Langsung ke konten utama

44. Ruang Kelas itu Sederhana

Seorang ayah muda bersama istrinya datang pagi ini ke sekolah  yang sederhana. Duduk di sofa ruang tamu sekolah yang jauh dari kesan mewah.  Ruang tamu yang hanya bersekat almari tua dengan ruang Tata Usaha dan Ruang kepala sekolah. Sofa berwarna hitam mungkin itulah satu-satunya barang mewah di sekolah ini, dan itupun pemberian dari seorang jamaah pengajian pembina Yayasan. Beliau memberikan sofa ini karena akan pindah ke Pulau Jawa bulan ini.
Dari tampilan kedua orang tua ini, terlihat bahwa mereka adalah salah satu kelas menengah di kota ini. Baju yang necis, kendaraan MPV, HP android bermerk dan sang ayah menjinjing tas yang sepertinya tas notebook.
Sudah sekitar 5 menit mereka menunggu kepala sekolah ini. Sang kepala sekolah seperti biasa, di pagi hari akan keliling ke pojok-pojok kegiatan pagi yang rutin dilaksanakan di sekolah ini.
Setelah meminta maaf karena membuat pasangan ini menunggu, sang kepala sekolah memulai pembicaraan.
“Ada yang bisa saya bantu pak ?” tanya kepala sekolah pada bapak itu .
“Kami berencana memasukkan anak kami ke sekolah ini pak. Sekarang anak kami sudah di TK B. Juli nanti rencananya saya akan masukkan di sekolah dasar. Saya ingin tahu tentang sekolah ini pak, beberapa teman saya memasukkan anaknya di sini. Kata mereka, sekolah ini peduli pada tahapan perkembangan anak. “ jawab sang bapak dengan bahasa yang teratur dan enak didengar.
Sang kepala sekolah duduk di seberang kedua orang tua ini. Wajahnya menghadap keluar. Ke arah jendela kaca di belakang kedua orang tua ini. Sesekali pandangan kepala sekolah ke arah luar. Mengarah ke kelas-kelas yang ada.
“Baik pak. Saya akan jelaskan tentang sekolah kami . “ lanjut kepala sekolah sambil menyodorkan selembar brosur mengenai sekolah.
Panjang sekali kepala sekolah ini menjelaskan pada kedua orang tua ini. Dari sejarah pendirian sekolah, cara penerimaan siswa, kurikulum hingga tentang ruang kelas, perpustakaan dan konsep tentang menghadapi ujian. Dan di sela-sela penjelasan, sang ayah memotong dengan dua buah pertanyaan.
“Apakah anak-anak belajar di ruangan itu ? Dan, bagaimana dengan nanti anak-anak mengahadapi ujian nasional ?” tanya bapak itu dengan nada khawatir.
Memang sekolah ini berbeda dengan sekolah-sekolah kebanyakan. Di sekolah ini, kelas tidak berdiri dengan mewah. Kelas hanya terdiri dari bangunan kayu sederhana, sebagiannya pun sumbangan dari warga yang membongkar rumah tuanya. Kadang kami mendapat seng, tongkat kayu, atau bahkan kulit kayu yang kemudian digunakan untuk membuat dinding kelas. Pantas jika ada pertanyaan dari calon wali murid yang akan memasukkan anaknya. Dan, tak heran pula jika kemudian mereka tak jadi memasukkan anaknya karena alasan kelas ini.



Sekolah ini bukan ingin tampil beda. Bukan. Bukan itu. Tapi mereka punya prinsip, bahwa uang yang dibayarkan oleh orang tua, bagian terbesarnya harusnya dialokasikan untuk pengembangan SDM guru, penambahan alat peraga dan yang lebih penting bagi mereka adalah perpustakaan sekolah yang berisi ribuan judul buku. Jika bisa membuat kelas seharga 20 juta, mengapa harus keluar 60 juta ? Itu prinsip yang dipegang sekolah ini. Dan memang memiliki resiko, ortu yang masih menganggap sekolah dengan tampilan fisik, akan pergi meninggalkan ruang tamu ini tanpa harapan kembali untuk memasukkan anaknya. Sekali lagi, bagi sekolah ini, ini dianggap sebagai keuntungan karena sekolah dapat melakukan seleksi alamiah pada calon orang tua wali murid.
Ada beberapa alasan mengapa sekolah ini membuat tetap mempertahankan bangunan kelas yang sederhana. Sirkulasi oksigen yang kontinyu tanpa harus menggunakan alat elektronika. Sensasi yang dirasakan anak dari tampias air hujan ketika hujan lebat, hembusan angin semilir yang membuat anak-anak dan guru mengantuk hingga angin kencang yang dapat menerbangkan kertas-kertas lembar kerja mereka. Belum lagi “gangguan” suara alat berat dari hotel samping sekolah. Ngung ngung ngung krauk.... Begitu suaranya ketika akan menggali lahan yang ada di bangunan hotel sebelah. Seru. Ini semua tidak dianggap sebagai masalah bagi sekolah, tapi dianggap sebagai gangguan kecil yang diperlukan siswa dalam hidupnya. Karena, begitulah kenyataan di lingkungan sekitar anak. Dan mereka perlu mendapatkan sensasi itu agar mereka belajar menghadapi keadaann yang sesungguhnya.
Semua itu dijelaskan secara detail oleh sang kepala sekolah ke pasangan muda itu. Kadang mengangguk-angguk, kadang pula mengernyitkan dahi , mungkin tanda tidak setuju atau mungkin tanda bingung dengan apa yang dijelaskan.
Jadikah ayah dan ibu itu memasukkan anaknya ? Mereka berjanji untuk datang besok hari. Namun hingga tulisan ini dibikin, tak ada kabar dari mereka berdua. Ya, mungkin seleksi alam telah terjadi.
Membawa konsep sekolah, apapun itu. Pasti akan membawa konsekuensi. Sekarang bagaimana kita menyikapi itu. Konsisten dan komitmen dengan apa yang kita bawa, atau mengikuti selera pasar yang ada ? Itu juga adalah sebuah pilihan. Namun jika boleh memilih, maka harusnya sekolah memilih untuk menjadi penentu pasar, bukan yang ditentukan pasar. Karena sikap itu adalah sebuah kemandirian.

