bagi kami, ketika ada orang lain yang sudah mempunyai visi yang sama dengan kami, maka kami tidak akan sibuk mengerjakan itu, kita hanya mensuport dan turut serta saja. Kita hanya akan mengerjakan apa yang belum dikerjakan, jadi banyak anak yang akan mendapatkan kebahagiaan."
Salut pada panitia Festival Anak 2015 Kalimantan Tengah. Semoga Festival adalah festival pertama, kami menunggu festival berikutnya di tahun 2016 Insya Allah.
Hmm dan satu lagi, Festival tanpa lomba ini telah mematahkan asumsi bahwa kegiatan anak tanpa lomba itu garing, Festival Anak membuktikan sebaliknya. Salut.
"Maaf pak, bisa ganggu waktunya?" tanya orang tersebut.
"Boleh. Maaf bapak siapa ?" jawab saya.
"Saya dari Kalteng Pos pak."
"oh ya pak silahkan."
"Apa pendapat bapak tentang acara Festival anak 2015 ini ?" pertanyaan pertama dari wartawan tersebut.
"Saya rasa, Festival ini acara terbaik untuk anak-anak yang ada di Kalimantan Tengah. Coba bapak lihat, wajah anak ceria dan tersenyum. Tidak ada lomba-lomba yang membuat anak tertekan, semua anak boleh mencoba semua permaianan yang ada di sini. Inting (engklek), gasing, lompat tali, terompah, menyusun karton bekas, mencoret dan berbagai macam kegiatan lain, bla bla bla .... " lanjut saya
Saya sedang tidak membual atau lip service saja, tapi ini memang harus saya akui bahwa acara Festival Anak yang digagas Bu Selvie adalah acara terbaik yang ada di Kalimantan Tengah. Tak ada anak menangis karena kalah dari perlombaan, tak ada ada yang memasang wajah sedih karena ditekan oleh guru dan ayah bundanya untuk mewarnai atau mencoret dengan baik dan benar, tak ada wajah murung anak karena karena merasa dirinya lebih baik tapi kalah dalam pertandingan. Tak ada itu semua. Semua bergembira. Semua merasakan bahwa dirinya berharga karena boleh mencoba semua wahana yang ada. Jika dapat digambarkan, acara ini mirip dengan Dunia Fantasi, namun jika di Dufan permainannya modern, di sini semua permainan tradisional dan kreatifitas. Di pojok sana gasing, di tengah inting, di sebelah sana lagi enggrang, ada juga pojok untuk terompah berjamaah.
Sekitar bulan Desember, Bu Selvie sebagai penggagas acaara ini datang ke Sahabat Alam, mengajak kami ikut berpartisipasi. Awalnya saya tidak langsung mengiyakan karena Desember- Januari acara di sekolah sangat padat. Mulai dari Penerimaan Murid Baru hingga Berkemah.
Bu Selvie datang menjelaskan bahwa acara ini dilaksanakan bersama dengan komunitas Earth Hour Palangka Raya kalau tidak salah. Teringat saya 2 tahun lalu kedatangan panitia Peringatan Earth Hour dari WWF Kalimantan Tengah. Rencana 2 tahun lalu yang akan memakai Lokasi Sahabat Alam sebagai lokasi peringatan. Tapi saya menolak, karena konsep acara yang saya tidak sepakat. Ada lomba-lomba dan kompetisi-kompetisi. Bahka lomba mewarnaipun dilakukan. Ini yang kami tidak sepakat. Dan karena panitia tidak mau mengubah konsep acara, mereka tidak jadi bekerja sama dengan kami. Hal ini saya jelaskan ke Bu Selvie. Bahwa jika konsep acara sama dengan konsep acara kegiatan-kegiatan lain yang ada lomba-lomba, Sahabat Alam tidak dapat berkontribusi dan turut serta meramaikan.
Luar biasa, ternyata Bu Selvie membawa ide yang sama dengan Sahabat Alam. Semua anak berbahagia konsepnya. Tak ada lomba-lomba yang membuat anak tertekan. Tak ada kompetisi yang membuat ayah bunda terlalu banyak turut campur. Tak ada saling mengalahkan. Yang ada hanya sinergi, dan bermain bersama. Sebuah konsep yang Sahabat Alam banget. Kita banget. Keren.
Dan ketika hari H, saya melihat konsep itu benar-benar berjalan dengan baik. Meski menurut pengakuan bu Selvie, ada juga orang-orang yang bertanya kenapa gak ada lombanya.
Lomba itu akan menyisakan tangisan di akhir bagi yang kalah. Kesal karena merasa dicurangi (meski tidak ada yang curang). Juga anak-anak yang tertekan karena keinginan orang dewasa yang ingin melihat anak-anaknya membawa piala ke rumah.
Luar biasa kerja relawan dan panitia, rapi dan bekerja dengan gigih. Pemerintah perlu belajar dari mereka bagaimana mengelola Festival yang ramah anak dan bagiaman mengelola kepanitian yang efektif tanpa banyak hal-hal yang tak penting yang dikerjakan.
Di akhir wawancara, wartawan tersebut bertanya, "Apakah Pak Rizqi akan melaksanakan kegiatan yang seperti ini juga ?"
Saya jawab, "Jika dalam skala sekolah kami sudah terbiasa dengan hal ini, namun jika dalam skala yang sebesar ini, kami cukup sebagai suporter dan penggembira saja. Karena bagi kami, ketika ada orang lain yang sudah mempunyai visi yang sama dengan kami, maka kami tidak akan sibuk mengerjakan itu, kita hanya mensuport dan turut serta saja. Kita hanya akan mengerjakan apa yang belum dikerjakan, jadi banyak anak yang akan mendapatkan kebahagiaan."
Salut pada panitia Festival Anak 2015 Kalimantan Tengah. Semoga Festival adalah festival pertama, kami menunggu festival berikutnya di tahun 2016 Insya Allah.
Hmm dan satu lagi, Festival tanpa lomba ini telah mematahkan asumsi bahwa kegiatan anak tanpa lomba itu garing, Festival Anak membuktikan sebaliknya. Salut.
Komentar
Posting Komentar