Langsung ke konten utama

52. Mengasuh Anak Generasi Z


Salah satu kewajiban dari seorang ayah dan bunda adalah mengasuh anak-anaknya. Banyak sekali ayat dan hadist yang memerintahkan seorang ayah dan bunda mengasuh anaknya dengan pengasuhan yang patut. Dalam Quran, ada 17 ayat yang mengisahkan dialog antara anak dan ortu, 14 nya adalah dialog antara anak dan ayah.
Menurut Buku Tarbiyatul Aulad fil Islam karya Dr Abdullah Nasih Ulwan, setidaknya ada 7 hal yang menjadi tanggung jawab seorang ayah dan bunda dalam mengasuh anak-anaknya. Ketujuh hal itu adalah tanggung jawab pendidikan iman, pendidikan akhlaq, pendidika fisik, pendidikan intelektual, pendidikan psikis, pendidikan hubungan sosial dan yang terakhir adalah pendidikan seksualitas. Ketujuh tanggung jawab adalah bagian dari jasad, akal dan ruh. Jadi, mengasuh anak sebenarnya haruslah meliputi ketiga hal itu secara seimbang. Akalnya diisi, hatinya disentuh dan fisiknya dilatih. Anak yang tumbuh dengan ketiga hal ini akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang matang di semua aspeknya. Seperti yang Rasul dan para sahabat lakukan pada anak-anak di zaman itu.
Mengasuh sejatinya sama sejak dari zaman Adam hingga zaman Generazi Z sekarang. Bahwa pengasuhan haruslah melibatkan 3 hal di atas. Yakni akal, psikis dan jasad. Atau kalau dalam bahasa agama disebut dengan akal, ruh dan jasad. Yang membedakan adalah tantangan, kondisi masyarakat dan juga peralatan yang digunakan. Misal, zaman tahun 80an sudah ada anak-anak yang menggandrungi pornografi, meski zaman itu menggunakan buku, majalah atau bahkan kartu. Namun sekarang berubah alatnya menjadi lebih canggih yaitu alat teknologi informasi. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa jejak pornografi sudah ada di peradaan-peradaban sebelumnya, tentu dengan alat yang lebih sederhana.

Benefit dan masalah yang menghadapi

Di awal tulisan ini, saya akan coba berusaha melihat kondisi anak-anak yang hidup di era digital ini. Baik kondisi yang positif maupun kondisi yang kurang menyenangkan. Anak-anak di era ini dijuluki dengan anak-anak generasi Z. Generasi Z adalah generasi yang tumbuh besar ketika booming era digital, yang ditandai dengan cepatnya akses internet, munculnya telepon pintar (smart phone), banjirnya aplikasi layanan baik game, berita hingga media sosial. Generasi sebelumnya, yakni generasi Y, sebenarnya juga mengenal komunikasi canggih ini, namun penggunaannya tidak semasif generasi Z yang lahir di era 90an hingga 2000an ini. Ada juga yang memasukkan anak-anak yang lahir di era 2010an sebagai generasi alpha, yang lahir ketika era booming digital. Jadi ibaratnya, ketika mereka lahir mereka sudah menggunakan alat-alat canggih ini.
Pertama, anak-anak generasi Z memiliki kemampuan di atas generasi sebelumnya dalam hal penggunaan teknologi informasi dan media sosial. Ini bisa jadi menguntungkan jika dimanfaatkan untuk mendukung kemampuan dirinyi, karena informasi yang didapat sangat cepat dibandingkan era sebelumnya. Meski begitu, ini juga bisa menjadi hal yang berbahaya jika anak belum dibekali denagn kemampuan memfilter informasi yang didapat. Pornografi dan perilaku kekerasan adalah sesuatu yang pelu diwaspadai.
Kedua, spontan dalam berkomunikasi baik di dunia nyata maupun di media sosial. Ini bisa jadi menguntungkan karena bisa jadi karena anak responsif, namun akan menjadi bumerang jika anak tak memilih mana yang perlu dikomen mana yang tidak, karena tidak semua yang terjadi perlu dikomen atau direspon oleh anak. Ini juga bisa kurang baik jika anak terlalu buru-buru dan ingin segera atau instan pada hasil hingga kurang menghargai pada proses yang terjadi.
Keempat, terbiasa dengan berbagai aktifitas dalam satu waktu yang bersamaan. Misalnya membaca, berbicara, menonton, dan mendengarkan musik secara bersamaan. Hal ini karena mereka menginginkan segala sesuatu serba cepat, tidak bertele-tele dan berbelit-belit.

