Kisah di sebuah sekolah di negeri setengah benua
Siang itu, selepas diskusi dengan guru-guru PG - Kelas 2, saya menuju kantor Sekolah . Di teras kantor, ada beberapa siswa SMP sedang duduk santai di sofa warna coklat milik sekolah. Sofa pemberian dari seorang sahabat yang pindah Jawa. Niat untuk langsung masuk kantor, tertunda. karena saya anggap, ini adalah kesempatan emas untuk bisa berbincang santai dengan mereka di siang yang dingin ini. Ngobrol ngalor ngidul (kata orang Jawa; atau basa-basi kata orang melayu) bisa jadi bermanfaat, karena tak jarang kita mendapatkan informasi atau cerita yang di luar kelaziman.
"Bang, apa cita-citamu yang kau tulis di Road Map kemarin ?" tanya saya pada Permana (bukan nama sebenarnya). Memang, sekitar 2 pekan lalu, anak-anak SMP sedang membuat road map hidup mereka. Apa cita-citanya dan bagaimana mewujudkannya. Detail hinga sebagian menulis kegiatan harian apa yang mereka lakukan untuk mencapai itu. Juga, apa yang mereka harapkan dari orang tua mereka dalam mencapai cita-cita itu.
"Saya mau jadi atlet Tarung Drajad pak ." jawabnya tegas
"Tapi nanti mau operasi mata dulu" lanjutnya
"Operasi ?" tanya saya
"Iya pak. Ini kan mata saya minus pak, dioperasi biar pandangannya lebih baik" jawabnya.
"Oh. Tapi sebentar lagi banyak operasi di jalan-jalan bang" kata saya sambil bercanda
"Operasi di jalan ? Maksud bapak apa ?" tanya Permana kebingungan
"Hah, kamu kok gak tahu sich. Sekarang bulan Desember. Banyak Polisi razia, operasi di jalan" sambar seorang sisiwa bernama Didi (bukan nama sebenarnya) yang tiba-tiba nimbrung di pembicaraan kami.
"Kok kamu tahu sich Di ?" tanya saya
"tahu pak. Sekarang lagi musimnya manipulasi pak." lanjut Didi
"Hah ?Maksudmu ? " tanya saya kebingungan dengan maksud manipulasi menurut Didi.
"Begini pak, ayahku residivis .... "
Kemudian, Didi pun menjelaskan panjang lebar maksudnya.
Ternyata, ayah tirinya adalah seorang residivis. Beberapa kali masuk penjara karena kasus sabu-sabu. Dan sekarang, ayahnya DPO Polisi di negeri ini. Dan karena itulah, dia harus tinggal tak menetap. Kadang di rumah neneknya, di rumah bibinya, atau bahkan di rumah teman ibunya. Warung yang ada di rumahnyapun terpaksa ditutup.
"Kenapa harus tinggal pindah-pindah seperti itu bang ?" tanya saya
Ibunya tak tahan dengan pertanyaan-pertanyaan Polisi tentang ayah tirinya. Kadang datang 3-5 Polisi datang ke rumah mereka. Bertanya macam-macam tentang keberadaan ayah tirinya.Untuk menghindari itu, mereka tinggal sementara di rumah kerabat mereka.
"Ayahku yang kedua ini bukan orang baik pak " lanjut Didi menjelaskan padaku
"Ke mana ayah kandungmu Di ? " tanyaku lagi
"Sudah nikah lagi sama orang lain. Dia dulu di awal-awal nikah baik pak kata ibuku. Setelah beberapa tahun baru mulai mukulin ibuku " Didi menjelaskan padaku
Kemudia, dia bercerita tentang keburukan kedua ayahnya. Ayah kandung dan ayah tirinya. Untung tak ada sumpah serapah untuk kedua ayahnya. Tapi saya yakin, banyak luka yang ada dihatinya. Luka yang diakibatkan oleh perlakuan orang-orang yang seharusnya mencintai dia, menyayangi dia dan juga melindungi dia dari rasa takut. Ayah seharusnya adalah pahlawan pertama dalam hidup seorang anak laki-laki. Tapi, tak kulihat di tatapan mata Didi, yang mengatakan bahwa ayahnya adalah seorang pahlawan.
