Salah satu kewajiban dari seorang ayah dan bunda
adalah mengasuh anak-anaknya. Banyak sekali ayat dan hadist yang
memerintahkan seorang ayah dan bunda mengasuh anaknya dengan
pengasuhan yang patut. Dalam Quran, ada 17 ayat yang mengisahkan
dialog antara anak dan ortu, 14 nya adalah dialog antara anak dan
ayah.
Menurut Buku Tarbiyatul Aulad fil Islam karya Dr
Abdullah Nasih Ulwan, setidaknya ada 7 hal yang menjadi tanggung
jawab seorang ayah dan bunda dalam mengasuh anak-anaknya. Ketujuh hal
itu adalah tanggung jawab pendidikan iman, pendidikan akhlaq,
pendidika fisik, pendidikan intelektual, pendidikan psikis,
pendidikan hubungan sosial dan yang terakhir adalah pendidikan
seksualitas. Ketujuh tanggung jawab adalah bagian dari jasad, akal
dan ruh. Jadi, mengasuh anak sebenarnya haruslah meliputi ketiga hal
itu secara seimbang. Akalnya diisi, hatinya disentuh dan fisiknya
dilatih. Anak yang tumbuh dengan ketiga hal ini akan tumbuh dan
berkembang menjadi anak yang matang di semua aspeknya. Seperti yang
Rasul dan para sahabat lakukan pada anak-anak di zaman itu.
Mengasuh sejatinya sama sejak dari zaman Adam hingga
zaman Generazi Z sekarang. Bahwa pengasuhan haruslah melibatkan 3 hal
di atas. Yakni akal, psikis dan jasad. Atau kalau dalam bahasa agama
disebut dengan akal, ruh dan jasad. Yang membedakan adalah tantangan,
kondisi masyarakat dan juga peralatan yang digunakan. Misal, zaman
tahun 80an sudah ada anak-anak yang menggandrungi pornografi, meski
zaman itu menggunakan buku, majalah atau bahkan kartu. Namun sekarang
berubah alatnya menjadi lebih canggih yaitu alat teknologi informasi.
Bahkan, ada yang mengatakan bahwa jejak pornografi sudah ada di
peradaan-peradaban sebelumnya, tentu dengan alat yang lebih
sederhana.
Benefit
dan masalah yang menghadapi
Di awal tulisan ini, saya akan coba berusaha melihat
kondisi anak-anak yang hidup di era digital ini. Baik kondisi yang
positif maupun kondisi yang kurang menyenangkan. Anak-anak di era ini
dijuluki dengan anak-anak generasi Z. Generasi Z adalah generasi yang
tumbuh besar ketika booming
era digital, yang ditandai dengan cepatnya akses internet, munculnya
telepon pintar (smart phone), banjirnya aplikasi layanan baik game,
berita hingga media sosial. Generasi sebelumnya, yakni generasi Y,
sebenarnya juga mengenal komunikasi canggih ini, namun penggunaannya
tidak semasif generasi Z yang lahir di era 90an hingga 2000an ini.
Ada juga yang memasukkan anak-anak yang lahir di era 2010an sebagai
generasi alpha, yang lahir ketika era booming digital. Jadi
ibaratnya, ketika mereka lahir mereka sudah menggunakan alat-alat
canggih ini.
Pertama,
anak-anak
generasi Z memiliki kemampuan di atas generasi sebelumnya dalam hal
penggunaan teknologi informasi dan media sosial. Ini bisa jadi
menguntungkan jika dimanfaatkan untuk mendukung kemampuan dirinyi,
karena informasi yang didapat sangat cepat dibandingkan era
sebelumnya. Meski begitu, ini juga bisa menjadi hal yang berbahaya
jika anak belum dibekali denagn kemampuan memfilter informasi yang
didapat. Pornografi dan perilaku kekerasan adalah sesuatu yang pelu
diwaspadai.