Prinsip-prinsip Pengasuhan yang Perlu diterapkan oleh Ayah Bunda
Ada beberapa hal yang perlu kita terapkan dalam mengasuh anak-anak kita.
Pertama, bahwa pengusahan haruslah pengasuhan dengan dua sayap yang utuh, yakni sayap ayah dan sayap bunda, kedua sayap ini masing-masing saling melengkapi. Ketangkasan, keberanian dan logika didapatkan anak dari ayahnya sedangkan empati dan hal-hal yang detail diajarkan oleh ibu.
Keterlibatan ayah dalam era seperti ini sangatlah penting. Anak-anak yang punya ruang kosong pengasuhan ayah mudah sekali terombang-ambing dalam pergaulan. Anak perlu scan wajah ayahnya agar di usia remajanya, ketika ada masalah anak akan mencari ayahnya bukan orang lain.
Beberapa peneleitian mengatakan bahwa anak laki-laki yang tidak dekat dengan ayahnya atau mendapatkan perlakuan keras dari ayahnya cenderung menjadi gay, sedangkan anak perempuan cenderung untuk menjadi lesbi.
Kedua, arah pengasuhan ayah dan bunda haruslah memiliki arah yang sama karena anak perlu belajar pada pola yang sama. Misal ketika ayah sudah membuat kesepakatan dengan anak, kapan waktu penggunaan internet, dan ketika anak melanggar kesepakatan maka ibu tak boleh menjadi pelindung anak, ibu haruslah mendukung apa yang sudah disepakati, meski sang ayah sedang tak ada di tempat.
Ketiga, jika ada pengasuh lain yang ada di rumah, seperti baby sitter, nenek, kakek, om dll, haruslah disamakan visi pengasuhannya dengan pengasuh utama (ayah bunda).
Keempat, ayah dan bunda perlu memiliki prinsi fun, firm, fresh dan fair. Fun, artinya orang tua haruslah menyenangkan bagi anak-anakya. Orang tua yang menyenangkan adalah orang tua yag dapat bekerja sama memenuhi kebutuhan dan fitrah anak. Bukan yang memenuhi keingianan anak. Banyak anak sekarang lebih memilih layar dibandingkan orang tuanya, karena layar memenuhi fitrahnya. Layar begerak sangat dinamis, sesuai dengan fitrah anak yang ingin dinamis, sedangkan orang tuanya banyak yang statis, mudah ditebak, tidak ada kejutan-kejutan yang ditunggu anaknya. Jika diibaratkan, seorang ayah masuk rumah dengan cara yang sama bertahun-tahun. Dengan suara motor, ketukan pintu dan langkah yang sama.
Menyenangkan bagi anak bukan berarti orang tua membiarkan semua apa yang dikerjakan oleh anaknya meski salah. Maka dari itu, ayah dan bunda perlu membekali diri dengan ketegasan. Ketegasan (firm) bukan keras. Anak yang sudah membuat kesepakatan menonton hanya 1 jam sehari, maka jika dia menonton lebih dari 1 jam, maka orang tua perlu menegur bahkan jika diperlukan mematikan layar yang digunakan anaknya. Dengan konsekuensi apapun, termasuk anak akan menangis atau tantrum. Ayah dan bunda perlu sevisi dalam hal ketegasan ini. Jika yang satu melakukan ketegasan dan orang tua yang lain membiarkan atau bahkan melindungi, anak akan sulit memahami mana aturan yang benar dari keduanya. Anak akan mudah split, dan ini akan berdampak pada diri anak ketika mereka remaja.
Selain fun dan firm, ayah dan bunda juga perlu fair (adil) dalam mengasuh anak. Adil itu bisa berupa mengakui kesalah jika ayah dan bunda melakukan kesalahan, tidak membandingkan anak satu dengan lainnya atau membandingkan anak kita dengan anak orang lain. Dalam Tarbiyatul Aulad, Dr Nasih Ulwan mengatakan bahwa hal yang dilarang dalam pengasuhan adalah membandingkan anak satu dengan lainnya. Rasul pernah menegur sahabat yang membandingkan perlakuan sahabat pada anak-anaknya.
Prinsip keempat, pengasuh utama dan pengasuh lainnya di rumah adalah role model bagi anak-anaknya. Ayah & bunda perlu menetapkan apa yang boleh dilihat dan dibrowsing oleh anak, juga berapa jam yang disepakati dalam menggunakan layar. Anak adalah peniru yang ulung. Mereka adalah cermin dari orang dewasa di sekitarnya. Anak-anak yang kecanduan gadget salah satu penyebabnya adalah contoh dari orang dewasa di sekitarnya yang kurang tepat menggunakan gadget.
Jika ayah ingin melihat anaknya rajin shalat di masjid, maka seorang ayah perlu memberikan contoh sejak anak usia dini hadir shalat di masjid.
Bagaimana dengan pengasuh lain yang ada di rumah ? Mereka juga harusnya menjadi model bagi anak-anak kita. Dan kitalah yang bertanggung jawab bagaimana mengajak mereka untuk mengasuh anak-anak kita dengancara dan pola asuh yang sama.
Prinsip kelima, kita perlu memahami diri kita dan pasangan kita, bagaimana kita dan pasangan kita. Karakter diri kita sekarang adalah karakter bagaimana kita diasuh pada usia 0-15 tahun. Kita perlu paham diri kita dan pasangan kita agar dapat saling memahami dan mengisi ruang kosong yang ada dalam diri kita dan pasangan. Misal, bagi pasangan yang lebih tegas dan stabil emosinya, bisa menjadi ortu yang mengingatkan anak ketika mereka melangar kesepakatan, meski pasangan lainnya tetap perlu mensupport agar anak tak melihat ortu sebagai good parents dan bad parents. Selain memahmai diri kita, kita juga perlu memahami karakter dasar dan tahapan perkembangan anak kita. Tahapan perkembangan ini wajib kita ketahui agar kita tepat memberikan sesuatu atau stimulasi pada anak sesuai dengan umurnya. Sekarang banyak ortu yang memberikan gadget pada anak usia dini, padahal secara tahapan perkembangan ini kurang tepat karena anak usia dini tidak memerlukan itu. Anak usia dini lebih memerlukan sentuhan ayahnya, eksplor lingkungan dan eksplor sensorinya. Menurut tahapan perkembangan anak, usia anak di bawah 5 tahun lebih memerlukan stimulasi yang konkret untuk perkembangan bahasa, emosi dan kognitifnya.