"Di, kau boleh cerita apapun tentang ayahmu pada Pak Rizqi atau ibumu. Mungkin itu bisa membuatmu lebih tenang Di" kata saya sambil menatap matanya.
"Iya Pak, saya sering curhat ke ibuku tentang ini, kesal kadang pak" lanjut Didi
"Kalo pak Rizqi boleh tahu, adakah kebaikan dari ayah kandungmu Di ?"
"Ada pak. Aku ingat dulu diajak shalat dan ayahku jadi imamnya" jawabnya
Sengaja saya menanyakan kebaikan ayahnya padanya, agar dia tidak menganggap bahwa dalam diri ayahnya tak ada kebaikan sedikitpun.
Jangan sampai, nanti ketika dia nanti menjadi ayah, akan berbuat keburukan seperti yang dilakukan ayahnya.
"terus, kalau kamu menikah nanti. Apa rencanamu ?"
"Aku mau jadi suami yang baik. Jadi ayah yang baik. Aku harus bisa ngaji Quran dengan baik dulu mungkin ya pak" jawabnya
"Ya Di, baikkan dirimu, nanti orang baik akan suka denganmu Di." jawab saya
Berceritalah saya tentang seorang pemuda yang merasa berdosa karena makan buah yang jatuh di sungai tanpa izin dahulu pada pemilik kebun buah itu. Pemuda itu akhirnya "dipaksa" menikah oleh pemilik kebun yang buta, tuli dan bisu.
"Iya aku tahu cerita itu pak. Tuli, buta dan bisu karena menghindar dari yang buruk. Begitu ya pak ?"
"Iya Di. " lanjut saya
Saya juga bercerita bagaiman Aisyah yang membanting makanan di depan sahabat Rasul, karena Rasul dikirim makanan dari istri lainnya. Tapi meski begitu, rasul tak marah dan hanya mengatakan "Bundamu sedang marah" pada sahabat-sahabatnya.
Begitu juga cerita tentang seorang sahabat yang akan melaporkan istrinya yang suka marah ke Khalifah Umar bin Khattab. Sahabat itu tak jadi melaporkan karena istri Umar jauh melebihi istrinya ketika marah. Dan Umar bahkan berkata padasahabat tersebut, bahwa istrinya berhak marah karena telah menjaga dirinya dan anak-anaknya.
Saya sangat mencintai Didi. Anak ini saya yakin suatu saat menjadi orang hebat dan orang besar. Hidupnya yang beratlah yang menempanya. Kita sebagai orang dewasa di sekitarnya, harusnya menjadi orang yang hangat, yang tak mudah mengkritiknya. Dia perlu tabungan postitif dalam dirinya. Bukan kritikan.
Saya mulai memahami mengapa dia pernah memotong rambutnya bergaya Qoza' dan baru mau merapikannya sesuai syariat setelah 1 bulan diskusi dengan guru-guru sekolahnya.
Saya juga tak heran mengapa dia berani menggoda mahasiswi ketika kami pulang shalat jumat bersama, di mobil sekolah sambil mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil.
Tak ada yang membantunya di rumah bagaimana bersikap dan sopan santun. Anak-anak seperti ini kurang rasa cinta. Kitalah sebagai gurunya yang harusnya memberikan rasa cinta itu.
"Suami itu harusnya tak melampiaskan kemarahannya pada istrinya" tutup Didi mengakhiri pembicaraan siang ini.
Catatan untuk sekolah : akankah standar-standar dan SOP2 tentang kedisiplinan siswa, itu mengalahkan rasa kasih sayang dan rasa cinta kita ? Hingga kita dengan tega mengluarkan anak-anak seperti Didi karena tak melanggar aturan sekolah ?
