Jam 7 pagi hari Kamis lalu (5/07/2018) ketika saya keluar dari loby sebuah hotel di Lampung, saya merasakan keteduhan karena adanya hujan yang turun shubuh tadi. Masih terasa sejuknya udara, segarnya nafas yang menghirup bau hujan yang kemudian membuat jiwa ini lebih tenang.
Hujan adalah salah satu anugerah Allah SWT yang membuat kita mengoptimalkan seluruh potensi kita sebagai manusia. Akal kita menjadi segar, jasad kita merasakan kesejukan dan jiwa kita menjadi lebih tenang.
Manusia menurut banyak versi, memang terdiri dari 3 unsur. Api, air, dan tanah.. eh itu Naruto ya...
Yang benar, akal, jasad dan jiwa. Itu istilah yang digunakan oleh Islam. Menurut teori pendidikan modern, manusia terdiri dari afektif yang bisa dianggap sebagai jiwa atau ruh, kognitif yang bisa berarti akal dan psikomotor yang bisa dianggap sebagai jasad.
Dan dalam teori tentang manusia dalam pandangan apapun, semua mempunyai kebutuhan masing-masing. Akal punya kebutuhan. Jasad punya kebutuhan begitu juga ruh atau jiwa.
Maka tak heran jika tujuan pendidikan yang dimaksudkan di UU pendidikan kita meliputi semua hal itu.
------
Tujuan Pendidikan (Kemdiknas):
"Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."
-----
Artinya, sangat jelas bahwa ketiganya tak terpisahkan. Tak ada yang dianggap lebih penting diantara lainnya.
Nah, di banyak tempat ketika saya berbagi, banyak yang menanyakan apakah ketika menerapkan konsep yang saya sampaikan, apakah tidak akan bertentangan dengan dinas atau dengan target dari yayasan ?
Saya jawab, seharusnya tidak jika dinas pendidikan dan yayasan konsisten menerapkan UU Sisdiknas itu. Bahwa evaluasi bukan hanya pada ranah kognitif saja. Tapi juga pada ranah jiwa dan jasad anak.
Selama ini banyak institusi pendidikan (baik negeri dan swasta) yang hanya membuat target pada ranah kognitif.
Misal, anak pada kelas ini target materi sampai ini dan itu. Anak kelas ini, hafalannya sudah sekian juz dan sekian juz.
Institusi pendidikan lupa bahwa ada hal yang juga penting. Jasad dan ruh/jiwa anak. Apakah anak mendapatkan target itu tanpa merasa tertekan , apakah anak mudah tersenyum, apakah anak menghafal Qur'an karena sudah menjadi habit dan menikmati, bukan merasa tertekan karena target yang diberikan oleh guru atau orang tuanya. Sudah banyak penelitian yang menyatakan bahwa kematangan jiwa/ruh adalah penentu apakah seseorang itu bisa survive atau tidak di lingkungannya. Segudang ilmu jika ruh/jiwa manusia tidak stabil, maka ilmu itu menjadi ilmu yang kurang bermanfaat atau bahkan menjadi sesuatu yang berbahaya karena dikuasai oleh orang yang bermasalah.
Menjadikan materi (kognitif) sebagai target bukanlah sesuatu yang salah, tapi melupakan bahwa ada jasad dan ruh yang harusnya menjadi fokus dalam pendidikan, itulah yang kurang tepat.
Madiun, 8 Juli 2018
Rizqi Tajuddin
#BabahAca
----+
Tulisan ini ditulis dalam perjalanan Jakarta-Cepu dan Cepu-Madiun
Komentar
Posting Komentar