Layar, Anak dan Pemanfaatannya

Di akhir tulisan, saya ingin fokus membahas tentang layar, karena ini adalah masalah utama yangsering dikeluhkan oleh para orang tua pada pengasuhan anak-anaknya. Di satu sisi, ortu merasa ini mengkhawatirkan, di sisi lain, ortu memberikan keluasan pada anaknya untuk bersentuhan dengan layar. Layar yang dimaksud meliputi televisi, game online, smartphone, PC, PS dan lain-lain.
Beberapa hal ini bisa dijadikan oleh orang tua sebagai acuan bagaimana mengasuh anak dengan paparan layar ini.

Pertama, American Pediatric Asociation (APA) merekomendasikan bahwa maksimal 10 jam per pekan anak bersentuhan dengan layar, atau 1 jam per hari dengan jam yang lebih lama di akhir pekan. Aturan ini tak berlaku untuk anak usia dua tahun ke bawah. APA menjelaskan bahwa anak usia di bawah 2 tahun seharusnya sama sekali tidak bersentuhan dengan layar. Yang dikhawatirkan bukan pada kontennya, jadi meski kontennya bagus tapi tetap akan berdampak pada fokus dan konsentrasi anak. Anak-anak yang kecanduan pada layar banyak akan menimbulkan masalah pada perkembangannya. Mulai dari konsentrasi, obesitas (karena ngemil ketika menonton), sulit fokus, emosional dan beberapa dampak negatif lainnya seperti paparan pornografi dan kekerasan. Bagaimana jika kontennya bagus ? Misal sepeerti belajar berwudhu ? Sebaiknya, anak belajar berwudhu dan shalat tidak melalui layar tapi kongkret bersama ayahnya. Bayangkan jika anak belajar berwudhu dari ayahnya, anak akan melihat butiran-butiran air yang mengalir di wajah ayahnya, bandingkan dengan video yang hanya berupa gambar 2 dimensi yang tidak kongkret.

Kedua, ajak anak membuat rundown kegiatan harian yang berisi jadual kegiatan dari bangun tidur hingga tidur malam. Diskusi dengan mereka kapan nonton, apa yang ditonton, dan kapan melakukan aktivitas lain seperti shalat, mandi, makan, bermain dan belajar atau membaca buku. Bikin kesepakatan dengan mereka tentang hal ini. Di awal, perlu juga kesepakatan ini ditempel dan dibubuhi tanda tangan dari mereka, tanda persetujuan bahwa kesepakatan ini dibuat bersama.
Bagaimana jika mereka melanggar kesepakatan ? Misal mereka menggunakan layar lebih dari 1 jam sehari ? Mereka perlu mendapatkan konsekuensi berupa pengurangan jam di esok harinya sesuai dengan berapa menit dia melanggar. Anak perlu mengenal konsekuensi karena ini berkaitan secara logis daripada anak mendapatkan hukuman misal dengan mengurangi uang saku, ini gak berhubungan dan anak tidak belajar untuk bertanggung jawab. Jangan lupa, ucapkan terima kasih ketika mereka jujur tentang jam layar mereka meski melanggar aturan.