Catatan untuk ayah : jadilah pahlawan bagi anak-anakmu. Itulah yang membuat anakmu bisa bertahan di dunia yang kejam ini
Negeri Antah Berantah
1 Desember 2015
Rizqi Tajuddin
Siang itu, selepas diskusi dengan guru-guru PG - Kelas 2, saya menuju kantor Sekolah . Di teras kantor, ada beberapa siswa SMP sedang duduk santai di sofa warna coklat milik sekolah. Sofa pemberian dari seorang sahabat yang pindah Jawa. Niat untuk langsung masuk kantor, tertunda. karena saya anggap, ini adalah kesempatan emas untuk bisa berbincang santai dengan mereka di siang yang dingin ini. Ngobrol ngalor ngidul (kata orang Jawa; atau basa-basi kata orang melayu) bisa jadi bermanfaat, karena tak jarang kita mendapatkan informasi atau cerita yang di luar kelaziman.
"Bang, apa cita-citamu yang kau tulis di Road Map kemarin ?" tanya saya pada Permana (bukan nama sebenarnya). Memang, sekitar 2 pekan lalu, anak-anak SMP sedang membuat road map hidup mereka. Apa cita-citanya dan bagaimana mewujudkannya. Detail hinga sebagian menulis kegiatan harian apa yang mereka lakukan untuk mencapai itu. Juga, apa yang mereka harapkan dari orang tua mereka dalam mencapai cita-cita itu.
"Saya mau jadi atlet Tarung Drajad pak ." jawabnya tegas
"Tapi nanti mau operasi mata dulu" lanjutnya
"Operasi ?" tanya saya
"Iya pak. Ini kan mata saya minus pak, dioperasi biar pandangannya lebih baik" jawabnya.
"Oh. Tapi sebentar lagi banyak operasi di jalan-jalan bang" kata saya sambil bercanda
"Operasi di jalan ? Maksud bapak apa ?" tanya Permana kebingungan
"Hah, kamu kok gak tahu sich. Sekarang bulan Desember. Banyak Polisi razia, operasi di jalan" sambar seorang sisiwa bernama Didi (bukan nama sebenarnya) yang tiba-tiba nimbrung di pembicaraan kami.
"Kok kamu tahu sich Di ?" tanya saya
"tahu pak. Sekarang lagi musimnya manipulasi pak." lanjut Didi
"Hah ?Maksudmu ? " tanya saya kebingungan dengan maksud manipulasi menurut Didi.
"Begini pak, ayahku residivis .... "
Kemudian, Didi pun menjelaskan panjang lebar maksudnya.
Ternyata, ayah tirinya adalah seorang residivis. Beberapa kali masuk penjara karena kasus sabu-sabu. Dan sekarang, ayahnya DPO Polisi di negeri ini. Dan karena itulah, dia harus tinggal tak menetap. Kadang di rumah neneknya, di rumah bibinya, atau bahkan di rumah teman ibunya. Warung yang ada di rumahnyapun terpaksa ditutup.
"Kenapa harus tinggal pindah-pindah seperti itu bang ?" tanya saya
Ibunya tak tahan dengan pertanyaan-pertanyaan Polisi tentang ayah tirinya. Kadang datang 3-5 Polisi datang ke rumah mereka. Bertanya macam-macam tentang keberadaan ayah tirinya.Untuk menghindari itu, mereka tinggal sementara di rumah kerabat mereka.
"Ayahku yang kedua ini bukan orang baik pak " lanjut Didi menjelaskan padaku
"Ke mana ayah kandungmu Di ? " tanyaku lagi
"Sudah nikah lagi sama orang lain. Dia dulu di awal-awal nikah baik pak kata ibuku. Setelah beberapa tahun baru mulai mukulin ibuku " Didi menjelaskan padaku
Kemudia, dia bercerita tentang keburukan kedua ayahnya. Ayah kandung dan ayah tirinya. Untung tak ada sumpah serapah untuk kedua ayahnya. Tapi saya yakin, banyak luka yang ada dihatinya. Luka yang diakibatkan oleh perlakuan orang-orang yang seharusnya mencintai dia, menyayangi dia dan juga melindungi dia dari rasa takut. Ayah seharusnya adalah pahlawan pertama dalam hidup seorang anak laki-laki. Tapi, tak kulihat di tatapan mata Didi, yang mengatakan bahwa ayahnya adalah seorang pahlawan.