Kedua,
spontan dalam berkomunikasi baik di dunia nyata maupun di media
sosial. Ini bisa jadi menguntungkan karena bisa jadi karena anak
responsif, namun akan menjadi bumerang jika anak tak memilih mana
yang perlu dikomen mana yang tidak, karena tidak semua yang terjadi
perlu dikomen atau direspon oleh anak. Ini juga bisa kurang baik jika
anak terlalu buru-buru dan ingin segera atau instan pada hasil hingga
kurang menghargai pada proses yang terjadi.
Keempat,
terbiasa dengan berbagai aktifitas
dalam satu waktu yang bersamaan. Misalnya membaca, berbicara,
menonton, dan mendengarkan musik secara bersamaan. Hal ini karena
mereka menginginkan segala sesuatu serba cepat, tidak bertele-tele
dan berbelit-belit.
Prinsip-prinsip
Pengasuhan yang Perlu diterapkan oleh Ayah Bunda
Ada beberapa hal
yang perlu kita terapkan dalam mengasuh anak-anak kita.
Pertama,
bahwa pengusahan haruslah pengasuhan dengan dua sayap yang utuh,
yakni sayap ayah dan sayap bunda, kedua sayap ini masing-masing
saling melengkapi. Ketangkasan, keberanian dan logika didapatkan anak
dari ayahnya sedangkan empati dan hal-hal yang detail diajarkan oleh
ibu.
Keterlibatan ayah
dalam era seperti ini sangatlah penting. Anak-anak yang punya ruang
kosong pengasuhan ayah mudah sekali terombang-ambing dalam pergaulan.
Anak perlu scan wajah ayahnya agar di usia remajanya, ketika ada
masalah anak akan mencari ayahnya bukan orang lain.
Beberapa
peneleitian mengatakan bahwa anak laki-laki yang tidak dekat dengan
ayahnya atau mendapatkan perlakuan keras dari ayahnya cenderung
menjadi gay, sedangkan anak perempuan cenderung untuk menjadi lesbi.
Kedua,
arah pengasuhan ayah dan bunda haruslah memiliki arah yang sama
karena anak perlu belajar pada pola yang sama. Misal ketika ayah
sudah membuat kesepakatan dengan anak, kapan waktu penggunaan
internet, dan ketika anak melanggar kesepakatan maka ibu tak boleh
menjadi pelindung anak, ibu haruslah mendukung apa yang sudah
disepakati, meski sang ayah sedang tak ada di tempat.
Ketiga, jika
ada pengasuh lain yang ada di rumah, seperti baby sitter, nenek,
kakek, om dll, haruslah disamakan visi pengasuhannya dengan pengasuh
utama (ayah bunda).
Keempat, ayah
dan bunda perlu memiliki prinsi fun, firm, fresh dan fair. Fun,
artinya orang tua haruslah menyenangkan bagi anak-anakya. Orang tua
yang menyenangkan adalah orang tua yag dapat bekerja sama memenuhi
kebutuhan dan fitrah anak. Bukan yang memenuhi keingianan anak.
Banyak anak sekarang lebih memilih layar dibandingkan orang tuanya,
karena layar memenuhi fitrahnya. Layar begerak sangat dinamis, sesuai
dengan fitrah anak yang ingin dinamis, sedangkan orang tuanya banyak
yang statis, mudah ditebak, tidak ada kejutan-kejutan yang ditunggu
anaknya. Jika diibaratkan, seorang ayah masuk rumah dengan cara yang
sama bertahun-tahun. Dengan suara motor, ketukan pintu dan langkah
yang sama.