Ketiga, ajak anak Anda belajar bagaimana menggunakan layar untuk mendukung cita-cita dan pengetahuannya. Anak perlu tahu apa manfaat teknologi bagi dirinya. Kesalahan terbesar kita saat ini adalah, membiarkan anak berinteraksi tanpa bimbingan, hingga mereka menganggap bahwa teknologi (seperti internet , komputer dan telepon pintar) adalah untuk bermain game dan bersenang-senang. Kita abai mengenalkan pada mereka manfaat besar dari teknologi ini. Mendampingi anak, berarti Anda di sebelah anak ketika mereka browsing mencari sesuatu yang bermanfaat untuk dirinya.

Ketiga, jika anak akan membuat akun email, diskusikan dengan anak bahwa dia perlu membagi emailnya dengan kita. Katakan bukan untuk mengawasinya, tapi agar email anak tidak dimasuki oleh orang-orang yang akan berbuat cyber crime pada mereka.

Keempat, layar dan internet adalah wilayah publik, maka seharusnya layar berupa apapun tidak digunakan di ruang privat seperti di kamar. Semua layar, termasuk televisi sebaiknya tidak diletakkan di dalam kamar. Setiap anak menggunakan layar, ayah bundanya bisa melihat apa yang dilihat oleh anak-anaknya. Jika anak menggunakan di dalam kamar, tentu orang tua akan kesulitan memantau apa yang dilihat oleh anaknya
Jangan biarkan anak Anda tertidur di depan televisi atau layar lainya. Untuk anak-anak usia dini (8 tahun ke bawah), sebaiknya tidur dengan dongeng-dongeng dari ayahnya.
Bikin kesepakatan bersama anak dan seluruh anggota keluarga tentang aturan ini, mengapa dan perlu dibuat aturan ini.
Kelima, jangan berikan mereka gadget pribadi sebelum berusia 12 tahun. Jika Anda merasa perlu agar mudah berhubungan dengan anak ketika mereka di luar (sekolah atau bermain), bekali dengan handphone biasa yang tak ada akses internetnya. Kecepatan informasi yang bisa diakses anak jauh lebih cepat dibandingkan kematangan dirinya. Bayangkan, ketika mereka belum matang dan informasi berbagai macam, dari yang positif hingga yang berbahaya bagi perkembangan dirinya, mengahmpiri dirinya, maka sama saja kita telah membuka pintu masalah bagi anak kita. Konsisten dan tetaplah tegas dengan rengekan anak kita untuk meminta gadget seperti temannya. Tegas, bukan keras. Kita juga perlu menahan diri dari rasa "malu" karena dianggap tak bisa membelikan anak kita alat yang canggih. Tak perlu mendengan gunjingan orang, karena kita yang bertanggung jawab pada anak kita, bukan orang lain.

Keenam, jangan lupakan aktivitas fisik bersama anak-anak Anda. Aktivitas fisik ini bisa berupa hal yang sederhana, seperti berenang, bersepeda, joging, bercerita, bermain di taman atau bahkan tracking di pegunungan. Aktivitas fisik ini perlu agar anak tetap merasa bahwa masih banyak aktivitas lain selain bercengkrama dengan layar. Ketika Anda dan anak melakukan aktivitas fisik, lupakan dahulu smartphone Anda.

Ketujuh, tetaplah menjadi orang tua yang hangat dan menyenangkan bagi mereka. Responlah dengan respon yang menenangkan dan ketegasan ketika mereka berbuat kesalahan. Ucapkan terima kasih ketika mereka mau jujur pada kesalahan mereka. Bantulah anak Anda menjalankan konsekuensi dari kesalahan yang dibuatnya. Dampingi mereka ketika mereka dalam keadaan terjatuh maupun dalam keadaan yang menyenangkan.