"Di, kau boleh cerita apapun tentang ayahmu pada Pak Rizqi atau ibumu. Mungkin itu bisa membuatmu lebih tenang Di" kata saya sambil menatap matanya.
"Iya Pak, saya sering curhat ke ibuku tentang ini, kesal kadang pak" lanjut Didi
"Kalo pak Rizqi boleh tahu, adakah kebaikan dari ayah kandungmu Di ?"
"Ada pak. Aku ingat dulu diajak shalat dan ayahku jadi imamnya" jawabnya
Sengaja saya menanyakan kebaikan ayahnya padanya, agar dia tidak menganggap bahwa dalam diri ayahnya tak ada kebaikan sedikitpun.
Jangan sampai, nanti ketika dia nanti menjadi ayah, akan berbuat keburukan seperti yang dilakukan ayahnya.
"terus, kalau kamu menikah nanti. Apa rencanamu ?"
"Aku mau jadi suami yang baik. Jadi ayah yang baik. Aku harus bisa ngaji Quran dengan baik dulu mungkin ya pak" jawabnya
"Ya Di, baikkan dirimu, nanti orang baik akan suka denganmu Di." jawab saya
Berceritalah saya tentang seorang pemuda yang merasa berdosa karena makan buah yang jatuh di sungai tanpa izin dahulu pada pemilik kebun buah itu. Pemuda itu akhirnya "dipaksa" menikah oleh pemilik kebun yang buta, tuli dan bisu.
"Iya aku tahu cerita itu pak. Tuli, buta dan bisu karena menghindar dari yang buruk. Begitu ya pak ?"
"Iya Di. " lanjut saya
Saya juga bercerita bagaiman Aisyah yang membanting makanan di depan sahabat Rasul, karena Rasul dikirim makanan dari istri lainnya. Tapi meski begitu, rasul tak marah dan hanya mengatakan "Bundamu sedang marah" pada sahabat-sahabatnya.
Begitu juga cerita tentang seorang sahabat yang akan melaporkan istrinya yang suka marah ke Khalifah Umar bin Khattab. Sahabat itu tak jadi melaporkan karena istri Umar jauh melebihi istrinya ketika marah. Dan Umar bahkan berkata padasahabat tersebut, bahwa istrinya berhak marah karena telah menjaga dirinya dan anak-anaknya.
Saya sangat mencintai Didi. Anak ini saya yakin suatu saat menjadi orang hebat dan orang besar. Hidupnya yang beratlah yang menempanya. Kita sebagai orang dewasa di sekitarnya, harusnya menjadi orang yang hangat, yang tak mudah mengkritiknya. Dia perlu tabungan postitif dalam dirinya. Bukan kritikan.
Saya mulai memahami mengapa dia pernah memotong rambutnya bergaya Qoza' dan baru mau merapikannya sesuai syariat setelah 1 bulan diskusi dengan guru-guru sekolahnya.
Saya juga tak heran mengapa dia berani menggoda mahasiswi ketika kami pulang shalat jumat bersama, di mobil sekolah sambil mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil.
Tak ada yang membantunya di rumah bagaimana bersikap dan sopan santun. Anak-anak seperti ini kurang rasa cinta. Kitalah sebagai gurunya yang harusnya memberikan rasa cinta itu.
"Suami itu harusnya tak melampiaskan kemarahannya pada istrinya" tutup Didi mengakhiri pembicaraan siang ini.
Catatan untuk sekolah : akankah standar-standar dan SOP2 tentang kedisiplinan siswa, itu mengalahkan rasa kasih sayang dan rasa cinta kita ? Hingga kita dengan tega mengluarkan anak-anak seperti Didi karena tak melanggar aturan sekolah ?
Catatan untuk ayah : jadilah pahlawan bagi anak-anakmu. Itulah yang membuat anakmu bisa bertahan di dunia yang kejam ini
Negeri Antah Berantah
1 Desember 2015
Rizqi Tajuddin
Komentar
Posting Komentar