Menyenangkan bagi
anak bukan berarti orang tua membiarkan semua apa yang dikerjakan
oleh anaknya meski salah. Maka dari itu, ayah dan bunda perlu
membekali diri dengan ketegasan. Ketegasan (firm) bukan keras. Anak
yang sudah membuat kesepakatan menonton hanya 1 jam sehari, maka jika
dia menonton lebih dari 1 jam, maka orang tua perlu menegur bahkan
jika diperlukan mematikan layar yang digunakan anaknya. Dengan
konsekuensi apapun, termasuk anak akan menangis atau tantrum. Ayah
dan bunda perlu sevisi dalam hal ketegasan ini. Jika yang satu
melakukan ketegasan dan orang tua yang lain membiarkan atau bahkan
melindungi, anak akan sulit memahami mana aturan yang benar dari
keduanya. Anak akan mudah split, dan ini akan berdampak pada diri
anak ketika mereka remaja.
Selain fun dan
firm, ayah dan bunda juga perlu fair (adil) dalam mengasuh anak. Adil
itu bisa berupa mengakui kesalah jika ayah dan bunda melakukan
kesalahan, tidak membandingkan anak satu dengan lainnya atau
membandingkan anak kita dengan anak orang lain. Dalam Tarbiyatul
Aulad, Dr Nasih Ulwan mengatakan bahwa hal yang dilarang dalam
pengasuhan adalah membandingkan anak satu dengan lainnya. Rasul
pernah menegur sahabat yang membandingkan perlakuan sahabat pada
anak-anaknya.
Prinsip keempat,
pengasuh utama dan pengasuh lainnya di rumah adalah role model bagi
anak-anaknya. Ayah & bunda perlu menetapkan apa yang boleh
dilihat dan dibrowsing oleh anak, juga berapa jam yang disepakati
dalam menggunakan layar. Anak adalah peniru yang ulung. Mereka adalah
cermin dari orang dewasa di sekitarnya. Anak-anak yang kecanduan
gadget salah satu penyebabnya adalah contoh dari orang dewasa di
sekitarnya yang kurang tepat menggunakan gadget.
Jika ayah ingin
melihat anaknya rajin shalat di masjid, maka seorang ayah perlu
memberikan contoh sejak anak usia dini hadir shalat di masjid.
Bagaimana dengan
pengasuh lain yang ada di rumah ? Mereka juga harusnya menjadi model
bagi anak-anak kita. Dan kitalah yang bertanggung jawab bagaimana
mengajak mereka untuk mengasuh anak-anak kita dengancara dan pola
asuh yang sama.
Prinsip kelima,
kita perlu memahami diri kita dan pasangan kita, bagaimana kita dan
pasangan kita. Karakter diri kita sekarang adalah karakter bagaimana
kita diasuh pada usia 0-15 tahun. Kita perlu paham diri kita dan
pasangan kita agar dapat saling memahami dan mengisi ruang kosong
yang ada dalam diri kita dan pasangan. Misal, bagi pasangan yang
lebih tegas dan stabil emosinya, bisa menjadi ortu yang mengingatkan
anak ketika mereka melangar kesepakatan, meski pasangan lainnya tetap
perlu mensupport agar anak tak melihat ortu sebagai good parents dan
bad parents. Selain memahmai diri kita, kita juga perlu memahami
karakter dasar dan tahapan perkembangan anak kita. Tahapan
perkembangan ini wajib kita ketahui agar kita tepat memberikan
sesuatu atau stimulasi pada anak sesuai dengan umurnya. Sekarang
banyak ortu yang memberikan gadget pada anak usia dini, padahal
secara tahapan perkembangan ini kurang tepat karena anak usia dini
tidak memerlukan itu. Anak usia dini lebih memerlukan sentuhan
ayahnya, eksplor lingkungan dan eksplor sensorinya. Menurut tahapan
perkembangan anak, usia anak di bawah 5 tahun lebih memerlukan
stimulasi yang konkret untuk perkembangan bahasa, emosi dan
kognitifnya.
Layar,
Anak dan Pemanfaatannya
Di
akhir tulisan, saya ingin fokus membahas tentang layar, karena ini
adalah masalah utama yangsering dikeluhkan oleh para orang tua pada
pengasuhan anak-anaknya. Di satu sisi, ortu merasa ini
mengkhawatirkan, di sisi lain, ortu memberikan keluasan pada anaknya
untuk bersentuhan dengan layar. Layar yang dimaksud meliputi
televisi, game online, smartphone, PC, PS dan lain-lain.
