Langsung ke konten utama

68. Surat Terbuka untuk Prof Muhajir, Menteri Pendidikan Republik Indonesia (Tentang rencana menjadikan nilai uN sebagai standar kelulusan )



Assalamualaikum..
Alhamdulillah puji syukur pada Allah SWT yang telah memberikan banyak anugerah pada kita.
Shalawat serta salam pada junjungan kita nabi Muhammad Saw yang telah mengajarkan pada kita bahwa proses itu adalah pondasi dalam pengasuhan.
Profesor yang saya hormati. Perkenalkan, saya Rizqi Tajuddin, seorang kepala Sekolah di Sekolah Sahabat Alam Palangka Raya , semoga prof tahu kota ini terletak di propinsi mana. Saya juga membantu sekolah-sekolah lain di Indonesia dalam peningkatan pemahaman guru dan orang tua tentang pengasuhan dan pendidikan.
Sabtu tanggal 5 Mei 2018 saya membaca berita di media massa bahwa ada rencana akan mengembalikan nilai ujian nasional sebagai syarat kelulusan. Alasan yang dikemukakan adalah karena anjloknya nilai ujian siswa-siswa seluruh Indonesia. Ada asumsi bahwa jebloknya nilai itu karena siswa tidak ada kesungguhan untuk belajar karena nilai sudah tidak menentukan kelulusan lagi.
Prof Muhajir yang saya hormati, saya tidak ingin mengatakan bahwa pendapat Bapak ini baik atau buruk, karena ini akan menjadi pro dan kontra. Tapi di sini, saya akan mengajukan data dan pertanyaan-pertanyaan yang masih menghantui pikiran saya. Semoga prof mau membaca dan kemudian membalas surat terbuka ini. Saya juga memohon maaf karena tidak mengirim surat ini langsung pada Bapak, dengan alasan :
1. Saya tidak punya akses langsung baik wa maupun email ke bapak
2. Saya juga ingin surat ini bisa dibaca oleh banyak warga negara agar bisa direnungkan oleh banyak orang.
Prof Muhajir...
Baik, saya ingin langsung masuk pada hal-hal yang ingin saya tanyakan pada Bapak.

A. Tuhan ciptakan otak kita berbeda
Fakta di lapangan, bahwa ada anak-anak yang dianggap bodoh karena kesulitan untuk memahami materi-materi pelajaran. Beberapa mengatakan bahwa mereka bodoh karena mereka malas untuk berusaha. Bisa jadi itu benar. Bisa jadi itu salah besar. Karena, bisa jadi anak-anak itu memiliki kapasitas otak yang berbeda yang diberikan oleh Tuhan. Faktanya memang ada anak-anak dengan IQ 70an hingga 80an yang dianggap secara fisik atau tampilan tak berbeda dengan anak-anak dengan IQ rata-rata atau di atas rata-rata.
Anak-anak dengan IQ di bawah rata-rata ini secara teori kemampuan akademisnya bisa di 2-3 tahun di bawah level usianya. Jadi misal anak kelas 6 usia 12 tahun, bisa jadi kemampuan akademisnya seperti anak usia 9 atau 10 tahun.
Bagaimana saya tahu ? Karena di sekolah saya yang inklusif itu ada anak-anak dengan kemampuan itu. Dan beruntungnya mereka, karena ada psikolog yang tahu itu dan membantu mencari potensi lain dari mereka. Dan beruntung bagi murid-murid saya itu, karena diperbolehkan untuk tidak mengambil ujian nasional yang reguler. Mereka diperbolehkan untuk mengambil dengan cara lain. Syaratnya adalah ada data bahwa mereka memang kesulitan. Beruntungnya lagi, kami tahu itu.
Bagaimana dengan sekolah yang bukan sekolah inklusif ? Apakah tidak ada anak-anak itu ? Faktanya ada. Apakah gurunya tahu ? Faktanya banyak gurunya tak tahu itu. Mengapa ? Karena guru-guru itu tak pernah berinteraksi dengan psikolog atau tenaga terampil lainnya yang sering berhubungan dengan anak-anak seperti ini. Kita tak perlu bicara ini sekolah di pelosok. Karena saya pernah mengisi pelatihan di sebuah sekolah besar di ibukota propinsi yang besar yang guru-gurunya tak menyadari bahwa mereka memiliki anak-anak dengan IQ di bawah rata-rata. Label mereka, "anak bodoh" , atau anak malas.
Lalu, karena ketidaktahuan guru, anak-anak ini dipaksa mengikuti standar kelulusan yang standarnya disamakan dengan anak-anak dengan IQ normal. Padahal harusnya mereka mengikuti standar yang berbeda.
Dan guru-guru yang menangani diberi pengetahuan atau dibantu oleh psikolog pendidikan yang punya jam terbang dan ilmu yang mumpuni untuk menangani anak-anak seperti ini.
Pertanyaan saya pada bapak, apakah kementerian sudah melakukan hal-hal di bawah ini :
1. Memberikan pengetahuan yang merata pada guru-guru seluruh Indonesia tentang penanganan anak-anak seperti ini ?
2. Apakah kementerian sudah menyediakan psikolog untuk seluruh sekolah di Indonesia (atau minimal untuk seluruh sekolah di 10 kota besar di Indonesia) untuk melakukan assessment dan membantu membuat program individual untuk anak-anak ini ?
3. Apakah kementerian punya data yang valid tentang anak-anak dengan kebutuhan seperti ini ? Data di semua sekolah di Indonesia.
4. Menurut bapak, apakah jika kita memperlakukan standar yang sama sedangkan anak-anak itu punya kesulitan dan ternyata poin 1-3 belum dapat dipenuhi oleh kementerian. Apakah adil menurut bapak ? Bagaimana jika bapak di posisi anak-anak itu ?

