Sejak Rabu malam tanggal 27 Februari 2013 kondisi Tsaura sudah mulai tak sadarkan diri, Koma mungkin. Perih rasanya melihat kondisi Tsaura saat itu. Tak ada yang bisa kami perbuat selain berdoa dan mempercayakan sepenuhnya pada tindakan yang dilakukan oleh para dokter dan petugas medis lainnya. Hanya itu yang bisa kami lakukan.
Setiap waktu shalat kami selalu meluangkan waktu berdoa untuk kebaikan Tsaura, jika memang kematian lebih baik dari hidupnya segeralah cabut ruhnya, namun jika kehidupannya memang akan lebih baik segeralah sembuhkan Tsaura.
Kamis pagi, seusai shalat shubuh di masjid RS Soetomo saya beli sarapan pagi di sekitaran rumah sakit. Sarapan pagi untuk saya dan istri. Dan biasanya saya antar makanan itu ke ruangan di mana Tsaura dirawat, istri menjaga Tsaura di sana. Dan biasanya kami akan berbincang tentang apa saja, karena hanya waktu-waktu itulah saya bisa berinteraksi dengan istri. Karena memang Tsaura dirawat di ruangan yang tak semua orang boleh dengan mudah keluar masuk. Beberapa kali kami ditegur. Kepala perawat di ruang itu sampai berkata, "Nanti dibikinkan retribusi aja, buat PAD. Banyak sekali yang keluar masuk." He he he, memang selayaknya kami ditegur, karena merasa alumni kampus itu, teman-teman istri banyak yang datang dan kadang ngobrol ngalor ngidul, mungkin sambil melepas kangen dengan istri saya. Jadi ketika giliran saya ingin masuk ke ruangan, saya sudah merasa malu karena teguran-teguran itu. Nah, pagi hari biasanya kepala perawat belum datang. Jadi masih bisa ngobrol bahkan sempat juga telpon ke abang-abangnya Tsuara yang kami titipkan di Bangil.
Pagi itu selepas antar makanan dan ngobrol, biasanya saya balik lagi ke masjid. Mandi dan istirahat lagi di sana. Kadang sambil baca koran atau majalah, atau pergi ke warnet untuk buka FB dan update status.
Namun Kamis pagi itu, saya hanya diam di masjid.
Sekitar pukul 9 ada telpon masuk ke HP saya. Saya lihat, nomer kalimantan. Siapa yang telpon ? Karena kalau teman dan kerabat saya, sudah tahu bahwa saya tak menerima telpon atau sms. Karena pasti kami akan capek menjawab satu persatu pertanyyaan tentang kondisi Tsuara. maka dari itu, saya selalu update status terbaru kondisi Tsaura di Fb agar tak ada lagi pertanyaan di hp (dan waktu itu HP saya bukan smart phone, jadi updateny ya ke warnet).
"Selamat pagi pagi, saya Pak Fulan dari Dinkes Kalteng bla bla bla .."
Oh ya saya baru ingat. Ketika masih dirawat di Palangka Raya, ada petugas dari dinas kesehatan Kalteng yang datang ke RS tempat Tsaura dirawat. Karena ada informasi bayi yang lumpuh layu, maka secara aturan akan diambil sample tinjanya untuk diteliti apakah karena polio atau lainnya. Ini prosedur dari WHO.
Begitu juga ketika hari kedua di RS Soetomo, ada petugas dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya yang datang ke ruangan Tsauara. Tapi karena kami sampaikan bahwa sampel sudah diambil di Palangka, maka mereka tak jadi mengambil sampel lagi.
"iya pak ada yang bisa saya bantu ?" tanya saya pada petugas dinas kalimantan tengah itu melalui HP saya.
"Pak, saya sudah 30 tahun menjalankan tugas ini. Dan selama ini sampel saya kirim melalui agen pengiriman yang sama, yang selalu menjadi langganan kami mengirim sampel ke Jakarta pak. Saya yang ambil sendiri, saya yang packing sendiri dan saya sendiri yang antar ke jasa pengiriman. Saya packing dengan rapi dengan prosedur yang sesuai dengan WHO pak." lanjut bapak itu dijung telpon.
"Iya pak. terus apa masalahnya, ada apa gerangan bapak telpon saya pagi ini. Sampel anak saya kan 2 pekan lalu bapak sudah ambil." kata saya
"Iya pak. Box yang saya kirim bahkan sudah sampai pak di Lab milik kementerian di Jakarta. Tapi pak, mohon maaf, boxnya nyampe, kotak samplenya sampai dan masih terpacking. Tapi tinja anak bapak hilang." lanjut bapak itu dan bahkan memohon untuk minta sample lagi
Saya menahan tertawa. kok bisa tinja hilang. Lha emang Tsaura anaknya presiden yang tinjanya bisa dijadikan untuk teori konsiprasi. Atau anak pengusaha sukses yang ingin dicuri datanya. Saya ini orang biasa. Lha kok bisa tinja anak saya hilang.
Entah lucu atau tidak, yang pasti seharian itu saya tertawa terbahak-bahak sendiri membayangkan orang iseng yang ambil sampel itu, pakai apa ngambilnya, untuk apa dll. bahkan ketika istri saya telpon, dia juga tertawa terbahak-bahak hingga dilihat oleh penunggu pasien lain di ruangan.