Beberapa
hal ini bisa dijadikan oleh orang tua sebagai acuan bagaimana
mengasuh anak dengan paparan layar ini.
Pertama,
American Pediatric Asociation (APA) merekomendasikan bahwa maksimal
10 jam per pekan anak bersentuhan dengan layar, atau 1 jam per hari
dengan jam yang lebih lama di akhir pekan. Aturan ini tak berlaku
untuk anak usia dua tahun ke bawah. APA menjelaskan bahwa anak usia
di bawah 2 tahun seharusnya sama sekali tidak bersentuhan dengan
layar. Yang dikhawatirkan bukan pada kontennya, jadi meski kontennya
bagus tapi tetap akan berdampak pada fokus dan konsentrasi anak.
Anak-anak yang kecanduan pada layar banyak akan menimbulkan masalah
pada perkembangannya. Mulai dari konsentrasi, obesitas (karena ngemil
ketika menonton), sulit fokus, emosional dan beberapa dampak negatif
lainnya seperti paparan pornografi dan kekerasan. Bagaimana jika
kontennya bagus ? Misal sepeerti belajar berwudhu ? Sebaiknya, anak
belajar berwudhu dan shalat tidak melalui layar tapi kongkret bersama
ayahnya. Bayangkan jika anak belajar berwudhu dari ayahnya, anak akan
melihat butiran-butiran air yang mengalir di wajah ayahnya,
bandingkan dengan video yang hanya berupa gambar 2 dimensi yang tidak
kongkret.
Kedua,
ajak anak membuat rundown kegiatan harian yang berisi jadual kegiatan
dari bangun tidur hingga tidur malam. Diskusi dengan mereka kapan
nonton, apa yang ditonton, dan kapan melakukan aktivitas lain seperti
shalat, mandi, makan, bermain dan belajar atau membaca buku. Bikin
kesepakatan dengan mereka tentang hal ini. Di awal, perlu juga
kesepakatan ini ditempel dan dibubuhi tanda tangan dari mereka, tanda
persetujuan bahwa kesepakatan ini dibuat bersama.
Bagaimana
jika mereka melanggar kesepakatan ? Misal mereka menggunakan layar
lebih dari 1 jam sehari ? Mereka perlu mendapatkan konsekuensi berupa
pengurangan jam di esok harinya sesuai dengan berapa menit dia
melanggar. Anak perlu mengenal konsekuensi karena ini berkaitan
secara logis daripada anak mendapatkan hukuman misal dengan
mengurangi uang saku, ini gak berhubungan dan anak tidak belajar
untuk bertanggung jawab. Jangan lupa, ucapkan terima kasih ketika
mereka jujur tentang jam layar mereka meski melanggar aturan.
Ketiga,
ajak
anak Anda belajar bagaimana menggunakan layar untuk mendukung
cita-cita dan pengetahuannya. Anak perlu tahu apa manfaat teknologi
bagi dirinya. Kesalahan terbesar kita saat ini adalah, membiarkan
anak berinteraksi tanpa bimbingan, hingga mereka menganggap bahwa
teknologi (seperti internet , komputer dan telepon pintar) adalah
untuk bermain game dan bersenang-senang. Kita abai mengenalkan pada
mereka manfaat besar dari teknologi ini. Mendampingi anak, berarti
Anda di sebelah anak ketika mereka browsing mencari sesuatu yang
bermanfaat untuk dirinya.
Ketiga,
jika
anak akan membuat akun email, diskusikan dengan anak bahwa dia perlu
membagi emailnya dengan kita. Katakan bukan untuk mengawasinya, tapi
agar email anak tidak dimasuki oleh orang-orang yang akan berbuat
cyber crime pada mereka.