Surabaya, 18 Nov 2015

Rizqi Tajuddin/Ka SIT Sahabat Alam Palangka Raya

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

15. Tentang Tim Penagak Disiplin Sekolah

Di beberapa sekolah ada Tim yang bertugas untuk menegakkan disiplin di lingkungan sekolah. Biasanya, tim ini dipilih oleh guru dari beberapa siswa yang memiliki kriteria tertentu. Bisa karena perilakunya yang baik, menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik dan lain sebagainya. Tugas dari tim ini bermacam-macam, masing-masing sekolah memiliki perbedaan. Ada yang bertugas mencatat kesalahan yang dilakukan siswa, menegur siswa yang masbuk dalam shalat, yang bermain-main dalam shalat,ada juga yang hanya tugasnya memotivasi anak lain atau menjadi model bagi anak lain. Disiplin bagi anak bukanlah perkara membalik telapak tangan. Displin bagi anak adalah proses jangka panjang yang dipengaruhi banyak faktor. Rumah, sekolah, lingkungan, teman dan banyak hal lain yang bisa mempengaruhi perilaku anak. Kalau sekarang, mungkin TV, gadget dan game perlu dimasukkan dalam hal yang mempengaruhi anak.Bahkan, benda-benda itu kadang lebih dominan dalam mempengaruhi perilaku anak dibandingkan orang t

97. Saatnya Kita Berbenah

Mengapa Masih Terjadi Kekerasan dalam Sekolah Saya menulis ini bukan ingin menunjuk dan menyalahkan pihak-pihak yang berada sebagai stake holder. Tapi ini murni agar kita bisa refleksi dan memperbaiki ini semua. Saya melihat, ada 4 hal yang harusnya menjadi perhatian. Pertama, msalah pola asuh Bahwa tak bisa dipungkiri, bahwa sudah sangat banyak yang penelitian yang menyimpulkan bahwa pola asuh sangat berhubungan dengan perilaku manusia. Anak yang diasuh dengan pengasuhan yang patut akan tumbuh dengan jiwa yang lebih sehat, sebaliknya dengan anak yamg diasuh dengan keras dan pengabaian memyebabkan anak lebih rapuh. Bisa cenderung pasif, bisa pula sangat agresif. Dan sayangnya, masalah utama ini belum menjadi perhatian serius kita. Hampir tak ada kurikulum kita yang menyiapkan anak untuk menjadi orang tua. Begitu juga di sekolah, tak banyak sekolah yang mengadakan parenting secara rutin. Kedua, masalah pengetahuan guru tentang ilmu anak, jiwa dan keguruan. Masih ada guru-gu

16. Rapor Deskripsi

Rapor deskripsi sebenarnya sudah mulai sejak 2006. Sejak diperlakukan kurikulum 2006 seharusnya rapor sudah dalam bentuk deskripsi. Namun, sedikit sekali sekolah yang menerapkan rapor deskripsi sejak tahun 2006. Banyak hal mengapa belum diterapkan. Salah satunya adalah kesulitan dalam membuatnya. Perlu energi ekstra dan pelatihan dan evaluasi yang terus menerus. Proses edit dari kepala sekolah atau wakil sekolah dalam hal tata bahasa dan kepatutan juga menjadi hal yang penting. Saya ingin berbagi mengenai rapor deskripsi yang telah kami lakukan di Sahabat Alam. Rapor deskripsi ini kami bikin sejak awal sekolah ini berdiri tahun 2010. Dan terus mengalami perbaikan setiap semester. Di tulisan ini saya akan berbagi sedikit tentang apa yang dilakukan di Sahabat ALam Palangka Raya. Tentu masih banyak juga kekurangan yang kami lakukan. Silahkan beri masukan tulisan ini. Selamat menikmati 1. Rapor harusnya menggambarkan secara gamblang bagaimana kondisi capaian anak. Jadi ketika orang t