Oh ada juga hiburan yang kami dapat selama menunggu sakitnya Tsaura.
Setiap waktu shalat kami selalu meluangkan waktu berdoa untuk kebaikan Tsaura, jika memang kematian lebih baik dari hidupnya segeralah cabut ruhnya, namun jika kehidupannya memang akan lebih baik segeralah sembuhkan Tsaura.
Kamis pagi, seusai shalat shubuh di masjid RS Soetomo saya beli sarapan pagi di sekitaran rumah sakit. Sarapan pagi untuk saya dan istri. Dan biasanya saya antar makanan itu ke ruangan di mana Tsaura dirawat, istri menjaga Tsaura di sana. Dan biasanya kami akan berbincang tentang apa saja, karena hanya waktu-waktu itulah saya bisa berinteraksi dengan istri. Karena memang Tsaura dirawat di ruangan yang tak semua orang boleh dengan mudah keluar masuk. Beberapa kali kami ditegur. Kepala perawat di ruang itu sampai berkata, "Nanti dibikinkan retribusi aja, buat PAD. Banyak sekali yang keluar masuk." He he he, memang selayaknya kami ditegur, karena merasa alumni kampus itu, teman-teman istri banyak yang datang dan kadang ngobrol ngalor ngidul, mungkin sambil melepas kangen dengan istri saya. Jadi ketika giliran saya ingin masuk ke ruangan, saya sudah merasa malu karena teguran-teguran itu. Nah, pagi hari biasanya kepala perawat belum datang. Jadi masih bisa ngobrol bahkan sempat juga telpon ke abang-abangnya Tsuara yang kami titipkan di Bangil.
Pagi itu selepas antar makanan dan ngobrol, biasanya saya balik lagi ke masjid. Mandi dan istirahat lagi di sana. Kadang sambil baca koran atau majalah, atau pergi ke warnet untuk buka FB dan update status.
Namun Kamis pagi itu, saya hanya diam di masjid.
Sekitar pukul 9 ada telpon masuk ke HP saya. Saya lihat, nomer kalimantan. Siapa yang telpon ? Karena kalau teman dan kerabat saya, sudah tahu bahwa saya tak menerima telpon atau sms. Karena pasti kami akan capek menjawab satu persatu pertanyyaan tentang kondisi Tsuara. maka dari itu, saya selalu update status terbaru kondisi Tsaura di Fb agar tak ada lagi pertanyaan di hp (dan waktu itu HP saya bukan smart phone, jadi updateny ya ke warnet).
"Selamat pagi pagi, saya Pak Fulan dari Dinkes Kalteng bla bla bla .."
Oh ya saya baru ingat. Ketika masih dirawat di Palangka Raya, ada petugas dari dinas kesehatan Kalteng yang datang ke RS tempat Tsaura dirawat. Karena ada informasi bayi yang lumpuh layu, maka secara aturan akan diambil sample tinjanya untuk diteliti apakah karena polio atau lainnya. Ini prosedur dari WHO.
Begitu juga ketika hari kedua di RS Soetomo, ada petugas dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya yang datang ke ruangan Tsauara. Tapi karena kami sampaikan bahwa sampel sudah diambil di Palangka, maka mereka tak jadi mengambil sampel lagi.
"iya pak ada yang bisa saya bantu ?" tanya saya pada petugas dinas kalimantan tengah itu melalui HP saya.
"Pak, saya sudah 30 tahun menjalankan tugas ini. Dan selama ini sampel saya kirim melalui agen pengiriman yang sama, yang selalu menjadi langganan kami mengirim sampel ke Jakarta pak. Saya yang ambil sendiri, saya yang packing sendiri dan saya sendiri yang antar ke jasa pengiriman. Saya packing dengan rapi dengan prosedur yang sesuai dengan WHO pak." lanjut bapak itu dijung telpon.
"Iya pak. terus apa masalahnya, ada apa gerangan bapak telpon saya pagi ini. Sampel anak saya kan 2 pekan lalu bapak sudah ambil." kata saya
"Iya pak. Box yang saya kirim bahkan sudah sampai pak di Lab milik kementerian di Jakarta. Tapi pak, mohon maaf, boxnya nyampe, kotak samplenya sampai dan masih terpacking. Tapi tinja anak bapak hilang." lanjut bapak itu dan bahkan memohon untuk minta sample lagi
Saya menahan tertawa. kok bisa tinja hilang. Lha emang Tsaura anaknya presiden yang tinjanya bisa dijadikan untuk teori konsiprasi. Atau anak pengusaha sukses yang ingin dicuri datanya. Saya ini orang biasa. Lha kok bisa tinja anak saya hilang.
Entah lucu atau tidak, yang pasti seharian itu saya tertawa terbahak-bahak sendiri membayangkan orang iseng yang ambil sampel itu, pakai apa ngambilnya, untuk apa dll. bahkan ketika istri saya telpon, dia juga tertawa terbahak-bahak hingga dilihat oleh penunggu pasien lain di ruangan.
Oh ada juga hiburan yang kami dapat selama menunggu sakitnya Tsaura.
Komentar
Posting Komentar