Catatan : saya baru bertanya tentang anak-anak dengan IQ di bawah rata-rata. Faktanya, anak berkebutuhan khusus itu banyak sekali modelnya. Kita belum bicara tentang anak dengan IQ rata-rata atau di atas rata-rata yang ternyata punya kesulitan belajar karena adhd, add atau lainnya.

B. Indonesia itu luas sekali
Prof Muhajir...
Anak bapak cukup beruntung karena sekolah di sekolah modern yang berkualitas di Malang.yang gurunya, program sekolahnya, dan fasilitas sekolahnya sangat baik.
Saya pernah tinggal di sebuah ibu kota kabupaten di Kalimantan yang di kota itu tak ada guru kimia yang punya basic kuliah di kimia. Jadi, yang mengajar kimia adalah guru fisika atau matematika. Tak perlu kita tanyakan fasilitas sekolahnya pak, karena masih jauh dengan sekolah anak bapak di Malang. Tentang gurunya ? Bertahun-tahun guru-gurunya tak pernah update dan upgrade ilmunya. Apa yang guru dapat 15 tahun di kuliahnya, itulah yang disampaikan.
Lalu, dengan keadaan seperti ini, dengan keadaan bahwa negara ini belum melaksanakan sila kelima Pancasila yakni Keadilan bagi seluruh Rakyat Indonesia, kemudian negara ini menuntut standar yang sama  anak-anak dan guru-guru dengan keadaan seperti ini dengan sekolah-sekolah dengan kualitas yang sangat bagus. Menurut bapak, adilkah negara ini ? Adilkah kita ?

Mungkin dua poin pertanyaan itu saja dari saya pak. Saya harap bapak bisa menjawab dengan memuaskan logika saya agar saya bisa dengan legowo menerima ujian nasional sebagai acuan kelulusan.
Oh ya pak. Mungkin kementerian perlu data juga berapa banyak anak, guru dan orang tua wali yang tertekan atau depresi ketika menjelang ujian nasional.
Mohon maaf dari saya pak jika ada kata-kata saya yang mengganggu bapak. Tak ada niat untuk itu. Niat saya hanya bagaimana anak-anak bangsa ini bisa berbahagia di sekolah dengan menikmati sekolah sebagai tempat mereka berproses. Bukan temapt mereka diukur pada hasil akhirnya.

