Langsung ke konten utama

75. Jasad & Jiwa Juga Penting


Jam 7 pagi hari Kamis lalu (5/07/2018) ketika saya keluar dari loby sebuah hotel di Lampung, saya merasakan keteduhan karena adanya hujan yang turun shubuh tadi. Masih terasa sejuknya udara, segarnya nafas yang menghirup bau hujan yang kemudian membuat jiwa ini lebih tenang.
Hujan adalah salah satu anugerah Allah SWT yang membuat kita mengoptimalkan seluruh potensi kita sebagai manusia. Akal kita menjadi segar, jasad kita merasakan kesejukan dan jiwa kita menjadi lebih tenang.
Manusia menurut banyak versi, memang terdiri dari 3 unsur. Api, air, dan tanah.. eh itu Naruto ya...
Yang benar, akal, jasad dan jiwa. Itu istilah yang digunakan oleh Islam. Menurut teori pendidikan modern, manusia terdiri dari afektif yang bisa dianggap sebagai jiwa atau ruh, kognitif yang bisa berarti akal dan psikomotor yang bisa dianggap sebagai jasad.
Dan dalam teori tentang manusia dalam pandangan apapun, semua mempunyai kebutuhan masing-masing. Akal punya kebutuhan. Jasad punya kebutuhan begitu juga ruh atau jiwa.
Maka tak heran jika tujuan pendidikan yang dimaksudkan di UU pendidikan kita meliputi semua hal itu.
------
Tujuan Pendidikan (Kemdiknas):
"Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."
-----
Artinya, sangat jelas bahwa ketiganya tak terpisahkan. Tak ada yang dianggap lebih penting diantara lainnya.
Nah, di banyak tempat ketika saya berbagi, banyak yang menanyakan apakah ketika menerapkan konsep yang saya sampaikan, apakah tidak akan bertentangan dengan dinas atau dengan target dari yayasan ?
Saya jawab, seharusnya tidak jika dinas pendidikan dan yayasan konsisten menerapkan UU Sisdiknas itu. Bahwa evaluasi bukan hanya pada ranah kognitif saja. Tapi juga pada ranah jiwa dan jasad anak.
Selama ini banyak institusi pendidikan (baik negeri dan swasta) yang hanya membuat target pada ranah kognitif.
Misal, anak pada kelas ini target materi sampai ini dan itu. Anak kelas ini, hafalannya sudah sekian juz dan sekian juz.
Institusi pendidikan lupa bahwa ada hal yang juga penting. Jasad dan ruh/jiwa anak. Apakah anak mendapatkan target itu tanpa merasa tertekan , apakah anak mudah tersenyum, apakah anak menghafal Qur'an karena sudah menjadi habit dan menikmati, bukan merasa tertekan karena target yang diberikan oleh guru atau orang tuanya. Sudah banyak penelitian yang menyatakan bahwa kematangan jiwa/ruh adalah penentu apakah seseorang itu bisa survive atau tidak di lingkungannya. Segudang ilmu jika ruh/jiwa manusia tidak stabil, maka ilmu itu menjadi ilmu yang kurang bermanfaat atau bahkan menjadi sesuatu yang berbahaya karena dikuasai oleh orang yang bermasalah.
Menjadikan materi (kognitif) sebagai target bukanlah sesuatu yang salah, tapi melupakan bahwa ada jasad dan ruh yang harusnya menjadi fokus dalam pendidikan, itulah yang kurang tepat.

Madiun, 8 Juli 2018

Rizqi Tajuddin
#BabahAca


----+
Tulisan ini ditulis dalam perjalanan Jakarta-Cepu dan Cepu-Madiun

Komentar

Postingan populer dari blog ini

15. Tentang Tim Penagak Disiplin Sekolah

Di beberapa sekolah ada Tim yang bertugas untuk menegakkan disiplin di lingkungan sekolah. Biasanya, tim ini dipilih oleh guru dari beberapa siswa yang memiliki kriteria tertentu. Bisa karena perilakunya yang baik, menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik dan lain sebagainya. Tugas dari tim ini bermacam-macam, masing-masing sekolah memiliki perbedaan. Ada yang bertugas mencatat kesalahan yang dilakukan siswa, menegur siswa yang masbuk dalam shalat, yang bermain-main dalam shalat,ada juga yang hanya tugasnya memotivasi anak lain atau menjadi model bagi anak lain. Disiplin bagi anak bukanlah perkara membalik telapak tangan. Displin bagi anak adalah proses jangka panjang yang dipengaruhi banyak faktor. Rumah, sekolah, lingkungan, teman dan banyak hal lain yang bisa mempengaruhi perilaku anak. Kalau sekarang, mungkin TV, gadget dan game perlu dimasukkan dalam hal yang mempengaruhi anak.Bahkan, benda-benda itu kadang lebih dominan dalam mempengaruhi perilaku anak dibandingkan orang t...

16. Rapor Deskripsi

Rapor deskripsi sebenarnya sudah mulai sejak 2006. Sejak diperlakukan kurikulum 2006 seharusnya rapor sudah dalam bentuk deskripsi. Namun, sedikit sekali sekolah yang menerapkan rapor deskripsi sejak tahun 2006. Banyak hal mengapa belum diterapkan. Salah satunya adalah kesulitan dalam membuatnya. Perlu energi ekstra dan pelatihan dan evaluasi yang terus menerus. Proses edit dari kepala sekolah atau wakil sekolah dalam hal tata bahasa dan kepatutan juga menjadi hal yang penting. Saya ingin berbagi mengenai rapor deskripsi yang telah kami lakukan di Sahabat Alam. Rapor deskripsi ini kami bikin sejak awal sekolah ini berdiri tahun 2010. Dan terus mengalami perbaikan setiap semester. Di tulisan ini saya akan berbagi sedikit tentang apa yang dilakukan di Sahabat ALam Palangka Raya. Tentu masih banyak juga kekurangan yang kami lakukan. Silahkan beri masukan tulisan ini. Selamat menikmati 1. Rapor harusnya menggambarkan secara gamblang bagaimana kondisi capaian anak. Jadi ketika orang t...

106. Design Thinking/Design Sprint for Education

Yang tidak pernah berubah adalah perubahan itu sendiri. Sering kita mendengar kata-kata magic ini. Perubahan adalah bagian dari kehidupan memang. Punahnya hewan yang ada di alam ini adalah karena hewan tersebut tidak bisa melakukan perubahan di kondisi yang ada. Dan memang itulah fitrah mereka. Sedangkan kita, manusia, adalah makhluk yang paling bisa beradaptasi dengan perubahan. Manusia diberi akal untuk itu. Nah, tapi kita juga sering melihat perusahaan atau usaha akhirnya gagal beradaptasi dan akhirnya gagal pula melanjutkan kiprahnya.Namun, ada juga usaha yang sudah berusia ratusan tahun, tapi kita melihat masih eksis dan terlihat masih menggunakan model aslinya. Tapi benarkah tidak ada perubahan sama sekali sehingga usaha tersebut bisa bertahan ? Ternyata tidak juga, Mereka tetap melakukan inovasi, meski kadang inovasinya bukan di produknya, tapi bisa jadi di marketingnya, kemasannya, manajemennya dan hal-hal lainnya.  Saya ambil contoh Montessori, mereka menggunakan kurikulum...