Semoga apa yang saya tulis di artikel sederhana ini dapat menjadi bahan bagi kita semua, ayah dan bunda, dalam mengasuh anak-anak kita yang semakin hari semakin berat tantangannya. Seperti yang pernah Anies Baswedan sampaikan bahwa Ayah & Bunda adalah pendidik yang tak pernah disiapkan. Kitalah yang menyiapkan diri sendiri kita untuk menjadi orang tua, maka belajar dan belajar adalah cara tebaik agar kita dapat mengasuh anak kita dengan pengasuhan yang patut dan seharusnya. Wallahu 'alam bisshowab.


Referensi
1. Tarbiyatul Aulad fil Islam, Dr Nasih, Abdullah Ulwan, penerjemah, Eimel Ahmad, Jakarta Khatulistiwa Press, 2013
2. Profil Perkembangan Anak; Allen, Eilen, penerjemah Valentino; PT Indeks Jakarta, 2010
3. Buku Saku Sahabat Keluarga edisi Mendidik Anak Era Digital



Komentar

Postingan populer dari blog ini

15. Tentang Tim Penagak Disiplin Sekolah

Di beberapa sekolah ada Tim yang bertugas untuk menegakkan disiplin di lingkungan sekolah. Biasanya, tim ini dipilih oleh guru dari beberapa siswa yang memiliki kriteria tertentu. Bisa karena perilakunya yang baik, menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik dan lain sebagainya. Tugas dari tim ini bermacam-macam, masing-masing sekolah memiliki perbedaan. Ada yang bertugas mencatat kesalahan yang dilakukan siswa, menegur siswa yang masbuk dalam shalat, yang bermain-main dalam shalat,ada juga yang hanya tugasnya memotivasi anak lain atau menjadi model bagi anak lain. Disiplin bagi anak bukanlah perkara membalik telapak tangan. Displin bagi anak adalah proses jangka panjang yang dipengaruhi banyak faktor. Rumah, sekolah, lingkungan, teman dan banyak hal lain yang bisa mempengaruhi perilaku anak. Kalau sekarang, mungkin TV, gadget dan game perlu dimasukkan dalam hal yang mempengaruhi anak.Bahkan, benda-benda itu kadang lebih dominan dalam mempengaruhi perilaku anak dibandingkan orang t

97. Saatnya Kita Berbenah

Mengapa Masih Terjadi Kekerasan dalam Sekolah Saya menulis ini bukan ingin menunjuk dan menyalahkan pihak-pihak yang berada sebagai stake holder. Tapi ini murni agar kita bisa refleksi dan memperbaiki ini semua. Saya melihat, ada 4 hal yang harusnya menjadi perhatian. Pertama, msalah pola asuh Bahwa tak bisa dipungkiri, bahwa sudah sangat banyak yang penelitian yang menyimpulkan bahwa pola asuh sangat berhubungan dengan perilaku manusia. Anak yang diasuh dengan pengasuhan yang patut akan tumbuh dengan jiwa yang lebih sehat, sebaliknya dengan anak yamg diasuh dengan keras dan pengabaian memyebabkan anak lebih rapuh. Bisa cenderung pasif, bisa pula sangat agresif. Dan sayangnya, masalah utama ini belum menjadi perhatian serius kita. Hampir tak ada kurikulum kita yang menyiapkan anak untuk menjadi orang tua. Begitu juga di sekolah, tak banyak sekolah yang mengadakan parenting secara rutin. Kedua, masalah pengetahuan guru tentang ilmu anak, jiwa dan keguruan. Masih ada guru-gu

16. Rapor Deskripsi

Rapor deskripsi sebenarnya sudah mulai sejak 2006. Sejak diperlakukan kurikulum 2006 seharusnya rapor sudah dalam bentuk deskripsi. Namun, sedikit sekali sekolah yang menerapkan rapor deskripsi sejak tahun 2006. Banyak hal mengapa belum diterapkan. Salah satunya adalah kesulitan dalam membuatnya. Perlu energi ekstra dan pelatihan dan evaluasi yang terus menerus. Proses edit dari kepala sekolah atau wakil sekolah dalam hal tata bahasa dan kepatutan juga menjadi hal yang penting. Saya ingin berbagi mengenai rapor deskripsi yang telah kami lakukan di Sahabat Alam. Rapor deskripsi ini kami bikin sejak awal sekolah ini berdiri tahun 2010. Dan terus mengalami perbaikan setiap semester. Di tulisan ini saya akan berbagi sedikit tentang apa yang dilakukan di Sahabat ALam Palangka Raya. Tentu masih banyak juga kekurangan yang kami lakukan. Silahkan beri masukan tulisan ini. Selamat menikmati 1. Rapor harusnya menggambarkan secara gamblang bagaimana kondisi capaian anak. Jadi ketika orang t