Langsung ke konten utama

45. Membangun Perpustakaan Sekolah

Hal pertama yang terbersit di benak Rizqi adalah, di mana harus mengatur letak perpustakaan ketika Pak Haji Yani mengajak keliling ke lokasi tanah yang akan dipinjamkan untuk Sekolah Sahabat Alam. Lahan berupa tanah kosong yang banyak ditumbuhi ilalang dan beberapa pohon ketapang ini memang  cocok untuk dijadikan lahan sekolah. Ada bangunan berupa rumah kayu tua berukuran 8 x 20 m, luas tanah 30 x 300 mter dan terletak tepat di pinggir jalan besar. Namun, dengan dana sangat terbatas, tak mungkin membuat ruangan baru untuk perpustakaan.
Sering ada pertanyaan baik dari donatur atau wali murid, mengapa Rizqi seakan ngotot harus ada ruangan untuk perpustakan di Sekolah Sahabat Alam. Rizqi hanya menjawab singkat,”Semua peradaban besar dunia, selalu menjadikan perpustakaan sebagai salah satu pusat pengembangan peradaban.” Ya, memang benar. Coba saja kita lihat, dari peradaban Yunani, Romawi, India, China, Islam hingga peradaban modern sekarang, saling “mencuri” ilmu dari penerjemahan buku-buku ilmiah yang ada di perpustakaan negara. Tak ada ilmu yang betul-betul original di masing-masing peradaban. Di Baghdad, di saat peradaban Islam jaya, hampir di semua Universitas yang ada memiliki perpustakaan yang besar dan lengkap.. Dalam permainan seperti Stronghold atau Age of Empire, peradaban dianggap maju jika pemain sudah membuat perpustakaan di dalam kerajaan yang dibuatnya. Sejarah inilah yang mengisnpirasi Rizqi untuk membuat perpustakaan di Sekolah.
Setelah berkeliling di lokasi tanah yang dijanjikan, dan juga melihat rumah kayu tua yang ada tepat di tengah-tengah tanah, Rizqi bersama-sama dengan donatur dan konseptor Sekolah Sahabat Alam – Ustadz Amanto dan Qanita -  menetapkan mana lokasi untuk ruang kelas, ruang tamu dan yang masuk dalam diskusi tentu saja ruang perpustakaan. Dalam ruangan itu, ada kamar-kamar berukuran 4x6 meter. Kamar-kamar itulah yang kemudian direncakana untuk dijadikan ruang perpustakaan.
Juli 2010 sekolah mulai berjalan. Dan rencana awal untuk fokus pada ruang perpustakaan tetap dijalankan. Meski hanya dengan jumlah buku tak lebih dari 30 eksemplar – pemberian dari trainer pertama kami ibu Anggernina – perpustakaan sekolah mulai diwujudkan. Pipa paralon yang dibagi dua dan ditempel di dinding sebagai tempat untuk buku yang ada. Tak lupa diberi karet bekas ban dalam motor sebagai penahan agar buku tak terjatuh. Sederhana memang. Tapi semua penghuni sekolah diyakinkan bahwa semua dimulai dari yang sedikit atau kecil. Namun, meski terlihat sangat sederhana, Perpustakaan Sekolah ini sudah menggunakan pendataan buku dengan menggunakan software yang canggih. Konon software yang open source ini juga sudah dipakai oleh beberapa perpustakan di Brazil. Perangkat lunak bernama SliMS ini buatan asli anak-anak negeri. Tak payah lagi mendata menggunakan perangkat lunak ini. Sekali masukkan data, label buku dan barcode buku juga tercetak. Meminjamnya menggunakan barcode scanner, alat yang biasanya digunakan di kasir supermarket untuk memanggil nama barang. Canggih. Dan itu digunakan sejak tahun pertama sekolah Sahabat Alam berdiri. Sejak perpustakaan bari memiliki buku 30an eksemplar.
Buku-buku di tahun pertama ini belum terlalu variatif. Hanya terdiri dari beberapa novel sederhana, buku cerita anak usia 8-9 tahun dan beberapa buku refernsi untuk guru. Jadi, tahun pertama ini, siswa belum mulai mau meminjam buku karena belum ada buku yang cocok dengan usia mereka. Palng, guru yang akan membacakan cerita yang ada di buku. Meski begitu, sejak tahun pertama ini, siapapun yang meminjam buku atau yang membawa buku keluar dari ruang perpustakaan tetap akan terdata di SliMS. Siapapun. Termasuk kepala sekolah ataupun pengurus Yayasan.
Tahun kedua, sekolah mulai menganggarkan dana pembelian buku perpustakaan. Dana berasal dari biaya perpustakaan tahunan siswa juga berasal dari dana Bantuan Operasional Sekolah. Di tahun kedua ini, Sahabat Alam mulai membeli buku koleksi perpustakaan. Sekitar 3-4 juta rupiah buku yang dapat dibeli. Koleksi perpustakaanpun mulai bertambah.