Keempat,
layar
dan internet adalah wilayah publik, maka seharusnya layar berupa
apapun tidak digunakan di ruang privat seperti di kamar. Semua layar,
termasuk televisi sebaiknya tidak diletakkan di dalam kamar. Setiap
anak menggunakan layar, ayah bundanya bisa melihat apa yang dilihat
oleh anak-anaknya. Jika anak menggunakan di dalam kamar, tentu orang
tua akan kesulitan memantau apa yang dilihat oleh anaknya
Jangan
biarkan anak Anda tertidur di depan televisi atau layar lainya. Untuk
anak-anak usia dini (8 tahun ke bawah), sebaiknya tidur dengan
dongeng-dongeng dari ayahnya.
Bikin
kesepakatan bersama anak dan seluruh anggota keluarga tentang aturan
ini, mengapa dan perlu dibuat aturan ini.
Kelima,
jangan berikan mereka gadget pribadi sebelum berusia 12 tahun. Jika
Anda merasa perlu agar mudah berhubungan dengan anak ketika mereka di
luar (sekolah atau bermain), bekali dengan handphone biasa yang tak
ada akses internetnya. Kecepatan informasi yang bisa diakses anak
jauh lebih cepat dibandingkan kematangan dirinya. Bayangkan, ketika
mereka belum matang dan informasi berbagai macam, dari yang positif
hingga yang berbahaya bagi perkembangan dirinya, mengahmpiri dirinya,
maka sama saja kita telah membuka pintu masalah bagi anak kita.
Konsisten dan tetaplah tegas dengan rengekan anak kita untuk meminta
gadget seperti temannya. Tegas, bukan keras. Kita juga perlu menahan
diri dari rasa "malu" karena dianggap tak bisa membelikan
anak kita alat yang canggih. Tak perlu mendengan gunjingan orang,
karena kita yang bertanggung jawab pada anak kita, bukan orang lain.
Keenam,
jangan
lupakan aktivitas fisik bersama anak-anak Anda. Aktivitas fisik ini
bisa berupa hal yang sederhana, seperti berenang, bersepeda, joging,
bercerita, bermain di taman atau bahkan tracking di pegunungan.
Aktivitas fisik ini perlu agar anak tetap merasa bahwa masih banyak
aktivitas lain selain bercengkrama dengan layar. Ketika Anda dan anak
melakukan aktivitas fisik, lupakan dahulu smartphone Anda.
Ketujuh,
tetaplah menjadi orang tua yang hangat dan menyenangkan bagi mereka.
Responlah dengan respon yang menenangkan dan ketegasan ketika mereka
berbuat kesalahan. Ucapkan terima kasih ketika mereka mau jujur pada
kesalahan mereka. Bantulah anak Anda menjalankan konsekuensi dari
kesalahan yang dibuatnya. Dampingi mereka ketika mereka dalam keadaan
terjatuh maupun dalam keadaan yang menyenangkan.
Semoga
apa yang saya tulis di artikel sederhana ini dapat menjadi bahan bagi
kita semua, ayah dan bunda, dalam mengasuh anak-anak kita yang
semakin hari semakin berat tantangannya. Seperti yang pernah Anies
Baswedan sampaikan bahwa Ayah & Bunda adalah pendidik yang tak
pernah disiapkan. Kitalah yang menyiapkan diri sendiri kita untuk
menjadi orang tua, maka belajar dan belajar adalah cara tebaik agar
kita dapat mengasuh anak kita dengan pengasuhan yang patut dan
seharusnya. Wallahu 'alam bisshowab.
Referensi
1.
Tarbiyatul Aulad fil Islam, Dr Nasih, Abdullah Ulwan, penerjemah,
Eimel Ahmad, Jakarta Khatulistiwa Press, 2013
2.
Profil Perkembangan Anak; Allen, Eilen, penerjemah Valentino; PT
Indeks Jakarta, 2010
3.
Buku Saku Sahabat Keluarga edisi Mendidik Anak Era Digital
Komentar
Posting Komentar