Jatibarang, di atas Kereta Ekonomi Jayabaya Pasar Senen - Bangil, 5 Mei 2018

Rizqi Tajuddin
#BabahAca

Tulisan ini sudah dishare 275 x di fb, dan ratusan lagi di whatsapp

Komentar

Postingan populer dari blog ini

15. Tentang Tim Penagak Disiplin Sekolah

Di beberapa sekolah ada Tim yang bertugas untuk menegakkan disiplin di lingkungan sekolah. Biasanya, tim ini dipilih oleh guru dari beberapa siswa yang memiliki kriteria tertentu. Bisa karena perilakunya yang baik, menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik dan lain sebagainya. Tugas dari tim ini bermacam-macam, masing-masing sekolah memiliki perbedaan. Ada yang bertugas mencatat kesalahan yang dilakukan siswa, menegur siswa yang masbuk dalam shalat, yang bermain-main dalam shalat,ada juga yang hanya tugasnya memotivasi anak lain atau menjadi model bagi anak lain. Disiplin bagi anak bukanlah perkara membalik telapak tangan. Displin bagi anak adalah proses jangka panjang yang dipengaruhi banyak faktor. Rumah, sekolah, lingkungan, teman dan banyak hal lain yang bisa mempengaruhi perilaku anak. Kalau sekarang, mungkin TV, gadget dan game perlu dimasukkan dalam hal yang mempengaruhi anak.Bahkan, benda-benda itu kadang lebih dominan dalam mempengaruhi perilaku anak dibandingkan orang t

97. Saatnya Kita Berbenah

Mengapa Masih Terjadi Kekerasan dalam Sekolah Saya menulis ini bukan ingin menunjuk dan menyalahkan pihak-pihak yang berada sebagai stake holder. Tapi ini murni agar kita bisa refleksi dan memperbaiki ini semua. Saya melihat, ada 4 hal yang harusnya menjadi perhatian. Pertama, msalah pola asuh Bahwa tak bisa dipungkiri, bahwa sudah sangat banyak yang penelitian yang menyimpulkan bahwa pola asuh sangat berhubungan dengan perilaku manusia. Anak yang diasuh dengan pengasuhan yang patut akan tumbuh dengan jiwa yang lebih sehat, sebaliknya dengan anak yamg diasuh dengan keras dan pengabaian memyebabkan anak lebih rapuh. Bisa cenderung pasif, bisa pula sangat agresif. Dan sayangnya, masalah utama ini belum menjadi perhatian serius kita. Hampir tak ada kurikulum kita yang menyiapkan anak untuk menjadi orang tua. Begitu juga di sekolah, tak banyak sekolah yang mengadakan parenting secara rutin. Kedua, masalah pengetahuan guru tentang ilmu anak, jiwa dan keguruan. Masih ada guru-gu

16. Rapor Deskripsi

Rapor deskripsi sebenarnya sudah mulai sejak 2006. Sejak diperlakukan kurikulum 2006 seharusnya rapor sudah dalam bentuk deskripsi. Namun, sedikit sekali sekolah yang menerapkan rapor deskripsi sejak tahun 2006. Banyak hal mengapa belum diterapkan. Salah satunya adalah kesulitan dalam membuatnya. Perlu energi ekstra dan pelatihan dan evaluasi yang terus menerus. Proses edit dari kepala sekolah atau wakil sekolah dalam hal tata bahasa dan kepatutan juga menjadi hal yang penting. Saya ingin berbagi mengenai rapor deskripsi yang telah kami lakukan di Sahabat Alam. Rapor deskripsi ini kami bikin sejak awal sekolah ini berdiri tahun 2010. Dan terus mengalami perbaikan setiap semester. Di tulisan ini saya akan berbagi sedikit tentang apa yang dilakukan di Sahabat ALam Palangka Raya. Tentu masih banyak juga kekurangan yang kami lakukan. Silahkan beri masukan tulisan ini. Selamat menikmati 1. Rapor harusnya menggambarkan secara gamblang bagaimana kondisi capaian anak. Jadi ketika orang t