Bertambahnya jumlah buku ini juga berdampak pada program kegiatan perpustakaan bagi murid. Jika di tahun pertama hanya dibacakan, maka di tahun kedua ini murid sudah mulai meminjam buku dan membawa buku pulang ke rumah. Mereka akan meresume buku yang mereka pinjam. Dengan jalan mereka masing-masing. Bisa dengan gambar, ringkasan sederhana dari 1-2 halaman buku atau bahkan ada juga siswa yang bisa menceritakan isi buku dengn cukup detail.
Rizqi dan guru-guru Sahabat Alam cukup serius dalam membuat Perpustakaan Sekolah ini. Dan ini mulai terdengar oleh wali murid, ataupun kerabat. Satu-persatu mulai munyumbang untuk perpustakaan. Mulai dari rak buku, meja, kursi hingga memberikan sejumlah buku. Beberapa teman yang akan pindah keluar kota bahkan ada yang menghibahkan rak bekas berjualan baju untuk perpustakaan.
Tahun ketiga, sekolah mulai memikirkan tenaga perpustakaan yang benar-benar fokus mengurus perpustakaan. Karena sejak tahun pertama, petugas perpustakaan masih dirangkap oleh Tata Usaha sekolah. Dan denganb bertambahnya jumlah murid, semakin memperberat beban kerjanya.
Tahun ketiga ini juga sudah mulai memikirkan untuk memindah ruangan perpustakaan. Kamar yang ada sudah terlalu kecil dengan barang-barang yang ada. Rak-rak dan meja cukup membuat ruangan menjadi jadi lebih sempit. Ruang perpus yang biasanya juga digunakan untuk ruang bercerita guru pada siswa, juga terlihat menjadi penuh sesak dengan siswa. Tak nyaman bagi guru dan siswa.
Tahun ketiga ini, sekolah memindahkan ruangan perpustakaan di ruangan yang sebelumnya dijadikan ruang guru dan TU. Sekarang, lebih luas meski tak ideal dengan jumlah buku dan siswa yang akan datang untuk berkunjung ke perpustakaan. Di sekolah ini, boleh tak ada ruang untuk kepala sekolah, tapi ruangan untuk perpustakaan seakan sudah menjadi kewajiban.
Sejak tahun ketiga ini, sekolah sudah mulai berani belanja buku di luar pulau. Dari mulai titip pada teman yang pergi ke Jawa, hingga datang sendiri ke Book Fair yang ada di Jakarta maupun ke toko-toko buku besar yang ada di pulau Jawa. Bukan 3-4 juta lagi yang dibelanjakan tapi sudah belasan juta per tahunnya. Sekolah Sahabat Alam pernah membuat ilustrasi ke wali murid, jika wali murid belanja buku paket 500 ribu pertahun untuk siswa dan jika saja ada 100 murid di sekolah, maka belanja buku paket bisa sekitar 50 juta. Bayangkan saja jika uang itu digunakan untuk membeli buku refernsi yang umur pemaiakannya lebih panjang dibandingkan dengan buku paket yang hanya 1 smester., dan bisa jadi tahun depannya buku paket itu sudah menjadi barang loakan.
Dengan bertambahnya jumlah buku, program kelaspun mulai bervariasi. Mulai dari perpustakaan kelas – yang bukunya pinjam dari perpustakaan sekolah yang diganti 1-5 hari sekali -, baca bersama orang tua bagi siswa yang belum membaca, bikin target bulanan jumlah halaman novel bagi siswa kelas atas hingga membuat resume seperti yang dilakukan di tahun kedua.
Fokus membangun perpustakaan sekolah ini adalah cara untuk menumbuhkan budaya literasi baik guru maupun siswa. Menumbuhkan kecintaan pada karya sastra berupa novel atau lainnya. Dengan sekolah yang sejak awal tidak menggunakan buku paket sebagai sarana atau alat untuk bahan ajar, perpustakaan yang seperti ini sangat mendukung pembelajaran dan minat baca siswa. Banyak certia-cerita yang dianggap menakjubkan oleh sekolah ini. Misal, ada beberapa anak kebutuhan khusus yang sudah menjadikan buku sebagai kebutuhan.  Fulanah kelas  misalnya, ABK dengan diagnosa slowlerner (Iq 80an) sudah menjadikan novel sederhana sebagai bacaannya. Dan, bukan sekedar membaca tapi dia tahu apa isi buku yang dibacanya. Fulanah yang lain, siswi SMP yang juga slowlerner, bahkan memiliki cita-cita menjadi penulis karena seringnya membaca novel-novel karya Tere Liye.
Sekarang jumlah buku sudah mencapai ribuan judul buku. Dan Sekolah Sahabat Alam masih terus mengembangkan dengan menambah jumlah koleksi. Dan sekarang, jika siswa tahu bahwa ada buku baru datang, Pak Puji –petugas perpustakaan – perlu menyembunyikan dahulu buku-buku itu, karena biasanya anak-anak akan menunggu diizinkan membaca buku baru meski untuk sementara hanya membaca di perpustakan. Karena prinsip di perpustakaan Sahabat Alam, semua buku yang keluar haruslah terdata di SLIMS dan tersampul serta dipasang label dan barcode terlebih dahulu.
Membangun perpustakaan sekolah bukan hal yang rumit. Tapi perlu komitmen dan konsistensi.

Surabaya, 18 Nov 2015
Rizqi Tajuddin/ Sekolah Sahabat Alam Palangka Raya


Komentar

Postingan populer dari blog ini

15. Tentang Tim Penagak Disiplin Sekolah

Di beberapa sekolah ada Tim yang bertugas untuk menegakkan disiplin di lingkungan sekolah. Biasanya, tim ini dipilih oleh guru dari beberapa siswa yang memiliki kriteria tertentu. Bisa karena perilakunya yang baik, menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik dan lain sebagainya. Tugas dari tim ini bermacam-macam, masing-masing sekolah memiliki perbedaan. Ada yang bertugas mencatat kesalahan yang dilakukan siswa, menegur siswa yang masbuk dalam shalat, yang bermain-main dalam shalat,ada juga yang hanya tugasnya memotivasi anak lain atau menjadi model bagi anak lain. Disiplin bagi anak bukanlah perkara membalik telapak tangan. Displin bagi anak adalah proses jangka panjang yang dipengaruhi banyak faktor. Rumah, sekolah, lingkungan, teman dan banyak hal lain yang bisa mempengaruhi perilaku anak. Kalau sekarang, mungkin TV, gadget dan game perlu dimasukkan dalam hal yang mempengaruhi anak.Bahkan, benda-benda itu kadang lebih dominan dalam mempengaruhi perilaku anak dibandingkan orang t

97. Saatnya Kita Berbenah

Mengapa Masih Terjadi Kekerasan dalam Sekolah Saya menulis ini bukan ingin menunjuk dan menyalahkan pihak-pihak yang berada sebagai stake holder. Tapi ini murni agar kita bisa refleksi dan memperbaiki ini semua. Saya melihat, ada 4 hal yang harusnya menjadi perhatian. Pertama, msalah pola asuh Bahwa tak bisa dipungkiri, bahwa sudah sangat banyak yang penelitian yang menyimpulkan bahwa pola asuh sangat berhubungan dengan perilaku manusia. Anak yang diasuh dengan pengasuhan yang patut akan tumbuh dengan jiwa yang lebih sehat, sebaliknya dengan anak yamg diasuh dengan keras dan pengabaian memyebabkan anak lebih rapuh. Bisa cenderung pasif, bisa pula sangat agresif. Dan sayangnya, masalah utama ini belum menjadi perhatian serius kita. Hampir tak ada kurikulum kita yang menyiapkan anak untuk menjadi orang tua. Begitu juga di sekolah, tak banyak sekolah yang mengadakan parenting secara rutin. Kedua, masalah pengetahuan guru tentang ilmu anak, jiwa dan keguruan. Masih ada guru-gu

16. Rapor Deskripsi

Rapor deskripsi sebenarnya sudah mulai sejak 2006. Sejak diperlakukan kurikulum 2006 seharusnya rapor sudah dalam bentuk deskripsi. Namun, sedikit sekali sekolah yang menerapkan rapor deskripsi sejak tahun 2006. Banyak hal mengapa belum diterapkan. Salah satunya adalah kesulitan dalam membuatnya. Perlu energi ekstra dan pelatihan dan evaluasi yang terus menerus. Proses edit dari kepala sekolah atau wakil sekolah dalam hal tata bahasa dan kepatutan juga menjadi hal yang penting. Saya ingin berbagi mengenai rapor deskripsi yang telah kami lakukan di Sahabat Alam. Rapor deskripsi ini kami bikin sejak awal sekolah ini berdiri tahun 2010. Dan terus mengalami perbaikan setiap semester. Di tulisan ini saya akan berbagi sedikit tentang apa yang dilakukan di Sahabat ALam Palangka Raya. Tentu masih banyak juga kekurangan yang kami lakukan. Silahkan beri masukan tulisan ini. Selamat menikmati 1. Rapor harusnya menggambarkan secara gamblang bagaimana kondisi capaian anak. Jadi ketika orang t